Solopos.com, SOLO — Wali Kota Solo F.X. Hadi Rudyatmo, menilai pemerintah pusat tidak adil dalam pelaksanaan rekrutmen calon pegawai negeri sipil (CPNS).
Ketidakadilan itu terutama pada pengalokasian anggaran di mana biaya tes seleksi CPNS itu dibebankan kepada daerah. Sementara tes diselenggarakan oleh pemerintah pusat.
Promosi Selamat! Direktur Utama Pegadaian Raih Penghargaan Best 50 CEO 2024
Di sisi lain, hingga kini Pemerintah Kota (Pemkot) Solo belum mendapat informasi mengenai kuota penerimaan CPNS tahun ini.
Pemkot memperkirakan seleksi CPNS akan digelar awal tahun atau Januari-Februari 2020 mendatang. Agustus lalu, Pemkot mengajukan kuota 500 lowongan yang terdiri dari 150 CPNS dan 350 Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kontrak (P3K).
Baca Juga: Siapkan Berkas! Sukoharjo Bakal Buka Lowongan 451 CPNS
Kepala Badan Pendidikan Kepegawaian Pendidikan dan Daerah (BKPPD) Kota Solo, Rakhmat Sutomo, mengatakan sejauh ini baru menerima surat dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) yang meminta Pemkot menyediakan rekrutmen.
“Jadi, kami menanggung biaya rekrutmen, namun proses rekrutmen tetap dilaksanakan pemerintah pusat,” kata dia ditemui di Ruang Wali Kota, Kamis (3/10/2019).
Rakhmat menerangkan Pemkot mengalokasikan anggaran rekrutmen CPNS Rp1,5 miliar. Anggaran itu untuk menyewa komputer, bandwidth (koneksi internet), sewa kursi/meja, gedung, dan perangkat lainnya.
Baca juga: Solo Ajukan 1.700-an Lowongan CPNS, Wali Kota Minta Perekrutan Mandiri
Rahmat mengaku tidak tahu alasan pemerintah pusat membebankan anggaran rekrutmen tersebut ke pemerintah daerah. Tahun lalu, menurut Rahmat, anggarannya ada yang dari provinsi dan pemerintah pusat, Pemkot tinggal mendelegasikan petugas dan pengawas.
“Bedanya itu saja. Soal tahapan rekrutmen, proses, penyusunan soal, semuanya dilaksanakan pemerintah pusat,” ucap Rakhmat.
Wali Kota Solo, F.X. Hadi Rudyatmo, mengaku tidak keberatan dengan keputusan tersebut. Namun, Rudy, sapaan akrabnya, menilai hal itu tidak adil.
“Rasanya enggak adil. Mereka yang menyeleksi tapi biayanya kami yang menanggung. Mau bagaimana lagi, pegawai kami semakin habis. Kelurahan itu bahkan sudah enggak punya staf. Ya, kami paksa agar anggaran masuk di RAPBD 2020,” ucap Rudy