SOLOPOS.COM - Ilustrasi HIV/Aids (JIBI/Harian Jogja/Reuters)

Solopos.com, WONOGIRI — Penanggulangan human immunodeficiency virus/acquired immunodeficiency syndrome (HIV/AIDS) di Wonogiri masih terkendala rendahnya pemeriksaan terhadap populasi kunci. Hal itu lantaran populasi kunci kurang terbuka sehingga berimbas terhadap rendahnya pemeriksaan HIV/AIDS di Wonogiri.

Kondisi itu mengindikasikan kasus HIV kumulatif di Wonogiri sejak 2001-Juni 2022 sebanyak 696 kasus merupakan fenomena gunung es. Ada delapan kategori populasi kunci pemeriksaan HIV.

Promosi Selamat! Direktur Utama Pegadaian Raih Penghargaan Best 50 CEO 2024

Masing-masing, yaitu ibu hamil, penderita TB atau tuberkulosis, penderita infeksi menular seksual, dan penjaja seks perempuan (PSP). Selain itu, lelaki seks dengan lelaki atau gay, waria, penasun atau pengguna narkoba melalui jarum suntik, dan warga binaan pemasyarakatan.

Berdasarkan data Dinas Kesehatan (Dinkes) Wonogiri, pada 2021 capaian pemeriksaan HIV sebesar 83,5 persen. Dua kategori lainnya, yaitu waria dan penasun tidak ada pemeriksaan. Sementara pemeriksaan HIV untuk kategori penderita IMS, PSP, dan LSL jumlahnya tidak sampai 15 orang.

Sepanjang semester I 2022, capaian pemeriksaan HIV sebesar 38,80 persen. Pada periode itu, populasi kunci kategori penderita PSP, penasun, dan waria belum ada pemeriksaan sama sekali alias nihil.

Baca Juga: 8 Gay di Wonogiri Terinfeksi HIV Selama Semester I Tahun 2022

Bupati Wonogiri, Joko Sutopo, mengatakan capaian rendah pemeriksaan HIV di Kabupaten Wonogiri lantaran populasi kunci enggan terbuka atau masih merahasiakan kondisinya. Hal itu menjadi kendala pemerintah mengetahui kondisi riil HIV/AIDS di Wonogiri. Oleh karena itu, pemerintah akan menggunakan kembali pemahaman tentang HIV/AIDS kepada masyarakat.

“Problem terbesar kami adalah belum ada keterbukaan dari masyarakat [populasi kunci] dan pengidap HIV. Entah malu, takut, atau apalah, kendala kami di situ. Maka strateginya, memberikan edukasi secara terbuka oleh seluruh lini, baik melalui kader yang sudah dibentuk atau di pendidikan,” kata Jekek, sapaan akrabnya kepada wartawan di Pendapa Rumah Bupati Wonogiri, Senin (6/9/2022).

Diketahui, meski capaian pemeriksaan HIV pada semester awal 2022 masih rendah, temuan kasus baru HIV di Wonogiri pada periode itu mencapai 31 kasus. Hal itu sudah melebihi setengah dari temuan kasus sepanjang 2021 yang berjumlah 50 kasus

Menurut Jekek, terjadi tren kenaikan kasus HIV, baik di Wonogiri maupun lokal. Hal itu mengindikasikan ada pergeseran tata sosial. Pemkab Wonogiri akan mendeklarasikan ulang komitmen penanggulangan HIV/AIDS di Wonogiri.

Baca Juga: 5 Prinsip Cegah Penularan HIV/AIDS di Wonogiri

“Walaupun kami yakin bahwa kader-kader penanggulangan HIV yang sudah dibentuk itu terus aktif [menyosialisasikan pemahaman HIV] tetapi perlu lebih menggaungkan lagi dengan masuk ke ranah pendidikan,” kata Jekek yang juga ketua Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Wonogiri.

Strategi lain, lanjut Jekek, penanggulangan HIV akan dikolaborasikan dengan pengentasan tengkes.

“Arahnya nanti akan ke sana. Jadi antara penanggulangan HIV dan pengentasan stunting akan dipaketkan,” ucapnya.

Sekretaris KPA Wonogiri, Suprio Heryanto, tidak memungkiri bahwa temuan kasus HIV yang saat ini mencapai 696 kasus merupakan fenomena gunung es. Masih ada orang dengan HIV (ODHIV) yang belum tercatat atau diketahui oleh KPA atau Dinkes Wonogiri. Hal itu lantaran masih banyak pula populasi kunci yang belum terjangkau melakukan konseling tes HIV atau pemeriksaan HIV.

Baca Juga: Data Perkembangan HIV di Wonogiri Tahun 2016 hingga Sekarang

“Konseling tes HIV itu sifatnya sukarela. Populasi kunci tidak bisa dipaksa melakukan konseling tes. Itu hak mereka. Tapi kami terus memberikan pemahaman kepada mereka terkait HIV/AIDS. Harapannya, mereka mau melakukan konseling tes HIV,” kata Suprio saat dihubungi Solopos.com, Minggu (4/9/2022).

Menurut dia, tidak sedikit pengidap HIV di Wonogiri justru baru ketahuan setelah sudah dalam kondisi stadium empat atau sudah terkena AIDS.

“Ketika dia sakit, terus ke rumah sakit. Kemudian dites HIV, ternyata hasilnya positif. Biasanya kondisinya sudah parah karena tidak diketahui sejak awal. Sehingga tidak menjalani pengobatan,” ungkap dia.

Suprio menambahkan, masa hidup ODHIV rata-rata hanya bertahan tiga-lima tahun saat tak menjalani pengobatan apapun. Sementara ODHIV yang sejak awal menjalani pengobatan dengan ARV, masa hidupnya jauh lebih lama.

Baca Juga: Kaum Boro Dominasi Temuan Kasus HIV/AIDS di Wonogiri

Bahkan setelah mengonsumsi obat ARV selama enam bulan, HIV sudah tersupresi atau undetected dalam tubuh pengidap.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya