SOLOPOS.COM - Petani hidroponik asal Kota Solo, William Perdana Santoso merapikan instalasi hidroponik miliknya di Vale Farm Hidorponik, Gondangrejo, Karanganyar, pada Selasa (31/1/2023). (Solopos.com/Galih Aprilia Wibowo).

Solopos.com, SOLO — Keputusan untuk resign dari tempat kerjanya sebagai baker di sebuah toko roti pada 2019 jadi pilihan tepat bagi William Perdana Santoso. Setelah resign, pemuda asal Solo itu menekuni pertanian hidroponik yang membuatnya banjir cuan.

Kini, pertanian hidroponik itu menjadi mata pencaharian utama dari William yang kini berusia 25 tahun. Ketertarikan Wiliam terhadap bidang pertanian sudah bersemi sebelum ia memutuskan untuk resign. Makin sempitnya lahan pertanian di Kota Solo tidak sedikitpun menggoyahkan niatnya untuk bertani.

Promosi Telkom Apresiasi Wahyu, Warrior Telkom Akses yang Viral karena Bantu Petani

Untuk menyiasati lahan yang terbatas, Wiliam sengaja menerapkan sistem pertanian urban farming. Dengan sistem ini, ia tidak butuh lahan yang luas. Ia sengaja mengembangkan pertanian dengan sistem hidroponik yang tidak butuh lahan yang luas seperti pertanian konvensional.

William mulai mengembangkan pertanian hidroponik dengan sistem rakit apung di lahan depan rumahnya di Kecamatan Jebres, Solo. Awalnya ia hanya menggunakan styrofoam berukuran 1,2 x 2 meter. Dari hasil uji coba pertamanya, ia berhasil memanen sembilan kilogram kangkung.

Melihat potensinya yang besar, William kemudian mengembangkan pertanian dengan sistem hidroponik dengan cara membeli lagi styrofoam di lahan seluas 35 meter persegi dengan 400 lubang seabagai media tanam. Dari sana, ia kemudian memutuskan resign dari pekerjannya sebagai baker di sebuah toko roti. Ia mulai fokus menekuni pertanian hidroponik yang kemudian menjadi mata pencahariannya sejak 2019.

Pada tahun pertama, ia mendapatkan relasi dan pengetahuan lebih lanjut dengan bergabung di Komunitas Hidroponik Soloraya. Sebelumnya, ia hanya mengandalkan Youtube sebagai mentornya dalam merintis kebun hidroponik Vale Farm Hidroponik miliknya.

Melalui komunitas itu, ia mempertimbangkan target pasar yang lebih luas. Pasalnya, sejumlah relasinya sesama petani hidroponik mengaku kewalahan memenuhi pesanan dari pelanggan.

Untuk mewujudkan mimpinya itu, ia kemudian membangun instalasi hidroponik di lahan terbengkalai milik saudaranya di Gondangrejo, Karanganyar, pada 2020, tepatnya tahun di mana pandemi Covid-19 mulai menghantam Indonesia.

Instalasi hidroponik itu dibuat menggunakan bahan PVC dan baja dengan total 4.000 lubang tanam. Instalasi hidroponik itu ia bangun dengan modalnya sendiri dan modal dari investor. Jadilah kemudian sebuah kebun dan greenhouse dengan modal Rp50 juta.

Ia berhasil menggaet investor untuk menanamkan modal kepada dirinya berkat konten edukasi pertanian yang rutin ia unggah di Instagram, Youtube, dan TikTok. Wiliam mengaku bersyukur kini bisa lebih menikmati pekerjaannya sebagai petani hidroponik. “Kalau dibandingkan dengan [kerja sebagai] karyawan yang kehidupannya stuck di situ, enggak ada kehidupan di sana, pulang kerja masih mikir kerjaan dan mimpi masih tentang kerja. Lebih nyaman seperti ini, bertani, pagi bisa di kebun, siang istirahat, sore hingga malam bisa mencari pendapatan lain, waktunya lebih fleksibel,” ujar William Saat ditemui Solopos.com, di kebun hidroponik miliknya di Gondangrejo, Karanganyar, Selasa (31//1/2023).

Dalam sebulan, Wiliam mampu memanen 400 kilogram sayurannya yang meliputi pakcoy, selada, dan kangkung. Dengan harga packoy 15.000/kg dan selada Rp20.000/kg, dan untuk seikat kangkung dibanderol dengan harga Rp5.000/ikat cukup membuatnya banjir cuan. Biasanya ia rutin memasok pengusaha kuliner, misalnya usaha kebab, burger, salad, dan lain-lain.

Sukses yang ia raih saat ini bukan hal yang instan. Ia sendiri seringkali mengalami gagal panen karena sistem hidroponik miliknya mengharuskan aliran air tak boleh mati. Sempat satu kebun gagal panen karena listrik padam selama empat jam.

Ia menilai pertanian dengan sistem hidroponik lebih menguntungkan karena bisa dilakukan di lahan yang sempit, dan relatif bisa dikerjakan sendiri bahkan untuk skala produksi.

William saat ini memakai sistem hidroponik nutrient film technique (NFT) karena pertumbuhan lebih cepat, karena supply oksigen dan nutrisi dari pupuk di air terus mengalir. Daripada sistem hidroponik lainnya, hanya pengairan tersebut tidak boleh berhenti.

Berbeda dengan sistem hidroponik deep flow technique (DFT) dengan air mengenang dan menggunakan pipa, namun dengan sistem ini lebih riskan terhadap jamur.

Untuk sistem NFT sendiri aliran air harus sebanyak dengan lubang tanam. Untuk kebun miliknya yang mempunyai 4.000 lubang, seharusnya membutuhkan 4.000 liter air. Namun ia memilih untuk mengisi bak air miliknya dengan 6.000 liter air yang berasal dari sumur dalam.

Berkah kiprahnya di bidang pertanian hidroponik, Wiliam didapuk sebagai Ketua Himpunan Petani Muda Milenial (HPMAI) Solo. Sebagai Ketua HPMAI, ia terus mengampanyekan sistem pertanian hidroponik kepada masyarakat. Pasalnya, sistem pertanian ini memiliki prospek yang cerah. Apalagi, pertanian hidroponik merupakan solusi bagi warga Solo yang ingin menyalurkan hobi bercocok tanam.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya