SOLOPOS.COM - Salah satu lapak pedagang awul-awul di trotoar Jl S. Parman, Gilingan, Ganjarsari, Solo. (Solopos/Chelin Indra Sushmita)

Solopos.com, SOLO — Pasar awul-awul di sebelah utara rel kereta api Gilingan, Kecamatan Banjarsari, Kota Solo, masih eksis sampai sekarang. Tak kurang dari 10 pedagang mencari peruntungan di trotoar sepanjang Jl S Parman tersebut menjadi surganya pencari barang bekas.

Mulai dari pakaian, sepatu, hingga ponsel bekas ada di tempat itu. Pantauan Solopos.com, Kamis (14/12/2021), masih banyak orang yang berhenti di sekitar jalan tersebut untuk melihat barang bekas yang dijajakan. Salah satu mahasiswa datang ke lapak milik Katemi, 58, menanyakan gaun bunga-bunga zadul.

Promosi Pegadaian Buka Lowongan Pekerjaan Khusus IT, Cek Kualifikasinya

Sayangnya, baju yang dicari mahasiswa itu tidak tersedia di sana. “Selama ini banyak anak sekolah dan mahasiswa yang cari baju bekas begitu. Biasanya buat pentas,” kata Katemi kepada Solopos.com.

Lapak Katemi berada persis di depan ruko. Warga Mojosongo itu menggelar dagangan di pasar awul-awul Gilangan, Solo, setiap sore mulai pukul 17.00 WIB atau saat ruko tutup. Pada siang hari ia membuka lapak di Pasar Ngudi Rejeki tidak jauh dari tempatnya berjualan saat malam hari.

Baca Juga: Sebabkan Satpam Meninggal, Tersangka Perampok Gudang Solo Minta Maaf

Akan tetapi, dagangan Katemi justru lebih laris saat berjualan di Jl S Parman. “Kalau siang jualan di pasar malah sepi. Lapaknya di lantai II. Kalau malam di sini alhamdulillah ramai. Kalau pas ramai bisa dapat Rp150.000-Rp200.000 sehari. Tapi kalau jualan di pasar enggak dapat uang, enggak bisa makan,” katanya dengan mata berkaca-kaca.

Katemi sudah 35 tahun berjualan pakaian bekas di pasar awul-awul Jl S Parman, Gilingan, Solo. Dia termasuk salah satu pedagang senior, seperti Ngadinem yang jauh lebih lama membuka lapak di sana. Wanita berusia 78 tahun asal Trucuk, Klaten, itu sudah lebih dulu eksis di sana.

Pernah Direlokasi

“Saya jualan di sini sejak 1968. Dulu jalannya masih sempit. Di pinggiran sana semuanya pedagang. Ada yang jualan baju, helm, sabit, macam-macam lah,” kenangnya.

Baca Juga: Mimpi Gamelan Dikukuhkan UNESCO Terwujud Setelah Sang Pengusul Wafat

Jika dihitung, Ngadimen telah 53 tahun berjualan awul-awul di kawasan Gilingan. Di usianya yang sudah senja, berdagang adalah kesibukan yang mengisi kesehariannya.

“Kula niku seneng dagang. Nek mboten dagang rasane awake pegel. Dagang ten mriki laris, menawi ten peken malah sepi, mboten saget maem [Saya senang berdagang. Kalau enggak berdagang badan rasanya pegal. Dagang di sini laris, kalau di pasar malah sepi, enggak bisa makan],” katanya sambil terkekeh.

Baca Juga: Tak Terserap, Rp100 Miliar Lebih Anggaran 2021 Kota Solo Masuk Silpa

Katemi dan Ngadinem termasuk pedagang yang diberi lapak di Pasar Ngudi Rejeki oleh Pemerintah Kota Solo sekitar tujuh tahun lalu. Pemberian lapak merupakan upaya Pemkot Solo merelokasi pedagang di sepanjang Jl S Parman agar lebih tertib.

Sayangnya, lapak yang berada di lantai II pasar tersebut justru membuat dagangan mereka kurang laku. Akhirnya mereka pun kembali menggelar dagangan di Jl S Parman setiap sore hingga malam hari.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya