SOLOPOS.COM - Paku Buwono (PB) XIII Hangabehi menerima sungkem dari adiknya, Gusti Moeng, dalam pertemuan perdamaian di Keraton Kasunanan Surakarta, Jumat (23/6/2017) malam. (Istimewa)

Solopos.com, SOLO — Raja Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat Paku Buwono atau PB XIII baru saja memperingati ulang tahun kenaikan takhta ke-18. Acara tingalan jumenengan digelar di kompleks Keraton Solo, Minggu (27/2/2022).

Tingalan jumenengan kali ini berbeda karena disertai juga dengan penobatan putra mahkota dan permasuri. Berdasarkan informasi yang dihimpun Solopos.com dari berbagai sumber, Paku Buwono XIII yang lahir pada 28 Juni 1948 bertakhta sejak 10 September 2004.

Promosi Pegadaian Resmikan Masjid Al Hikmah Pekanbaru Wujud Kepedulian Tempat Ibadah

Ia meneruskan kepemimpinan ayahnya, Paku Buwono XII, yang wafat pada 11 Juni 2004. Hingga tutup usia, PB XII tidak menunjuk putra mahkota yang bakal meneruskan takhtanya. PB XII juga diketahui tidak memiliki permaisuri.

Baca Juga: Putra Mahkota Keraton Solo KGPH Puruboyo Ternyata Mahasiswa Undip

Maka ketika PB XII wafat, dua putranya yang berbeda ibu yakni KGPH Hangabehi dan KGPH Tedjowulan saling mengklaim dan berebut takhta. Putra-putri PB XII yang berjumlah 35 orang dari enam orang istri terpecah.

Mengenai jumlah putra dan putri PB XII ini ada perbedaan informasi antara literatur satu dengan lainnya. Laman wikipedia menyebut 35 anak yang terdiri atas 15 putra dan 20 putri. Sedangkan situs https://www.royalark.net/Indonesia/solo menyebut ada 37 anak yang terdiri atas 16 putra dan 21 putri.

Sebagian putra-putri PB XII yang mendukung Tedjowulan menobatkannya sebagai raja Keraton Solo bergelar Paku Buwono XIII pada 31 Agustus 2004. Upacara berlangsung di Sasana Purnama, Badran, Kottabarat, Solo, yang merupakan salah satu rumah milik pengusaha BRAy Mooryati Sudibyo.

Baca Juga: PB XIII Angkat Purbaya Jadi Putra Mahkota, LDA Keraton Solo Gelar Rapat

Keributan

Hal itu bertentangan dengan keputusan rapat Forum Komunikasi Putra-Putri (FKPP) Paku Buwana XII pada 10 Juli 2004 yang menetapkan putra tertua PB XII, yakni KGPH Hangabehi sebagai raja selanjutnya. Rapat juga memutuskan upacara jumenengan atau penobatan pada 10 September 2004.

Sebelum penobatan berlangsung tepatnya awal September, terjadi keributan saat Tedjowulan dan pendukungnya menyerbu dan menobrak pintu Keraton Solo. Akibat penyerbuan itu beberapa orang kerabat Keraton dan abdi dalem mengalami luka-luka.

Tedjowulan dan pengikutnya pun dilaporkan ke polisi atas tudingan perusakan cagar budaya Keraton Solo. Pada akhirnya penobatan KGPH Hangabehi sebagai raja Keraton Solo bergelar Paku Buwono XIII berlangsung sesuai jadwal yakni 10 September 2004.

Baca Juga: Tak Hanya Putra Mahkota, PB XIII Juga Kukuhkan Permaisuri Keraton Solo

Sementara dari luar tembok istana, Tedjowulan yang juga mengklaim gelar Paku Buwono XIII terus melakukan perlawanan. Hal itu berlangsung hampir delapan tahun sebelum akhirnya terjadi rekonsiliasi.

Laman https://www.royalark.net/Indonesia/solo menuliskan pada 25 Mei 2012, Tedjowulan akhirnya mengakui PB XIII Hangabehi sebagai raja yang sah di Keraton Solo. Pengakuan dan rekonsiliasi ini dituangkan hitam di atas putih dan ditandatangani pihak-pihak terkait di Gedung DPR Senayan, Jakarta, pada 4 Juni 2012.

Dalam rekonsiliasi itu KGPH Tedjowulan menyatakan bersedia melepas gelar PB XIII dan selanjutnya mendapat gelar Kanjeng Gusti Pangeran Harya Panembahan Agung (KGPHPA). Tedjowulan juga menghadiri upacara Tingalandalem Jumenengan ke-8 PB XIII pada 15 Juni 2012.

Baca Juga: Wah, Ternyata Ada Peran Wong Suku Kalang dalam Pembangunan Keraton Solo

Pembentukan Lembaga Dewan Adat

Dalam acara itu, Tedjowulan sungkem di hadapan Paku Buwana XIII sebagai bentuk permohonan maaf. Sejak itu, konflik dua raja kembar di Keraton Solo berakhir.

Namun demikian, kedamaian belum sepenuhnya menaungi Keraton Solo. Riak-riak kecil tetap bermunculan sebagai ekses dari konflik tersebut. Sejumlah putra-putri PB XII yang menolak rekonsiliasi mendirikan Lembaga Dewan Adat (LDA) Keraton Solo.

Lembaga itu memberhentikan sang raja dengan alasan selama memerintah, Hangabehi beberapa kali melakukan pelanggaran. Salah satunya yang sempat jadi perhatian adalah raja tersebut tersangkut tindak pelecehan seksual.

Baca Juga: Tingalan Jumenengan PB XIII, Ketua DPD Puji Perjuangan PB VI dan PB X

Lembaga Dewan Adat melarang raja dan pendukungnya memasuki Keraton Solo. Sejumlah pintu masuk raja menuju gedung utama Keraton Solo dikunci dan ditutup dengan pagar pembatas.

Akibatnya, PB XIII Hangabehi yang sudah bersatu dengan Tedjowulan tak bisa bertakhta di Sasana Sewaka Keraton Solo. Pada 2017, pemerintahan Presiden Jokowi berupaya menyelesaikan konflik ini dengan mengutus anggota Watimpres saat itu, Jenderal Purn Subagyo HS.

Namun, upaya ini gagal. PB XIII yang didukung Tedjowulan tetap berseteru dengan Lembaga Dewan Adat Keraton Solo. Sekitar waktu yang sama konflik di Keraton Solo memanas dengan pengurungan putri PB XIII Hangabehi, GKR Timoer Rumbai, di dalam Keputren Keraton Solo pada April 2017.

Baca Juga: Kisah Putri Yang Terkurung Jilid II Kelar, GKR Timoer Ingin Keraton Solo Lebih Terbuka



Putri yang Terkurung

Pengurungan terjadi sekitar sebulan setelah GKR Timoer menggugat sang ayah, PB XIII Hangabehi, ke pengadilan atas tindakan melawan hukum. Hampir empat tahun kemudian, tepatnya Februari 2021, terjadi kisah putri yang terkurung jilid II terhadap GKR Timoer Rumbai.

Timoer bersama beberapa abdi dalem dan putri PB XII, GKR Wandansari Koes Moertiyah atau Gusti Moeng harus bertahan hidup selama dua hari tanpa listrik dan hanya makan seadanya. Kerabat Keraton Solo yang hendak mengirim makanan pun tak bisa lantaran terkunci di luar pagar.

Baca Juga: Pengurungan Putri dan Adik Raja Solo: Beda Versi GKR Timoer dan Kubu PB XIII

Kini, setahun kemudian, tepatnya pada 27 Februari 2022, PB XIII menobatkan putranya KGPH Puruboyo sebagai putra mahkota yang kelak akan menggantikan dirinya sebagai raja. Pangeran Puruboyo yang berusia 20 tahun memiliki seorang kakak laki-laki yakni KGPH Mangkubumi. Lima saudara lainnya semua perempuan.

Pada momen yang sama, PB XIII juga menetapkan istrinya, Asih Winarni, yang juga ibu dari KGPH Puruboyo, sebagai permaisuri dengan gelar GKR Paku Buwono XIII. Mengenai hal ini, Lembaga Dewan Adat (LDA) Keraton Solo menyatakan masih melakukan kajian berdasarkan aturan yang berlaku di Keraton Solo.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya