SOLOPOS.COM - Mantan Kadiv Propam Irjen Pol Ferdy Sambo dan eks penasihat Kapolri, Fahmi Alamsyah. (Instagram)

Solopos.com, JAKARTA — Irjen Pol Ferdy Sambo yang sudah ditetapkan sebagai tersangka kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J) disebut memiliki “kerajaan” di internal Polri.

Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud Md. menyebut dengan istilah Kerajaan Sambo.

Promosi Cerita Penjual Ayam Kampung di Pati Terbantu Kredit Cepat dari Agen BRILink

“Ini di dalam Polri ada masalah. Yang jelas ada hambatan di dalam secara struktural. Ada kelompok Sambo seperti menjadi kerajaan Polri di dalamnya, seperti Sub Mabes. Ini yang menghalangi-halangi penyidikan yang jumlahnya 30 orang dan sekarang sudah ditahan. Saya sampaikan ke Kapolri, ini harus diselesaikan,” ujar Mahfud Md, dalam obrolan di podcast Youtube Akbar Faizal Uncensored, seperti dikutip Solopos.com, Kamis (18/8/2022).

Mahfud mengungkapkan, adanya Kerajaan Sambo itu yang membuat pengusutan awal kasus meninggalnya Brigadir J pada 8 Juli 2022 lalu mengalami kesulitan luar biasa.

Baca Juga: Pengacara Terima 5 Kuasa Baru untuk Jerat Ferdy Sambo dan Istri

Tak hanya membuat rekayasa, orang-orang yang berada di bawah kekuasaan Ferdy Sambo menghilangkan barang bukti sehingga pengusutan oleh penyidik Bareskrim Polri selama sepekan tak membawa hasil.

“Setelah Bharada E didekati secara psikologis dan mau bersaksi secara jujur, baru terbuka semuanya. Ia menyebut Sambo (yang memerintahkan membunuh Brigadir J),” katanya menjawab pertanyaan mantan anggota DPR, Akbar Faisal.

Karenanya, Mahfud akan memberi masukan kepada Presiden agar struktur kekuasaan di Divisi Propam direvisi.

Baca Juga: Diduga Rekayasa Kematian Brigadir J, Eks Penasihat Kapolri Masih Saksi

Pasalnya, Ferdy Sambo memiliki kekuasaan yang sangat besar sehingga rawan penyimpangan.

“Akan saya rekomendasikan nanti kalau ini sudah reda. Kadiv Propam ini punya kekuasaan sangat besar, direktorat-direktorat yang semuanya di bawah Sambo. Yang menyelidiki, yang memeriksa, yang menghukum, memindahkan, menaikkan, memberi fasilitas semua lapor ke Kadiv Propam. Nanti saya akan usulkan pakai hukum ketatanegaraan saja, yang memeriksa dan memindahkan beda jangan hanya satu orang,” ujarnya.

Serangan Balik Sambo

Sebelumnya, Indonesia Police Watch (IPW) menyatakan, Tim Khusus yang dipimpin Wakapolri Komjen Pol Gatot Eddy Pramono saat ini mendapat serangan balik dari kelompok Ferdy Sambo yang tidak ingin praktik lancung mereka terbongkar.

Menurut Sugeng Teguh, Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J memegang banyak rahasia Ferdy Sambo sehingga hal itu diduga menjadi motif Ferdy Sambo melenyapkan nyawa bintara Polri asal Jambi tersebut.

Baca Juga: Fadil Imran Trending, Pakar Hukum M Taufiq: Dia Layak Dicopot!

“Sebenarnya ini ada perlawanan yang menyerang orang-orang yang ada dalam timsus. Perlawanan dari kelompok ini, akan menyebar isu-isu negatif orang-orang yang ada dalam timsus. Nah ini harus siap juga, masyarakat harus mendukung Timsus. Kita dukung Timsus, soal isu-isu lain di-keep dulu. Timsus harus kita jaga agar bisa mengawal kasus ini sampai berhasil,” tegas Sugeng Teguh Santosa seperti dikutip Solopos.com dari kanal Youtube Narasi Newsroom, Senin (15/8/2022).

Menurutnya, meskipun citra Polri jatuh bebas saat awal pengungkapan kasus Brigadir J, saat ini masyarakat bulat mendukung Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo bersih-bersih polisi jahat di internalnya.

Baca Juga: Putri Sambo Bisa Dijerat Pasal Pembunuhan Berencana dan Laporan Palsu

Dan saat ini, ujar dia, polisi-polisi jahat mulai melawan dengan menyerang pribadi yang berada di Timsus.

Staf ahli Kapolri, Muradi, mengamini sinyalemen IPW bahwa Tim Khusus yang dipimpin Wakapolri Komjen Pol Gatot Eddy Pramono mendapat serangan balik dari kelompok Ferdy Sambo.

Menurut Muradi, serangan balik terhadap Tim Khusus pengusut Ferdy Sambo dikarenakan adanya faksi-faksi atau kelompok-kelompok di tubuh Polri.

Baca Juga: Pengacara: Brigadir J Meninggal Kok Rekeningnya Masih Bisa Transaksi

“Dulu zaman Pak Tito (Kapolri Jenderal Tito Karnavian) sudah mulai disusun (upaya penyatuan), dilanjut Pak Idham (Kapolri Jenderal Idham Aziz) tapi berantakan karena penanganan faksi ini tidak cukup clear betul. Lalu mereka punya tuannya sendiri, punya orang yang dihormati sendiri, itu yang tidak boleh,” tandas Muradi dalam diskusi yang diunggah kanal Youtube MetroTV, seperti dikutip Solopos.com, Senin (15/8/2022).

Sebagai staf ahli Kapolri, dirinya berulang kali mengingatkan kepada Jenderal Listyo Sigit Prabowo terkait kelompok-kelompok di tubuh Polri yang berpotensi menyalahgunakan kekuasaan tersebut.

Baca Juga: Didesak Ditangkap, Penyusun Skenario Ferdy Sambo Diperiksa Polisi

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya