SOLOPOS.COM - Atraksi prajurit Keraton Solo di kompleks Keraton Kasunanan Surakarta, Sabtu (6/11/2021) siang. (Solopos/Ika Yuniati)

Solopos.com, SOLO — Penentuan putra mahkota di Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat menjadi polemik. Pemilihan KGPH Puruboyo sebagai putra mahkota Keraton Solo dinilai tidak biasa.

Ketua Lembaga Dewan Adat (LDA) Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat yang juga adik SISKS Paku Buwono (PB) XIII, yaitu GKR Wandansari atau yang akrab disapa Gusti Moeng mengatakan kepemimpinan di Keraton Solo biasanya mendasarkan kepada wahyu Illahi atau takdir Tuhan.

Promosi Strategi Telkom Jaga Jaringan Demi Layanan Telekomunikasi Prima

Saat ditemui awak media di kantornya, Senin (7/3/2022), Gusti Moeng mengaku mendapat banyak tanggapan dari para Sentana, terkait pengangkatan istri permaisuri PB XIII dan pengangkatan Puruboyo sebagai putra mahkota.

“Ya kalau toh itu tidak dibatalkan, dalam posisi perjalanan suksesi nanti kami harus meluruskan, sebagai lembaga,” ungkap dia.

Baca juga: Gusti Moeng Ungkap KGPH Mangkubumi Tak Diajak Bicara soal Putra Mahkota

Gusti Moeng mengatakan LDA sudah menggelar rapat atau pertemuan membahas dinamika terbaru yang terjadi di Keraton Solo. Dalam pertemuan itu seluruh trah diminta membuat pernyataan sikapnya terkait hal itu. Dalam satu hingga dua hari ke depan seluruh trah tersebut sudah menyampaikan pernyataan sikap mereka. Dia hanya ingin masyarakat memahami paugeran atau adat di Keraton.

“Biar tidak rancu dan masyarakat paham. Yang paling utama, Keraton itu sudah ada landasan hukum sendiri, baik adat atau hukum nasional. Jadi jangan yang tak ada kepentingan melu-melu, atau ikut bicara. Tapi saya percaya masyarakat kita sudah pintar,” ujar dia.

Baca juga: Ziarah ke Makam Para Leluhur di Imogiri, Gusti Moeng Panjatkan Doa Ini Untuk Keraton Solo

Gusti Moeng menjelaskan dirinya berada di posisi masyarakat adat yang sedari awal sudah paham betul tetang adat istiadat atau paugeran keraton. Sebab ketika terjadi suksesi di Keraton Solo pada 2004, mereka rela dan berani pasang badan atas apa yang terjadi saat itu.

“Mereka pada waktu itu pasang badan kalau sampai terjadi apa-apa dalam pengangkatan atau suksesi itu. Kalau upacara terjadi apa-apa, mereka pasang badan. Bahkan waktu itu diancam ada bom, ada sniper, mereka tak gentar. Karena ini adat,” tegas dia.

Baca juga: 18 Tahun Bertakhta, Begini Perjalanan Raja Keraton Solo PB XIII

Adat Istiadat Keraton Solo

Gusti Moeng menyatakan paugeran atau adat istiadat harus senantiasa dipahami dan dipegang teguh. Jika tidak, tatanan atau aturan yang ada di Keraton Solo khususnya dalam hal kepemimpinan akan berantakan.

Morat-marit ke bawahnya sak karepe dewe. Sapa-sapa isa dadi raja,” urai dia.

Baca juga: PB XIII Angkat Purbaya Jadi Putra Mahkota, LDA Keraton Solo Gelar Rapat

Sebagai bagian tak terpisahkan Keraton Kasunanan Surakarta, menurut Moeng seharusnya bisa menjaga adat istiadat tersebut. Apalagi ada hukuman yang sudah diatur ketika melanggar adat keraton. Lamanya masa hukuman tergantung kategori pelanggaran.

“Enggak boleh masuk ke Keraton, kerabat kalau punya kerja juga tidak boleh mengundang. Ini aturan ya, aturan adat Keraton. Lah Kalau pada dilanggar, ya itu sekarang saja ngaku lah begitu. Karena kita dalam posisi, sudah dicap ini aturan kami seperti ini,” terang dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya