SOLOPOS.COM - Eceng gondok memenuhi alur kali mati di wilayah Desa Sidowarno, Kecamatan Wonosari, Minggu (3/10/2021). Alur sungai itu sebelumnya menjadi alur utama Sungai Bengawan Solo sebelum dibuat alur sungai yang baru. (Solopos.com/Taufiq Sidik Prakoso)

Solopos.com, KLATEN–Alur sungai dipenuhi eceng gondok hampir mengelilingi seluruh wilayah Dukuh Butuh, Desa Sidowarno, Kecamatan Wonosari. Oleh warga setempat, alur sungai itu mereka sebut dengan nama kali mati.

Nama itu diberikan tak lain lantaran alur sungai itu tak lagi diaktifkan atau difungsikan sebagai alur sungai. Sebelumnya, kali mati merupakan bagian dari alur Sungai Bengawan Solo. Namun, sekitar 29 tahun terakhir alur sungai yang berkelok-kelok di wilayah Dukuh Butuh tak lagi difungsikan setelah air dari wilayah hulu Sungai Bengawan Solo dilewatkan pada alur baru di sisi lain Desa Sidowarno.

Promosi Pegadaian Resmikan Masjid Al Hikmah Pekanbaru Wujud Kepedulian Tempat Ibadah

Sejumlah warga menceritakan proyek pembuatan alur sungai itu dilakukan sekitar 1991 dan alur sungai mulai dialihkan sekitar 1992. Pengalihan alur sungai itu disebut-sebut menyelamatkan warga yang tinggal di perkampungan Dukuh Butuh.

Baca Juga: Excelsa, Kopi Warisan Belanda Jadi Kekuatan Wisata Banyuanyar Boyolali

Sebelum alur sungai dialihkan, Butuh menjadi langganan banjir saat musim hujan tiba. Tak hanya itu, ketika ingin menuju ke wilayah lain, warga harus menumpang perahu untuk mempersingkat waktu.

Salah satu warga Dukuh Butuh, Joyo, 71, menceritakan kali mati selebar 70-80 meter dan mengelilingi wilayah Butuh sekitar 7 km. Kali itu sekaligus menjadi batas wilayah antara Klaten dengan Sukoharjo.

“Proyek membangun alur sungai baru itu pada zaman Pak Harto [Presiden Soeharto]. Sungai dibedah dan alirannya dipindah sehingga yang ada di sini menjadi kali mati,” kata Joyo saat ditemui Solopos.com di rumahnya di tepi kali mati, Minggu (3/10/2021).

Baca Juga: Nikmatnya Excelsa, Kopi Aroma Nangka Khas Banyuanyar Ampel Boyolali

Joyo menceritakan sebelum alur sungai dialihkan perkampungan di Butuh kebanjiran saat musim hujan. Tak terkecuali rumah yang kini ditempati Joyo. “Dulu kalau musim penghujan pasti banjir. Air dari sungai masuk ke perkarangan. Sejak alur sungai dialihkan, sama sekali tidak ada banjir,” kata dia.

Joyo juga menceritakan saat kali mati masih difungsikan sebagai alur sungai utama dan aliran air masih deras, warga kerap menyeberang menggunakan perahu untuk keluar kampung terutama saat musim hujan.

Hal itu mereka lakukan untuk memangkas waktu tempuh ketimbang melintasi jalur darat. Joyo pun kerap menjadi sopir perahu dengan bayaran Rp25 per penumpang. “Kalau musim hujan setiap saat pasti ada orang yang menyeberang. Ketika pemilik perahu pulang, siapa saja boleh mengoperasikan. Saya sendiri pernah nyetang [mengoperasikan] perahu,” ungkap dia.

Baca Juga: Petani Pengguna Irigasi Colo Barat Siapkan Dana untuk Sedot Air

 

Potensi Wisata

Setelah menjadi kali mati, Joyo menuturkan warga mulai membangun jembatan. Butuh perjuangan panjang hingga warga kini memiliki tiga jembatan yang menjadi akses penghubung Dukuh Butuh dengan perkampungan lainnya terutama di wilayah Kabupaten Sukoharjo.

Meski tak lagi menjadi alur utama Sungai Bengawan Solo, kali mati masih dipenuhi air. Air itu berasal dari air hujan serta air dari persawahan yang mengalir ke kali mati. Eceng gondok memenuhi alur kali mati yang juga dipenuhi dengan ikan kutuk.

Salah satu tokoh pemuda di Dukuh Butuh, Agung, mengatakan salah satu jembatan melintang di kali mati rampung dibangun belum lama ini. Awalnya, jembatan itu berupa sesek kemudian dibangun secara swadaya oleh warga.

Baca Juga: Wader Favorit, Ini Harga Ikan Goreng di Kawasan WGM Wonogiri

Namun, lebar jembatan hanya sekitar 2 meter. Belum lama ini, warga membangun jembatan yang kini memiliki lebar sekitar 5 meter menggunakan dana swadaya, dana desa, serta suntikan dana CSR dari BNI serta Pusri.

Dia juga menjelaskan saat proyek pengalihan alur sungai itu, sejumlah rumah warga di wilayah Dukuh Butuh dibebaskan pemerintah. Warga yang tinggal di dua wilayah RT menerima uang ganti rugi dan pindah ke lokasi lain menyusul rumah yang mereka tempati bakal dikeruk dan dijadikan kawasan untuk alur sungai yang baru. Tak hanya di wilayah Sidowarno, Agung mengatakan pengalihan alur sungai itu juga dilakukan di wilayah Sukoharjo.

Agung menjelaskan alur kali mati sebelumnya dimanfaatkan warga untuk budi daya ikan menggunakan karamba. Namun, budi daya itu tak berlanjut dan kini kali mati dipenuhi eceng gondok.

Baca Juga: Kalangan Pendidik di Wonogiri Yakin Pelajar SD akan Ikut PTM

Agung mengakui ada keinginan untuk mengembangkan kawasan kali mati menjadi potensi objek wisata. Hanya saja, niatan itu terbentur ketersediaan anggaran. Dia berharap pengembangan potensi wisata di alur kali mati itu bisa terealisasi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya