SOLOPOS.COM - Bupati Wonogiri, Joko Sutopo. (Solopos/M. Aris Munandar)

Solopos.com, WONOGIRI — Bupati Wonogiri, Joko Sutopo, menyebut pendataan tingkat kemiskinan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Wonogiri kurang valid dan tidak fair. Hal itu lantaran sebanyak 38% warga Wonogiri yang bekerja di perantauan tidak ikut didata.

Jekek, sapaan akrabnya, menjelaskan metode pengumpulan data tingkat kemiskinan oleh BPS Wonogiri dilakukan dengan survei sampel acak. Mereka yang disurvei hanya warga Wonogiri yang berdomisili di Wonogiri.

Promosi Beli Emas Bonus Mobil, Pegadaian Serahkan Reward Mobil Brio untuk Nasabah Loyal

Padahal ada 38% warga Wonogiri yang merantau dan memiliki aktivitas ekonomi di luar daerah dan mereka tidak ikut didata. “Kalau begitu, ada 38% data yang lose [hilang)]. Mereka yang memiliki aktivitas ekonomi di perantauan tidak terekam [dalam survei BPS]. Ini tidak fair,” kata Jekek saat ditemui Solopos.com di Pendapa Rumah Dinas Bupati Wonogiri, baru-baru ini.

Para perantau Wonogiri memiliki potensi ekonomi tinggi. Sayangnya potensi ekonomi yang dimiliki mereka tidak tercatat dalam survei BPS. Akibatnya tingkat kemiskinan di Wonogiri tidak berubah terlalu signifikan karena metode pendataan random sampling BPS hanya menyasar mereka yang berdiam di Wonogiri.

Pada sisi lain, karakter warga Wonogiri ketika dilakukan survei tingkat kemiskinan, data yang mereka berikan tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya. Banyak warga ketika disurvei mengaku berpenghasilan dan berpengeluaran rendah.

“Mereka men-downgrade data mereka sendiri, karena mereka berpikir kalau disurvei terkait hal itu dengan jawaban downgrade maka akan dapat bantuan,” ujar Jekek.

Hal itu, lanjut Jekek, mengakibatkan data yang tercatat pada BPS bukan merupakan data konkret dan objektif. Sebagai catatan, pendataan tingkat kemiskinan termasuk di Wonogiri diukur dari pengeluaran individu untuk memenuhi kebutuhan dasar baik kebutuhan makanan maupun nonmakanan.

Diukur dari Pengeluaran

Berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS) Wonogiri, garis kemiskinan pada 2022 tercatat senilai Rp376.763/orang/bulan atau Rp12.558/orang/hari. Pengeluaran bulanan atau harian di bawah garis kemiskinan itu disebut miskin.

Dengan demikian ada 10,99% atau 105,190 orang di Wonogiri yang pengeluarannya kurang dari Rp12.558/hari. Disinggung soal ukuran atau indikator kemiskinan tersebut, Jekek menilai ukuran itu tidak bisa digunakan di perdesaan Wonogiri.

Hal itu karena mayoritas warga di desa-desa Wonogiri bekerja sebagai petani dan peternak. Mereka memiliki ketahanan pangan mandiri sehingga pengeluaran mereka untuk memenuhi kebutuhan dasar tidak bisa diukur dari seberapa uang yang mereka keluarkan.

Dia menjelaskan banyak warga yang makan dari hasil menanam atau beternak sendiri. Mereka memiliki beras, jagung, atau tanaman lain yang bisa dimakan sendiri tanpa perlu membeli. Begitu juga dengan lauk lauknya, mereka punya ternak ayam, kambing atau sapi, dan menanam sayur di pekarangan rumah.

“Melihat pengeluaran tidak bisa satu sisi, kalau indikator itu dipakai di kampung-kampung, ya enggak kecekel. Kecuali kalau memang sama sekali tidak punya pekerjaan, nyatanya mereka kan jadi petani dan peternak. Kalau hitungannya pengeluaran Rp300.000 sekian itu, ya susah,” ucapnya.

Atas dasar itu, menurut Jekek, metode pendataan tingkat kemiskinan di Wonogiri sebaiknya tidak memakai metode random sampling. Hal itu karena banyak warga tidak memberikan data objektif. “Saat personal tidak memberikan data objektif, masa [metode] itu digunakan terus?” kata dia.

Penurunan Angka Kemiskinan

Jekek menyarankan BPS melihat pengelolaan manajerial anggaran pemerintah daerah dan desa untuk pos pembangunan sebagai data primer. Misalnya, untuk anggaran program padat karya, BPS harus melihat berapa warga yang terlibat dan berapa pendapatan warga dari proyek tersebut.

“Yang dihitung berapa persen anggaran pemanfaatannya. Potensi ekonomi dari kebijakan itu apa, kalau pembangunan melibatkan berapa [orang]. Jangan personal yang didata,” jelasnya.

Sebagai informasi, berdasarkan data BPS Wonogiri, jumlah penduduk miskin di Wonogiri turun 0,56% menjadi 10,99% pada 2022 dibanding 2021. Dengan demikian, masih ada 105,190 jiwa dari total jumlah penduduk sebanyak 1.057.087 jiwa di Wonogiri yang masih berstatus miskin.

Jekek menyebut penurunan angka kemiskinan sebesar 0,56 pada 2022 tersebut bisa terjadi karena kolaborasi realisasi penggunaan anggaran baik dari daerah kabupaten, provinsi, dan pusat di Wonogiri tepat guna juga tepat sasaran. Pada sisi lain, kenormalan baru pascapandemi Covid-19 cukup memengaruhi peningkatan ekonomi masyarakat.

Sementara itu, hingga berita ini diunggah, Solopos.com belum bisa meminta konfirmasi dari BPS Wonogiri. Saat dihubungi melalui pesan Whatsapp, Kepala BPS Wonogiri Rahmad Iswanto mengatakan sedang ada kegiatan di Semarang sejak Selasa (14/3/2023).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya