SOLOPOS.COM - Replika Prasasti Upit dipajang di kawasan taman belakang kantor Desa Kahuman, Kecamatan Ngawen. Foto diambil Sabtu (12/11/2022). (Solopos.com/Taufiq Sidik Prakoso)

Solopos.com, KLATEN — Ngupit merupakan kawasan yang kerap merujuk di wilayah Desa Kahuman dan Desa Ngawen, Kecamatan Ngawen. Meski nama itu cukup dikenal di Klaten, saat ini tak ada desa atau pun dukuh yang secara administrasi bernama Ngupit.

Nama Ngupit erat hubungannya dengan masa lalu di kawasan itu. Permukiman di wilayah Ngupit diyakini sudah ada sejak masa Mataram Kuno. Hal itu dibuktikan dengan penemuan prasasti Upit atau Yupit.

Promosi Lebaran Zaman Now, Saatnya Bagi-bagi THR Emas dari Pegadaian

Ada dua prasasti yang ditemukan dan diberi nama Prasasti Upit I dan Prasasti Upit II. Kedua prasasti itu dituliskan pada permukaan batu berbentuk lingga.

Prasasti Upit I ditemukan di halaman masjid Dukuh Sogaten, Desa/Kecamatan Ngawen pada 1989. Prasasti Upit II ditemukan ditemukan di Dukuh Sorowaden, Desa Kahuman, Kecamatan Ngawen.

Supraptiningsih dalam makalah berjudul Tinjauan Ulang Prasasti Yupit tahun 1994 menuliskan prasasti Upit I memiliki tinggi keseluruhan 72 sentimter dengan tinggi bagian bawah/kaki 27 sentimeter, lebar dan panjang kaki 25 sentimeter, tinggi badan atas/silinder 45 sentimeter dan bagian atas 25 sentimeter.

Baca Juga: Lokasi Temuan Harta Karun Emas di Wonoboyo Klaten Ternyata bakal Diterjang Tol

Prasasti Upit II memiliki tinggi keseluruhan 85 sentimeter, tinggi bagian bawah/kaki 48,5 sentimeter, lebar dan panjang kaki 25 sentimeter, tinggi bagian/silinder atas 36,5 sentimeter, bagian atas 25 sentimeter.

Pada kedua prasasti itu terdapat tulisan menggunakan aksara Jawa Kuno. Tulisan pada prasasti itu yakni Swasti çakawarsätita 788 kärtika pañcadaçi krsnapaksa wurukun kaliwuan soma tatkäla rake halaran manusuk sima iy-upit. Terjemahannya Selamat, Tahun Caka telah lewat 788, (pada) bulan Kartika, (tanggal) 15 krsnapaksa (paro gelap), (hari) Senin kliwon, wurukun. Ketika Rakai Halaran menetapkan sima di Upit.

Sukarto K. Atmodjo dalam penjelasan makalah berjudul The Pillar Inscription of Upit memperkirakan Upit ditetapkan sebagai sima atau wilayah yang dibebaskan dari pajak pada 11 November 866 Masehi. Hal itu berdasarkan penjelasan dari isi prasasti.

“Dari tabel yang diterbitkan oleh Damais (1953: 255) menunjukkan tahun 866 Masehi. Siklus wuku 210 hari dimulai pada 21 Juli, sedangkan bulan Kartika jatuh pada Oktober-November. Tanggal yang tertera dalam prasasti, 15 krsnapaksa dari Kartika 788 Caka adalah setara dengan 11 November 866 M, karena 1 Kartika 788 = 13 Oktober 866,” tulis Sukarto.

Baca Juga: Jalan Terjal Bikin Replika Masterpiece Bokor Emas Kuno di Situs Wonoboyo Klaten

Menilik dari penjelasan tersebut, wilayah yang dikenal sebagai Upit atau Yupit atau Ngupit beberapa hari yang lalu tepat berumur 1.156 tahun.

Kadus I Desa Kahuman, Kecamatan Ngawen, Ridwan, mengatakan selama ini wilayah yang kerap dikenal dengan nama Ngupit, yakni seputaran wilayah di Desa Kahuman dan Desa Ngawen. Meski secara administrasi di tata pemerintahan saat ini tak ada nama Ngupit, namun nama itu sudah dikenal bahkan lebih dikenal nama Ngupit ketimbang nama desa.

“Secara administrasi sejak dulu setahu saya tidak tertulis nama [kampung atau desa] Ngupit,” kata Ridwan saat berbincang dengan Solopos.com, Senin (14/11/2022).

Terkait Prasasti Upit yang pernah ditemukan di wilayah Kahuman, Ridwan mengatakan prasasti itu ditemuikan mantan Sekdes Kahuman pada 1980-an. Lantaran menyangka prasasti itu hanya batu biasa, penemu sempat menggunakan prasasti tersebut sebagai landasan padasan untuk wudu.

Baca Juga: Temuan Baru! Ada Batuan Diduga Struktur Candi di Soropaten Klaten

Hingga sejumlah peneliti menemukan prasasti itu. Prasasti Upit kemudian disimpan di Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB).

Pemerintah Desa (Pemdes) Kahuman beberapa tahun lalu kemudian membikin replika Prasasti Upit. Replika itu ditempatkan pada taman sisi selatan kantor desa.

Selain membuat replika, belakangan Desa Kahuman menggelar peringatan Hari Jadi Ngupit yang digelar saban November. Seperti peringatan yang digelar tahun ini dengan mengadakan sejumlah lomba seperti loma TPA, gantangan burung, tenis meja, serta kegiatan sosial seperti donor darah, hingga kegiatan lainnya berupa pengajian dan jalan sehat.

“Harapan kami ke depan dengan ulang tahun Ngupit ini Kahuman akan dikenal lebih luas,” kata Ridwan.

Baca Juga: Ada Batu Keramat di Alun-Alun Klaten, Dulu Kerap Jadi Tempat Meletakkan Sesaji

Humas Komunitas Pelestari Cagar Budaya (KPCB) Klaten, Hari Wahyudi, mengatakan Ngupit disebutkan dalam prasasti yang dikeluarkan oleh Rakai Halaran. Dalam Prasasti itu disebutkan Rakai Halaran menetapkan Upit sebagai sima.

“Rakai Halaran itu pejabat wilayah setingkat watak. Kalau zaman sekarang itu kecamatan. Tetapi wilayahnya lebih luas dari tingkat kecamatan saat ini. Rakai Halaran itu seorang pejabat wilayah setingkat watak pada masa Mataram Kuno ketika masa raja Sri Maharaja Rakai Kayuwangi Dyah Lokapala,” kata dia.

Ngupit diyakini bukan sebagai wilayah yang paling tua di Klaten. Tak jauh dari wilayah yang kerap disebut Ngupit, pernah ditemukan prasasti batu di Dukuh Mao, Desa Jambeyan, Kecamatan Karanganom.



“Prasasti Mao itu dikeluarkan pada 826 Masehi [40 tahun lebih tua dari Prasasti Upit]. Isinya juga soal sima. Isi dalam prasasti lebih lengkap. Ada ukuran luas tanahnya,” kata Hari.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya