SOLOPOS.COM - Ritual adat tolak bala di Bali (Antara)

Solopos.com, SOLO — Tiap-tiap daerah di Indonesia memiliki tradisi budaya yang beragam saat pandemi atau pagebluk tiba. Tiap daerah punya ritual adat menangkal pagebluk yang memiliki kekhasan dan keunikan masing-masing.

Misalnya ritual adat menangkal pagebluk di suku Dayang Sungkung Jogu. Warga Dusun Mangkau, Papapasang, Entikong, Sanggau, Kalimantan Barat, berkumpul di pendapa adat.

Promosi UMKM Binaan BRI Ini Jadi Kuliner Rekomendasi bagi Pemudik di Pekalongan

Beberapa orang memukul gong dan kenong. Sejumlah perempuan menggunakan rompi merah dengan ikat kepala menari mengelilingi wadah tempat sesajen.

Ramadan Tiba, Pedagang Mesir Jualan Kurma Corona

Sambil menari mereka merapalkan doa-doa. Dalam wadah itu sejumlah sesajen diletakkan. Ada kepala babi, kepala anjing, ayam, beras, telor, dan arak. Juga ada tengkorak manusia dan rusa juga terlihat di dekat wadah sesajen itu.

Setelah tarian, dukun adat terlihat mengusap-usap wadah sesajen sambil mengumandangkan doa. Tokoh adat setempat, Antonius Angeu, terlihat berjalan sambil membawa botol yang berisi arak. Ia membagikan minuman itu kepada warga yang berkumpul di situ.

Perlu Diingat, Ini Masa Pakai Aman Barang-Barang di Rumah Kita

Hari itu sub suku Dayak Sungkung Jogu menggelar ritual adat naik panca atau ritual untuk memanggil komang tariu (roh para leluhur). Ritual adat ini hanya digelar jika ada sampar atau wabah penyakit dan jika ada peperangan besar. Upacara adat ini upaya menangkal pagebluk virus corona atau Covid-19.

Mereka berharap dengan digelarnya ritual ini, sampar tak mampir ke wilayah mereka. “Ini ritual besar kami untuk tolak bala. Dulu leluhur kami melakukan ini jika ada wabah,” kata Antonius Angeu sebagaimana dikutip dari laman indonesia.go.id, beberapa waktu lalu.

Positif Corona, Nakes Mojolaban Sukoharjo Tertular Kolega di Semarang

Ritual adat menangkal pagebluk ini merupakan anjuran dari dewan adat di Pulau Kalimantan. Ada tujuh rumpun suku Dayak besar dan 405 sub suku yang mendiami Kalimantan.

Tak hanya suku Dayak. Ritual adat menangkal pagebluk juga dilakukan oleh beberapa suku adat di Indonesia. Mereka rata-rata masih menjalankan tradisi leluhurnya sampai saat ini.

Ritual Adat di NTT

Di Kabupaten Sikka, Provinsi Nusa Tenggara Timur, ada ritual Joka Segu Ngawu Re’e. Ritual ini dilakukan di tepi Pantai Wara, Desa Korobhera, Kecamatan Mego, Senin (30/3/2020).

Ritual dilakukan di bibir pantai dekat desa itu. Menghadap ke pantai, ritual ini dipimpin mosalaki (tetua adat) Laki Pu’u Bernandus Kere, 82. Ia didampingi delapan mosalaki lainnya yang duduk bersila di pasir.

Januari-April, 57 Pegawai RSUP dr Kariadi Semarang Positif Covid-19

Sejumlah warga yang turut dalam ritual ini ada yang lesehan, banyak juga yang berdiri. Sebatang bambu dibentuk setengah lingkaran yang menyerupai pintu. Batang bambu itu diikat janur. Janur dan bambu itu juga dipasang sepanjang bibir pantai.

Di hadapan Bernadus ada batu lonjong yang ditegakkan dan tiga buah batu ceper di sekelilingnya. Darah babi dipercikkan di batu-batu itu. Di sekelilingnya diletakkan tembakau yang telah dilinting menggunakan daun koli, sirih pinang, telor, dan beras.

Perusahaan di Jerman Ciptakan Alat Cepat Penemu Vaksin Corona

“Batu-batu ini dinamakan mase atau mahe, tempat diletakkannya persembahan atau sesajen. Mase menjadi pusat pagelaran ritual adat. Tiga mase lainnya sebagai penopang,” kata Robertus Beke salah, seorang mosalaki.

Sambil menatap tajam, mulut Bernadus komat-kamit membaca mantra memanggil arwah leluhur agar hadir dalam ritual yang ditujukan untuk mengusir sampar corona. Lalu ia meletakkan nasi bersama daging ayam dan menuangkan arak di atas mase.

Buang Wabah

Bernadus lalu menancapkan kayu Reo di samping mase dan meletakkan nyiru di kayu itu dengan bagian belakangnya menghadap laut. Dalam kepercayaan mereka, peletakan nyiru itu sebagai simbol penahan agar penyakit tak singgah ke daerahnya.

Tempat ritual ini dinamakan Kuwu Si’e, pembuangan segala jenis wabah penyakit dan segala sesuatu yang jelek. “Kalau ada sesuatu yang dilihat tidak beres, para Mosalaki berkumpul dan bermusyawarah untuk membuat adat untuk menolak bala mengusir penyakit,” kata Blasius Senda, mosalaki lainnya.

Dalam kepercayaan mereka, menurut Blasius, leluhur harus memberi makan dan minum. Kepada leluhurnya itu mereka meminta agar mengantarkan sampar corona ke rumah asalnya.

Si Covid-19 dan Tubuh Kita



Blasius meyakini selain bisa diobati secara medis, corona juga dapat dihalau dengan melantunkan doa kepada Yang Maha Kuasa dengan cara menggelar upacara adat seperti yang mereka lakukan.

Setelah ritual adat menagkal pagebluk digelar, ada dua pantangan yang harus ditaati, yakni dilarang menerima tamu dari luar selama dua hari dan dilarang membuat kegaduhan.

Tradisi di Jawa

wali kota solo gundul virus corona
Wali Kota Solo, FX. Hadi Rudyatmo, dan Kepala BPPKAD Yosca, Herman, setelah menggunduli rambut sebagai ikhtiar mengusir corona. (Solopos/Mariyana Ricky)

Ritual adat menangkal pagebluk juga terlihat di Jawa. Di Solo misalnya sejumlah warga menggelar ritual dengan memasang sesaji gantungan daun alang-alang, dan daun opo-opo, memasak sayur lodeh, hingga cukur gundul.

“Kalau Keraton Yogya tolak bala dengan sayur lodeh, kalau saya dengan ritual memasang godong (daun) alang-alang dan godong opo-opo,” ujar GKR Wandansari, salah satu keluarga Keraton Solo.

Di Kelurahan Gandekan, Jebres, Solo, ritual adat menangkal pagebluk dilakukan dengan memasak dan makan bersama sayur lodeh tujuh rupa. Sayur lodeh tujuh rupa itu terdiri dari kluwih, terung, kulit melinjo, waluh, daun so, tempe, dan cang gleyor.

Tangani Corona, Tenaga Medis Inggris Malah Diminta Tak Pakai APD

Cara lainnya dilakukan Wali Kota Solo F.X. Hadi Rudyatmo yang melakukan cukur gundul bersama jajaran pejabat Pemkot Solo. Rudy meyakini cukur gundul ini sebagai cara menolak bala wabah corona. “Gundul itu kan simbol membersihkan segala sesuatu kotoran,” katanya.

Pakar antropologi yang juga peneliti Pusat Etnografi Komunitas Adat di Yogyakarta, Yando Zakaria, melihat ritual adat menangkal pagebluk corona ini tak lain adalah upaya untuk menjaga keseimbangan.

Ajak Koordinasi Tangani Corona Disebut Cari Sensasi, Rudy: Saya Fokus Daerah Sendiri Saja

Keseimbangan hubungan manusia dengan manusia, manusia dengan lingkungan, dan manusia dengan Sang Pencipta. Itulah cara mereka menangkal sampar. Ikhtiar menangkal wabah yang belum ditemukan obatnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya