SOLOPOS.COM - Sebuah grafik yang menjelaskan lebih dari separuh Pulau Jawa masih berupa lautan pada 2,4 juta tahun lalu tersaji dalam buku tentang Museum Sangiran karya Puja Aprianto dan Muhammad Mujibur Rohman.

Solopos.com, SRAGEN — Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sragen hanya membuka Museum Sangiran selama libur Lebaran 2022. Sementara Museum di Klaster Ngebung, Bukuran, dan Klaster Manyarejo belum dibuka untuk umum.

Situs Sangiran seluas 59,21 kilometer persegi merupakan salah satu situs manusia purba terletak di dua wilayah kabupaten di Provinsi Jawa Tengah, yaitu Kabupaten Sragen dan Kabupaten Karanganyar. Satu klaster di Karanganyar, yakni Klaster Dayu.

Promosi Lebaran Zaman Now, Saatnya Bagi-bagi THR Emas dari Pegadaian

Laman resmi Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) menjelaskan Situs Sangiran dikenal dunia Internasional sebagai situs yang mampu menyumbangkan pengetahuan penting mengenai bukti-bukti evolusi (perubahan fisik) manusia, evolusi fauna, kebudayaan, dan lingkungan, yang terjadi sejak dua juta tahun yang lalu.

Nama Situs Sangiran mulai dikenal sejak seorang peneliti Belanda bernama Von Koenigswald melakukan penelitian pada tahun 1934. Dia menemukan alat-alat batu hasil budaya manusia purba dalam penelitiannya di Situs Sangiran.

Selanjutnya fosil manusia purba pertama ditemukan di Situs Sangiran tahun 1936. Sejak penemuan itu sampai sekarang, penelitian dilakukan di Sangiran menghasilkan berbagai temuan, baik berupa fosil manusia, fosil hewan, alat tulang, dan alat batu.

Baca Juga: Museum Manusia Purba di Sragen Belum Semua Buka, Hanya Sangiran

Namun, jauh sebelum Von Koenigswald, lahirnya antropologi Indonesia tak lepas dari kontribusi seorang peneliti dari Belanda, yakni Eugene Dubois 1858-1940. Dubois sejak kecil memang hidup di alam.

Peneliti Ahli Utama/Profesor Riset Pusat Riset Arkeologi Prasejarah dan Sejarah Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Harry Widianto, menjelaskan, Dubois selalu mengikuti gegap gempita teori evolusi dari Charles Darwin.

Dubois masuk ke kedokteran setelah lulus SMA lalu berkeinginan mencari mata rantai yang hilang dari terori Darwin waktu itu. Darwin serta para naturalis tak pernah mengatakan manusia itu dari kera namun mengatakan apa yang terjadi sekarang ini merupakan proses evolusi panjang.

Sementara itu, lanjut Harry hasil penelitian menunjukkan 99 persen sistem anatomi manusia dan kera sama. Manusia dari kera merupakan kesimpulan orang-orang pada waktu itu.

Baca Juga: Museum Manusia Purba Sangiran Sragen Boleh Dikunjungi Kecuali Bagian Ini

Selanjutnya Dubois pernah berkomunikasi dengan Darwin dan Alfred Russel Wallace. Russel merupakan naturalis sekaligus penjelajah, geografer, antropolog, biolog, dan ilustrator berkebangsaan Inggris yang mencetuskan teori evolusi lewat seleksi alam.

Wallace di Halmahera merumuskan beberapa fauna endemi. Dia juga membagi tiga fauna dan menyatakan daerah yang dilalui garis khatulistiwa merupakan daerah yang sangat pas untuk menemukan bukti masa lalu berbagai makhluk hidup termasuk manusia.

Dubois pun membulatkan tekad mencari mata rantai yang hilang dengan meminta Gubernur Jenderal Hindia Belanda untuk mengabdi pada militer Hindia Belanda dengan menjadi peneliti.

“Kemudian dia dengan kapal The Princess Amelia 1887 beserta istri dan anaknya berlayar ke Hindia Belanda lalu mendarat ke Teluk Bayur, Sumatra Barat dan menetap ke Payakumbuh selama tiga tahun. Di sini dia melakukan eksplorasi untuk mendapatakan jejak masa lalu,” kata dia dalam diskusi Beranda #5 Sangiran Cerita yang Tak Pernah Usai yang diselenggarakan Sinau Cagar Budaya (Sigarda) Indonesia secara virtual, Rabu (2/2/2022).

Baca Juga: Rencana Sragen Garap Jalan Wisata Sangiran Ngebung-Manyarejo Terkendala

Homo Sapiens

Dubois melakukan penelitian secara intensif di tiga gua di Kota Payakumbuh. Dubois bertemu dengan sisa-sisa manusia namun dengan temuan sisa manusia yang berciri-ciri Homo Sapiens.

Homo Sapiens merupakan manusia modern sejak 150.000 tahun lalu. Sementara yang Dubois cari merupakan Homo Erectus sebelum Homo Sapiens. Homo Erectus diperkirakan hidup pada 1,8 juta tahun lalu sampai punah kira-kira 150.000 tahun lalu.

Harry menjelaskan ada tiga Homo Erectus atau tiga tingkat evolusi yang ditemukan di Situs Sangiran, yakni Homo Erectus Arkaik yang diperkirakan 1,5 juta tahun sampai 800.00 tahun lalu, Homo Erectus Tipik yang diperkirakan 700.000 tahun sampai 300.00 tahun lalu, dan Homo Erectus Progresif yang diperkirakan 200.000 tahun lalu sampai 150.000 tahun lalu sejak penemuan pertama.

Harry menjelaskan Dubois mendengar ada temuan fosil Homo Wajakensis (Manusia Wajak) di Tulungagung. Dia juga menemukan tengkorak manusia Wajak kedua di tambang marmer yang menjadikan temuannya menjadi fosil. Dia sempat kecewa sebab fosil ditemukan masih tergolong Homo Sapiens.

Baca Juga: Rampung! Jalan Menuju Museum Sangiran Sragen Sudah Mulus dan Lebar

Bengawan Solo

Selanjutnya Dubois berjalan ke perbukitan di daerah Pegunungan Kendeng menyusuri Bengawan Solo dan terkejut menemukan fosil-fosil binatang yang terdapat di tebing kanan kiri sungai yang telah longsor dan mengering.

“Dia mencermati terus mulai dari Madiun, Sragen, dan sebagainya maka dia mendapatkan banyak data mengenai fosil binatang dan mengatakan inilah endapan yang saya cari,” paparnya.

Dia menjelaskan Dubois berhasil menemukan Pithecanthropus Erectus di Trinil, Ngawi pada 1891. Temuannya berupa tengkorak manusia dengan volume otak 900 cc. Kera paling besar memiliki volume otak 650 cc sementara volume otak manusia paling kecil 1.200 cc.



Kemudian berjarak 15 meter, Dubois juga menemukan tulang paha kiri yang hampir sama dengan manusia modern. Ini membuktikan sisa manusia yang ditemukan merupakan manusia berusia sekitar 500.000 tahun lalu yang berjalan tegak.

Baca Juga: Asale Sangiran, Ternyata Dulunya Lautan Purba di Sragen

Harry menjelaskan sebenarnya Dubois pernah menemukan secuil tulang rahang manusia di di kawasan Kedungbrubus pada 1890. Namun penemuan itu kalang kondang dengan penemuan tengkorak dan tulang paha di Trinil.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya