SOLOPOS.COM - Warga berswafoto di selasar lantai atas Terminal Tirtonadi, Solo, yang telah bertransformasi menjadi public space, Kamis (16/12/2021). (Solopos/Nicolous Irawan)

Solopos.com, SOLO — Terminal Tirtonadi Solo yang diabadikan dalam lagu campursari Didi Kempot memiliki sejarah panjang melewati beberapa dekade. Terminal yang berlokasi di Jl Ahmad Yani itu kali pertama beroperasi pada 18 Juli 1976.

Terminal tersebut dibangun menggantikan Stasiun Bus alias Stanplat Hardjodaksino di Gemblegan. Stanplat Gemblegan yang sangat kecil dulu hanya cukup untuk parkir 10-12 unit bus. Lahan yang sempit itu masih harus dibagi pula untuk kantor dan ruang tunggu.

Promosi Beli Emas Bonus Mobil, Pegadaian Serahkan Reward Mobil Brio untuk Nasabah Loyal

Pintu masuk dan keluar terminal pun hanya ada satu. Kala itu hanya ada beberapa bus yang melayani rute antarkota dalam provinsi (AKDP), seperti Solo-Semarang dan Solo-Pekalongan. Sementara bus antarkota antarprovinsi (AKAP) jumlahnya sangat terbatas. Hal ini menjadi masalah karena berbanding terbalik dengan jumlah penumpang.

Baca Juga: Mimpi Gamelan Dikukuhkan UNESCO Terwujud Setelah Sang Pengusul Wafat

Selanjutnya pada 1975 pemerintah memindahkan terminal dari sebelah selatan ke utara kota. Lahan kosong di sebelah Taman Tirtonadi dipilih untuk membangun terminal bus karena lokasinya strategis dan luas.

Sampai akhirnya Terminal Bus Tirtonadi Solo diresmikan Gubernur Jawa Tengah kala itu, Soepardjo Roestam. Pada 1988, Terminal Tirtonadi mengalami perluasan seiring makin banyaknya bus yang masuk dan keluar.

Perluasan kembali dilakukan pada 1991 diiringi pembangunan fasilitas penunjang seperti kamar mandi serta tempat parkir. Pembangunan Terminal Tirtonadi mencapai puncaknya saat Joko Widodo menjabat sebagai Wali Kota Solo pada 2005-2012.

Baca Juga: Setengah Abad Pasar Awul-Awul Gilingan Solo Bertahan dan Diburu Warga

Ruang Publik Baru

Kala itu terminal diperluas hampir dua kali lipat, dari awalnya 3 ha menjadi 5,5 ha. Koordinator Satuan Pelayanan Terminal Tirtonadi, Joko Sutriyanto, saat berbincang dengan Solopos.com, Rabu (15/12/2021), menceritakan proses panjang transformasi terminal tersebut.

“Terminal terus bertransformasi dan kini bukan hanya tempat naik-turun penumpang. Terminal bisa jadi ruang publik baru. [Sekarang] Di lantai atas ada foodcourt, sport hall, dan convention hall, yang bisa dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan,” terangnya.

Joko berharap wajah baru Terminal Tirtonadi Solo bisa diterima masyarakat. Ke depan ia ingin membangun Solo Kecil di terminal yang sudah dekat dengan dirinya sejak dini itu.

Baca Juga: Belasan Dokter Muda Blusukan Kampung di Solo Bantu Warga Kurang Mampu

Joko meyakini perkembangan industri transportasi darat akan sangat mendukung iklim bisnis terminal yang ia kelola. Tantangan ke depan yang menjadi pekerjaan rumah adalah menumbuhkan minat masyarakat untuk menggunakan moda transportasi darat.

“Saya ingin terminal ini semakin dekat dengan masyarakat. Impian saya membangun Solo Kecil di sini. Terminal bukan lagi tempat penumpang cari bus, tetapi pusat kegiatan masyarakat mulai dari pendidikan, ekonomi, wisata, olahraga, dan lainnya,” tutup Joko.

Sejarah dan berbagai informasi tentang Terminal Tirtonadi dicatat dalam buku bertajuk Potret Tirtonadi Masa Lalu, Sekarang, & Masa Depan yang bakal dirilis pada Sabtu (18/12/2021). Buku ini disusun oleh Joko Sutriyanto dan tim pengelola terminal untuk menyatukan kepingan sejarah agar tidak hilang dimakan usia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya