SOLOPOS.COM - Suasana Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat (Keraton Solo) di Kelurahan Baluwarti, Kecamatan Pasar Kliwon, Solo, Minggu (20/6/2021) siang. (Solopos.com/Wahyu Prakoso)

Solopos.com, SOLO — Bagaimana cerita sejarah alasan nama Sala berubah jadi Solo, salah satu kota yang ada di Jawa Tengah?

Pada masa Paku Buwono II, Kerajaan Mataram Islam melakukan perlawanan terhadap Belanda. Dari perlawanan itu, Kartasura diduduki oleh Belanda. Kondisi ini membuat Paku Buwono II mencari tempat yang lebih menguntungkan untuk membangun kembali kerajaannya.

Promosi Pegadaian Resmikan Masjid Al Hikmah Pekanbaru Wujud Kepedulian Tempat Ibadah

Pada tahun 1745, kerajaan di Kartasura ini dibongkar dan diangkut dalam sebuah prosesi ke Surakarta, di tepi Sungai Bengawan Solo, tepatnya ke Desa Sala.

Lalu, kenapa Desa Sala berubah nama menjadi Kota Solo?

Baca Juga:  Kata-kata Ucapan Hari Kebangkitan Nasional yang Diperingati 20 Mei

Diberitakan Solopos.com sebelumnya dari situs resmi Dinas Pariwisata Kota Solo, dalam sejarah Kota Solo, hal ini hanya dikarenakan salah penyebutan oleh orang-orang Eropa. Pada masa itu, orang-orang Belanda sulit untuk menyebutan nama Sala, menggunakan huruf “a”. Sehingga, berubah lafal menjadi “o” dan dibaca Solo.

“Sala itu sebuah desa yang ditempati untuk Keraton Surakarta Hadiningrat dengan penguasanya Pakubuwana. Apa bedanya Sala dengan Surakarta? Kalau Surakarta adalah nama kerajaan sama dengan Keraton Kartasura setelah pindah ke Desa Sala,” ujar Guru Besar Ilmu Sejarah Universitas Sebelas Maret (UNS Solo), Prof Warto.

Baca Juga: Apakah Hepatitis Akut Misterius pada Anak Bisa Menular di Kolam Renang?

Sedangkan, nama Solo atau Sala adalah penyebutan populer atau yang umum di masyarakat. Selain itu, Surakarta juga digunakan sebagai nama eks karesidenan yang terdiri dari tujuh wilayah di Soloraya, yakni Boyolali, Sragen, Wonogiri, Klaten, Karanganyar, Solo, dan Sukoharjo.

Sebagai informasi, setelah pindah ke Desa Sala, kerajaan Mataram menghadapi perlawanan hebat dari Raden Mas Said dan Pangeran Mangkubumi. Perlawanan Mangkubumi berhenti setelah muncul kesepakatan dalam bentuk Perjanjian Giyanti pada 13 Februari 1755.

Baca Juga:  Siapa Saja Sih Artis Lulusan SMAN 7 Solo?

Dalam perjanjian tersebut menghasilkan keputusan penting berupa, pembagian Kerajaan Mataram menjadi dua, yaitu Kasunanan Surakarta Hadiningrat dan Kasultanan Yogyakarta Hadiningrat. Dengan adanya perjanjian tersebut, kerajaan Mataram berakhir.

Baca Juga:  Tak Boleh di Jalanan, Kereta Kelinci Hanya Beroperasi di Objek Wisata

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya