SOLOPOS.COM - Ki Dalang Joko Senden memainkan wayang kulit dengan lakon Baladesa Tandhang dalam aksi virtual budaya Sports yang dilakukan para seniman dan pekerja seni yang tergabung dalam Komunitas Soprts di Punden Pasar Tambak, Sribit, Sidoharjo, Sragen, Jateng, Jumat (9/10/2020) malam. (Solopos.com-Joko Senden)

Solopos.com, SRAGEN — Ki Dalang Joko Senden menggelar seni pertunjukan wayang kulit dengan lakon Baladesa Tandhang, Jumat (9/10/2020) malam. Pergelaran itu adalah aksi virtual budaya yang dilakukan para seniman dan pekerja seni yang tergabung dalam Komunitas Sports di Punden Pasar Tambak, Sribit, Sidoharjo, Sragen, Jateng.

Sebanyak 50 orang seniman dan pekerja seni yang tergabung dalam Solidaritas Seniman dan Pekerja Seni Sor Tarub Sragen (Sports) menggelar aksi virtual budaya Sports itu. Aksi berupa pertunjukan wayang kulit berdurasi dua jam itu digelar sebagai protes atas kebjiakan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sragen yang melarang adanya hajatan dan pentas budaya.

Promosi Pegadaian Buka Lowongan Pekerjaan Khusus IT, Cek Kualifikasinya

Bikin Baper, Pria Malaysia Ini Batalkan Semua Kerja karena Sahabat Stroke

Aksi itu disiarkan langsung atau live melalui Youtube. Aksi tersebut dihadiri legislator Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Sragen Fathurrohman. Pergelaran wayang kulit minimalis itu menghadirkan dalang Ki Joko Senden. Wayangan itu hanya berlangsung dua jam dengan satu sinden dan tujuh orang penabuh gamelan atau wiyaga.

“Aksi itu sebagai bentuk kegelisahan kami atas habis seniman dan para pekerja seni sor tarub [hajatan] yang selama masa pandemi Covid-19 seolah dipaksa menganggur tanpa solusi. Semalam dihadiri seluruh selemen pekerja sor tarub. Jumalhnya ada 50 orang,” kata Joko Senden saat dihubungi Solopos.com, Sabtu (10/10/2020).

Baladewa Tandhan

Pergelaran wayang kulit itu mengambil lakon Baladewa Tandhan. Joko menerangkan inti ceritanya adalah tuntutan kebijaksanaan dari para pemangku kebijakan untuk para pekerja sor tarub agar bisa bekerja kembali dengan mengikuti protokol kesehatan.

Joko berharap susunan kebijakan yang bersifat solutif dalam menghadapi pandemi Covid-19 bukan pelarangan yang akhirnya menyebabkan nasib pekerja seni sor tarub menjadi tidak jelas. Dalam kisah wayang itu, pemerintah disimbolkan dengan pemerintahan Kerajaan Indraprasta atau Amarta milik Pandawa sedangkan para pekerja seni dan seniman yang merupakan pengejawantahan rakyat kecil disimbolkan dengan karakter punakawan.

Peneliti China Sebut Radiasi Bulan 200 Kali Bumi, Apa Manfaatnya?

“Kami mengambil lokasi di alam terbuka tanpa atap pelindung, yakni di punden Pasar Tambak Sribit. Pentasnya menggunakan pentas zaman tahun 1990-an, yakni wayangan ringkes dengan satu sinden dan tujuh niyaga,” ujarnya.

Pentas di alam terbuka itu tentu ada makna tersendiri. Joko menjelaskan filosofi wayangan semalam yang tanpa atap itu mengandung pesan bahwa para seniman dan pekerja seni Sragen belum mendapatkan perlindungan atau payung keadilan dari pemerintah atas kondisi mereka. Joko menyontohkan imbas atas kebijakan pemerintah itu mengakibatkan job-job seniman dan pekerja seni dibatalkan karena izin keramaian ditiadakan. “Hal itu tentu berdampak terhadap ekonomi kami,” katanya.

KLIK dan LIKE untuk lebih banyak berita Solopos

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya