Semarang
Kamis, 9 Januari 2020 - 08:50 WIB

Kisah Nelayan Tambaklorok Semarang, Tak Melaut Karena Cuaca Hingga Terjerat Rentenir

Imam Yuda Saputra  /  Rahmat Wibisono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Seorang nelayan Tambaklorok tengah menjemur ikan di dekat tempat pelelangan ikan, Rabu (7/1/2020). (Semarangpos.com-Imam Yuda S.)

Solopos.com, SEMARANG — Cuaca ekstrem yang melanda perairan Laut Jawa selama sepekan terakhir, berdampak buruk bagi nelayan Tambaklorok, Kecamatan Semarang Utara, Kota Semarang, Jawa Tengah (Jateng).

Mulai dari berhenti melaut atau mencari ikan, hingga terlilit utang dengan rentenir pun dialami para nelayan di perkampungan tersebut.

Advertisement

Ketua RW 013 Tambaklorok, Ahmad Sueb, mengatakan selain faktor cuaca ekstrem, nelayan enggan melaut karena hasil tangkapan tidak terlalu banyak. Pada cuaca ekstrem seperti saat ini, para nelayan hanya mampu menjaring sekitar 50 kg ikan jenis kempar maupun seriding.

Hal itu berbeda, dengan hasil tangkapan saat cuaca bagus. Sekali melaut, para nelayan bisa menjaring ikan hingga mencapai 1 kuintal lebih.

Advertisement

Hal itu berbeda, dengan hasil tangkapan saat cuaca bagus. Sekali melaut, para nelayan bisa menjaring ikan hingga mencapai 1 kuintal lebih.

Kondisi tersebut pun membuat para nelayan menjadi enggan melaut. Alhasil, mereka tak memiliki penghasilan dan harus mencari pinjaman guna memenuhi kebutuhan.

“Kalau yang punya simpanan seperti emas bisa ke pengadaian atau bank pemerintah. Nah, kalau yang tidak punya apa-apa, ya rentenir jadi solusi,” ujar Sueb saat dijumpai Semarangpos.com di Kampung Tambaklorok, Rabu (8/1/2020).

Advertisement

“Bunganya bisa sampai 30%. Bahkan dulu ada yang pinjam Rp10 juta, harus mengembalikan Rp30 juta,” jelas pria yang pernah menemani Presiden Jokowi berkeliling Tambaklorok tanpa pengawalan pasukan itu.

Kendati demikian, Sueb mengaku para nelayan tidak bisa berbuat apa-apa. Terlebih lagi, selama ini tidak ada bank milik pemerintah yang menjangkau para nelayan di Tambaklorok.

“Kalau rentenir itu kan pinjamnya gampang. Bahkan, kadang kita yang enggak punya utang malah ditawari,” tutur Sueb.

Advertisement

Sueb pun berharap kedepan ada bank milik pemerintah yang masuk ke Kampung Tambaklorok, supaya warganya terbebas dari jerat ‘lintah darat’.

“Rentenir di sini tumbuh subur. Kerjaannya enggak ada, cuma minjemin duit. Tapi, mau bagaimana lagi, enggak ada yang lain,” ujarnya.

Sueb menyebutkan ada sekitar 900 nelayan di kampungnya yang mengandalkan penghasilan dari menangkap ikan di laut. Dari jumlah sebanyak itu, hampir 60% terlilit utang rentenir.

Advertisement

“Dulu sih pernah ada BMT [Baitul Maal waa Tamwil] yang ke sini dan menawari warga untuk nabung. Eh, enggak tahunya malah kabur, tabungan warga dibawa lari. BMT-nya suruh mengganti engak mau, karena uang hasil tabungan enggak disetorkan ke perusahaan,” tutur Sueb.

Seorang nelayan Tambaklorok tengah menjemur ikan di dekat tempat pelelangan ikan, Rabu (7/1/2020). (Semarangpos.com-Imam Yuda S.)

Sementara itu, seorang nelayan Tambaklorok, Budiono, mengaku ‘bank plecit menjadi solusi untuk mendapat pinjaman saat hasil laut tidak bagus.

“Enggak ada salahnya ngutang dulu. Kalau cuaca bagus, hasil kembali melimpah, baru kita bisa cicil buat ngembaliin utang,” terangnya.

KLIK dan LIKE di sini untuk lebih banyak berita Semarang Raya

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif