SOLOPOS.COM - Kadiv Propam Polri Irjen Pol Ferdy Sambo dan mendiang Brigadir Josua (J). (Istimewa)

Solopos.com, JAKARTA — Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto menyebut ada tiga aturan yang dilanggar polisi dalam mengungkap kasus kematian Brigadir J di rumah Kadiv Propam nonaktif Irjen Pol Ferdy Sambo.

Aturan dasar kepolisian yang dilanggar di antaranya terkait olah tempat kejadian perkara (TKP), terkait pelaksanaan prarekonstruksi, dan penggunaan senjata api bagi personel Polri yang bertugas sebagai ajudan atau pengawal perwira tinggi.

Promosi BRI Sambut Baik Keputusan OJK Hentikan Restrukturisasi Kredit Covid-19

“Itu beberapa Peraturan Kapolri (Perkap) yang dilanggar,” kata Bambang seperti dikutip Solopos.com dari Antara, Kamis (28/7/2022).

Pelanggaran pertama terkait olah TKP, Bambang menjelaskan kehebohan terkait insiden Brigadir Yosua berasal dari langkah-langkah, tindakan serta pernyataan-pernyataan yang disampaikan oleh Polri sendiri.

Baca Juga: Ferdy Sambo: Divisi Propam Benteng Terakhir Mencari Keadilan

Dimulai dari tindakan pengambilan CCTV, olah TKP yang melanggar Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009, menunda pengumuman kepada publik, mengalihkan isu dari penembakan menjadi pelecehan seksual, tidak menghadirkan tersangka penembakan dan kejanggalan-kejanggalan yang tidak diterima nalar publik.

Menurut dia, semua kejanggalan itu bermuara pada ketidakpercayaan kepada institusi Polri.

“Kita apresiasi langkah yang diambil Kapolri, meski agak terlambat dan seolah menunggu desakan publik. Ke depan harapannya bukan hanya penonaktifan Kadiv Propam tetapi juga semua jajaran yang terlibat dalam upaya-upaya menutupi kasus ini hingga tiga hari baru diungkap ke publik,” katanya.

 Baca Juga: Rekaman CCTV Ungkap Fakta Tes PCR di Kompleks Rumah Ferdy Sambo

Pelanggaran kedua terkait pelaksanaan prarekonstruksi yang dilakukan di Polda Metro Jaya dan di TKP rumah Irjen Ferdy Sambo, di Duren Tiga, Jakarta Selatan, Sabtu (23/7/2022) lalu.

Ia mengatakan sesuai Surat Keputusan Kapolri Nomor 1205 Tahun 2000 dalam BAB III angka 8.3 SK Kapolri 1205/2000 diatur metode pemeriksaan dapat menggunakan teknik interview, interogasi, konfrontasi, dan rekonstruksi.

“Berdasarkan ketentuan di atas, rekonstruksi merupakan salah satu teknik dalam metode pemeriksaan yang dilaksanakan penyidik dalam proses penyidikan,” katanya.

Baca Juga: Kapan Irjen Pol Ferdy Sambo Diperiksa? Ini Kata Komnas HAM

Selain itu, ujar dia, rekonstruksi juga diatur dalam Pasal 24 ayat (3) Peraturan Kapolri Nomor 6 Tahun 2019 yang secara lengkap menyatakan: “Dalam hal menguji penyesuaian keterangan para saksi atau tersangka, penyidik/penyidik pembantu dapat melakukan rekonstruksi”.

Kegiatan prarekonstruksi yang dilakukan oleh Polda Metro Jaya pekan lalu menimbulkan pertanyaan, siapa saksi dan tersangkanya.

“Dalam Surat Keputusan Kapolri Nomor 1205/2000 itu tidak ada istilah prarekonstruksi,” kata Bambang.

Baca Juga: Pengacara Istri Ferdy Sambo: Kuasa Hukum Brigadir J Bukan Ahli Nujum

Pelanggaran ketiga, terkait penggunaan senjata api oleh Bharada Richard Eliezer (Bharada E) selaku ajudan Irjen Pol Ferdy Sambo.

Menurut Bambang, penggunaan pistol Glock 17 oleh Bharada E tidak sesuai dengan peraturan dasar kepolisian.

Dalam peraturan dasar kepolisian, tamtama penjagaan hanya diperbolehkan membawa senjata api (laras panjang), ditambah sangkur.

Baca Juga: CCTV Rekam Brigadir J Sehat Saat Tiba di Rumah Ferdy Sambo

Menurut dia, pemberian rekomendasi penggunaan senjata api tentu disesuaikan dengan peran dan fungsi tugasnya.

Maka dari itu, peran Bharada E dipertanyakan sebagai apa, apakah sebagai petugas yang menjaga rumah dinas, sopir atau ajudan.

Apabila tugasnya sebagai penjaga diperbolehkan membawa senjata api laras panjang ditambah sangkur atau sesuai ketentuan.



Baca Juga: Komisi III DPR: Kasus Brigadir J Jadi Pertaruhan Polri

Berbeda jika personel tersebut bertugas sebagai sopir, akan dipertanyakan urgensi penggunaan senjata api melekat dengan jenis otomatis seperti Glock.

“Kalau sebagai ajudan, apakah ajudan perwira tinggi sekarang diubah cukup minimal level tamtama, dan apakah ajudan perlu membawa senjata api otomatis seperti Glock dan sebagainya,” tanya Bambang.

Bambang mengatakan penting petunjuk pelaksanaan terkait penggunaan senjata api tersebut, agar tidak terjadi penyalahgunaan.

Baca Juga: Muncul ke Publik, Wajah Bharada E Tertutup Masker

Dan insiden Brigadir J, menurutnya, harus menjadi bahan evaluasi agar ke depan tidak muncul insiden senjata api personel yang bisa menimbulkan korban meninggal dunia.

“Sementara ini saya juga belum menemukan detail aturan terkait penggunaan masing-masing senjata api dalam Perkap Nomor 1 Tahun 2022, jenis apa, untuk siapa, dan bagaimana aturan pengawasannya,” kata Bambang.

Secepatnya

Saat dikonfirmasi terpisah, Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Dedi Prasetyo mengatakan tim khusus pada saat ini fokus pada penuntasan kasus polisi tembak polisi dengan melakukan penyidikan secepatnya dan dapat dibuktikan secara ilmiah (scientific crime investigation/SCI).

“Percepat sidiknya sambil menunggu hasil laboratorium forensik dan dokter forensik hasil autopsi kemarin,” kata Dedi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya