Solopos.com, SEMARANG — Akhir hayat pengusaha terkaya se-Asia Tengggara asal Semarang, Jawa Tengah, pada zaman kolonial Belanda, Oei Tiong Ham (OTH), menyimpan misteri. Dilansir dari laman pemerintah Singapura, eresources.nlb.gov.sg, Kamis (27/1/2022), pria yang dijuluki sebagai Raja Gula Asia itu meninggal dunia pada 1924 dalam usia 59 tahun di Singapura.
Salah satu putrinya, Oei Hui-lan menduga bahwa sang ayah meninggal akibat diracun. karena diracuni. Jenazahnya dibawa pulang kembali ke tanah kelahirannya, yakni di Semarang, Jawa Tengah dan dimakamkan dekat dengan kuburan ayahnya, Oei Tjie Sien. Dia meninggalkan 26 anak yang lahir dari kedelapan istrinya. Namun dari sekian anaknya itu, hanya dua putranya yang mendapat warisan, yakni Oei Tjong Swan dan Oei Tjong Hauw.
Promosi Usaha Endog Lewo Garut Sukses Dongkrak Produksi Berkat BRI KlasterkuHidupku
Baca juga: Ini Hlo Isi Brankas Milik Pengusaha Terkaya Asia di Semarang
Sementara itu, dilansir dari berbagai sumber, OTH yang juga dikenal sebagai bandar candu ini dimakamkan secara tidak lazim. Ketidaklazimannya itu di antaranya adalah posisi jenazah almarhum yang dibuat duduk di sebuah kursi, tidak berbaring seperti menguburkan jenazah pada lazimnya.
Selain itu, lokasi kuburan sang konglomerat juga dirahasiakan dan bahkan nama OTH tidak ditulis di batu nisan. Hal ini dikarenakan ada kekhawatiran jika makamnya akan dibobol oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab, sebagaimana dalam tradisi pemakaman Tionghoa, harta benda miliki almarhum/almarhumah, seperti perhiasan dan barang-barang pribadi lainnya akan dikuburkan bersama-sama dengan jenazah dalam satu peti.
Baca juga: Istana Gergaji, Warisan Pengusaha Terkaya Asia di Semarang
Runtuhnya Kerajaan Bisnis Oei Tiong Ham
Selain akhir hidupnya yang cukup misterius, kerajaan bisnisnya juga mengalami akhir tragis. Setelah OTH meninggal, gurita bisnis Oei Tiong Ham Concern (OTHC) dipegang Oei Tjong Hawu (Disingkat: Hauw) yang merupakan salah satu putra OTH yang menerima hak waris kekayaan. Dalam perjalanannya, Hauw berhasil membawa OTHC melewati masa-masa sulit. Saat itu terjadi Perang Dunia I pada periode 1920-1930, masa kependudukan Jepang dan perang Kemerdekaan (1945-1949).
Selama menjalankan roda bisnis mendiang ayahnya, Hauw tidak hanya berkutat di dunia bisnis saja. Sama seperti mendiang ayahnya, Hauw juga terlibat dalam dunia politik di mana dia tercatat sebagai anggota Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) sekaligus menjadi satu-satunya perwakilan etnis Tionghoa.
Baca juga: Megah, Ini Potret Istana Pengusaha Terkaya Asia di Semarang
Kegiatan di bidang politik membuatnya memiliki relasi cukup banyak dari berbagai kalangan, termasuk para politikus Indonesia. Namun baru sebentar OTHC memasuki masa ‘tenang’, yaitu periode tahun 1950an, Hauw mendadak meninggal dunia karena serangan jantung.
Meninggalnya Hauw ini merupakan awal dari kemunduran OTHC sebagai sebuah institusi bisnis. Sampai akhirnya kerajaan bisnis pengusaha terkaya Asia ini tamat pada 1964. Hal ini terjadi karena tidak ada penerus dari keluarga yang memiliki akses dan relasi bisnis seperti mendiang Hauw lantaran sebagian anggota keluarga OTH tidak berdomisili di Indionesia
Saat itu, seluruh aset Oei Tiong Ham Concern disita oleh pemerintah Indonesia lewat vonis yang diputuskan oleh Pengadilan Ekonomi Semarang dengan tuduhan pelanggaran peraturan valuta asing dan penggelapan pajak. Proses pengadilan ini berlangsung selama tiga tahun, dari 1961-1964 hingga diputuskan seluruh aset OTHC disita oleh pemerintah.
Baca juga: Harta Warisan Pengusaha Terkaya Asia Asal Semarang Jadi Sengketa
Pemerintah Indonesia saat itu membentuk PT Perusahaan Perkembangan Ekonomi Indonesia Nasional Rajawali Nusantara untuk mengelola seluruh aset yang sebelumnya dimiliki oleh OTHC. Saat ini, badan yang dibentuk oleh pemenrintah dengan nama pendek PT Rajawali Nusindo itu berstatus sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Dikutip dari Bisnis.com, salah satu aset peninggalan OTH yang disita oleh pemerintah Indonesia adalah gedung cagar budaya di Semarang yang kini ditempati OJK Jateng-DIY, tepatnya di Jalan Kyai Saleh No 12-14 Kota Semarang. Pada pertengahan 2020 silam, gedung cagar budaya tersebut sempat roboh saat sedang proses renovasi.Robohnya gedung OJK Jateng-DIY ini ada pada bagian depan dari gedung utama. Runtuhnya gedung OJK Jateng-DIY ini tidak menimbulkan korban jiwa karena staff dan pegawai di dalamnya sudah diungsikan.
Kepala OJK Jateng-DIY, Aman Santosa mengatakan bahwa bagian yang roboh itu memang akan dirobohkan untuk diperbaiki namun ternyata sebelum dirobohkan sudah roboh sendiri oleh alam.