SOLOPOS.COM - Rohmad Setiawan, 25 dan Sania Nur Intani, 21, pasangan yang sudah resmi bertunangan di Dusun Mesir, Desa Sirnoboyo, Kecamatan Giriwoyo, Kabupaten Wonogiri, Minggu (20/11/2022). (Istimewa/Rohmad Setiawan)

Solopos.com, WONOGIRI — Warga di Dusun Mesir, Desa Sirnoboyo, Kecamatan Giriwoyo, Kabupaten Wonogiri memiliki tradisi unik saat menjalani prosesi tunangan. Di daerah ini, proses tunangan dilengkapi dengan tradisi surat perjanjian pernikahan.

Lazimnya, saat proses tunangan berisi acara permintaan restu dari pihak laki-laki kepada keluarga pihak perempuan guna melanjutkan hubungan ke jenjang pernikahan. Di Dusun Mesir, Desa Sirnoboyo, Kecamatan Giriwoyo, Kabupaten Wonogiri, masih ditambahi surat perjanjian pernikahan.

Promosi Beli Emas Bonus Mobil, Pegadaian Serahkan Reward Mobil Brio untuk Nasabah Loyal

Kepala Dusun (Kadus) Mesir, Syaian, mengatakan surat perjanjian pernikahan merupakan tradisi yang sudah berlangsung sejak lama. Namun, ia tak mengetahui pasti awal mulanya.

“Sejak saya belum jadi kadus, tradisi itu sudah ada,” ucapnya kepada Solopos.com, Selasa (22/11/2022).

Tujuan diadakannya tradisi surat perjanjian pernikahan ini agar masing-masing pihak yang sudah bertunangan tak menyepelekan arti pernikahan.

Baca Juga: Ada Kisah Percintaan Pangeran dan Putri dalam Tarian Kethek Ogleng Wonogiri

“Pernikahan itu ikatan suci, yang terlibat tidak hanya ada dua orang tapi juga dua keluarga. Jadi tradisi itu hadir agar masing-masing pihak yang mau menikah tidak menyepelekan,” imbuhnya.

Tradisi perjanjian pernikahan juga muncul berdasar pengalaman masa lalu. Syaian mengatakan warga Dusun Mesir pernah ada yang bertunangan tetapi membatalkan. Lantas tradisi perjanjian pernikahan mulai digalakkan.

“Sebenarnya enggak hanya di Dusun Mesir tapi di dusun-dusun lainnya juga ada. Masih satu lingkungan di Desa Sirnoboyo,” ungkapnya.

Kendati demikian, perjanjian pernikahan tak diperuntukkan bagi setiap pasangan yang sudah bertunangan. Tradisi itu hanya diberlakukan bagi pasangan yang baru akan menikah pada enam bulan hingga satu tahun ke depan.

Baca Juga: Mitos Larangan Pengantin Melintasi Gunung Pegat Wonogiri dalam Hukum Islam

“Kalau melewati batas perjanjian yang sudah ditetapkan, pihak yang memilih melewati itu juga dikenai denda. Tapi jika jadwal menikahnya hanya kurang dari enam bulan, perjanjian pernikahan tidak diperlukan,” tutur kadus tersebut.

Tradisi surat perjanjian pernikahan baru saja dialami Rohmad Setiawan, 25, warga Dusun Sambeng, Desa Kulurejo, Kecamatan Nguntoronadi, Minggu (20/11/2022) lalu. Rohmad dan sekitar 20 anggota keluarga di dusunnya datang dari Dusun Sambeng menunangi Sania Nur Intani, 21, perempuan asal Dusun Mesir.

Semula, ia mengaku hanya mempersiapkan mental dan pembicaraan ihwal rencana tunangan dan pernikahan.

“Pas sudah sampai, baru tahu kalau ada perjanjian pernikahan. Yang membacakan suratnya perwakilan warga di sana. Isinya soal batas waktu pernikahan dan denda yang wajib dibayarkan kalau membatalkan pernikahan,” kata Rohmad, Selasa.

Baca Juga: Ewuh Grubyukan, Bagian Tradisi Pernikahan Jawa di Wonogiri

Jika pascatunangan salah satu pihak batal menikah, maka pihak yang membatalkan tersebut wajib membayar denda senilai Rp25 juta. Uang Rp12,5 juta diserahkan ke pihak yang dirugikan, sedangkan Rp12,5 juta sisanya diserahkan ke pemerintah dusun dan masuk sebagai kas dusun. Oleh Rohmad, perjanjian pernikahan itu sebagai hal positif.

“Biar hubungannya tetap dijaga sampai pernikahan. Sebisa mungkin saya enggak bakal mengingkari janji. Jangan sampai gagal menikah karena dendanya juga banyak,” ucapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya