SOLOPOS.COM - Sungadi, 21, saat membantu tetangganya yang membangun rumah di Dukuh Jurang, Desa Sono, Mondokan, Sragen, Kamis (19/9/2019). (Solopos/Moh. Khodiq Duhri)

Solopos.com, SRAGEN — Dinas Kesehatan Kabupaten (DKK) Sragen menyatakan segera turun tangan langsung memeriksa Sungadi, 21, penderita obesitas asal Dukuh Karang, Desa Sono, Mondokan, Sragen.

DKK khawatir dengan kondisi kesehatan Sungadi yang berbobot 140 kg. Orang yang mengalami obesitas rawan dihinggapi berbagai macam penyakit berbahaya.

Promosi Pegadaian Resmikan Masjid Al Hikmah Pekanbaru Wujud Kepedulian Tempat Ibadah

Pemantauan terhadap Sungadi sebenarnya sudah dilakukan oleh bidan desa setempat. Namun, bidan desa kesulitan membujuk Sungadi agar menjalani program diet.

Kepala DKK Sragen, Hargiyanto, mengatakan suksesnya program diet membutuhkan dukungan tiga pihak yakni keluarga, lingkungan, dan Sungadi sendiri. Salah satu faktor yang paling menentukan keberhasilan diet, kata Hargiyanto, adalah dorongan atau motivasi dari diri sendiri.

“Mengajak orang diet itu tidak gampang. Kalau tidak ada keinginan dari diri sendiri ya susah. Keluarga juga harus terlibat dalam menjaga pola makan. Warga di lingkungan sekitar juga harus bisa diajak kerja sama. Kalau dia minta makan saat kelaparan, ya jangan dikasih makan karena dia sedang dalam program diet,” ujar Hargiyanto kepada Solopos.com, Minggu (22/9/2019).

Melalui bidan desa dan puskesmas setempat, kata Hargiyanto, DKK Sragen terus memantau kondisi kesehatan Sungadi. Beberapa penyakit yang patut diwaspadai antara lain jantung, darah tinggi, dan diabetes.

“Obesitas itu cukup rentan dengan penyakit metabolik seperti jantung, darah tinggi, dan diabetes. Itu masuk kategori risti [risiko tinggi],” papar Hargiyanto.

Dalam waktu dekat, DKK akan menggelar pemeriksaan hormonal terhadap Sungadi. Pemeriksaan hormonal bertujuan mengetahui perkembangan hormon pertumbuhan dan hormon tiroid Sungadi.

Takut Jarum Suntik

Pemeriksaan kesehatan itu selama ini terkendala sikap Sungadi yang kurang kooperatif. Sungadi amat takut dengan jarum suntik sehingga petugas kesulitan untuk mengambil sampel darahnya.

Saat petugas ingin mengambil sampel darahnya, Sungadi malah lari terbirit-birit. Ketakutan akan jarum suntik itu juga diakui ayah Sungadi, Suwarno, 59.

Menurutnya, anak kelimanya tersebut memang paranoid terhadap jarum suntik. “Dia itu sama seperti bapaknya. Kalau sedang sakit saya juga tidak mau disuntik. Tidak minum obat apa-apa, nanti juga sembuh sendiri,” jelas Suwarno.

Suwarno mengakui bobot anaknya terus naik seiring bertambahnya usia. Pada 2014 lalu, anaknya baru berbobot 116 kg. Terakhir, tim dari puskesmas setempat menimbang berat badan Sungadi mencapai 135 kg.

“Karena bobotnya itu anak saya pernah membuat septic tank di belakang rumah ambrol saat dia mau buang air besar. Untuk menolongnya, saya mengulurkan batang bambu. Dia lalu naik sendiri lewat bantuan bambu itu. Setelah itu saya memperkuat beton septic tank dengan menambahkan kerangka besinya,” kenang Suwarno.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya