SOLOPOS.COM - Tejo menyeduh kopi excelsa asli Boyolali di Omah Kopi Ngemplak, Desa Banyuanyar, Kecamatan Ampel, Boyolali, Minggu (3/10/2021). (Solopos.com/Cahyadi Kurniawan)

Solopos.com, BOYOLALI—Tejo, seorang coffee enthusiast, menuangkan seduhan kopi excelsa ke dalam sloki. Matanya terpejam sembari ia hirup aroma minuman itu dari mulut sloki. Sejurus, senyuman tersungging tipis seusai menyeruput kopi itu.

Solopos.com mencicipi kopi yang sama. Kopi itu memiliki aroma nangka yang sangat kuat. Namun, Tejo lebih suka menyebutnya sebagai aroma pisang masak yang direbus.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Aroma ini menjadi khas kopi Excelsa. Tak heran, banyak orang menyebut kopi ini sebagai kopi nangka. Kopi ini banyak ditemui di Desa Banyuanyar, Ampel, Boyolali. “Kopinya manis banget,” ujar penikmat kopi asal Penggung, Kusworo Rahadyan. Padahal, kopi itu disajikan tanpa gula.

Baca Juga: Petani Pengguna Irigasi Colo Barat Siapkan Dana untuk Sedot Air

Ekspedisi Mudik 2024

Untuk menghasilkan aroma nangka ini butuh keterampilan khusus. Saat seorang barista lain mencoba menyeduh biji kopi yang sama. Aroma nangka ini justru tak keluar.

Excelsa merupakan kopi dari varietas dewevrei. Varietas ini masuk ke Indonesia pada abad ke-17. Varietas ini dikenal sebagai tanaman yang tahan hama, tahan cuaca termasuk tahan karat daun. Di kebun, excelsa biasanya menjadi “tumbal” untuk hama demi melindungi kopi robusta dan arabika di sekelilingnya.

Awalnya, excelsa dinamai kopi nangka lantaran ukuran bijinya yang relatif lebih besar ketimbang kopi arabika dan robusta. Ukuran inilah yang kemudian diasoasikan dengan biji nangka yang besar.

Baca Juga: Wader Favorit, Ini Harga Ikan Goreng di Kawasan WGM Wonogiri

“Namun, banyak orang dengan referensi yang tidak memadai menyebut kopi ini dengan kopi nangka karena aromanya seperti nangka. Saya pribadi lebih suka menyebut aromanya seperti pisang masak yang direbus,” ujar home brewer, Tejo, saat berbincang dengan Solopos.com di Omah Kopi Ngemplak, Minggu (3/10/2021).

Belakangan ini, excelsa tengah naik daun di tengah dominasi kopi arabika dan robusta. “Evolusi arabika dan robusta menggila. Orang-orang jenuh. Excelsa jadi alternatif,” sambung Tejo.

 

Komoditas Unggulan

Di Jawa, pamor excelsa naik daun sejak 2014. Excelsa sendiri menjadi salah satu komoditas unggulan di Banyuanyar. Meski demikian, mendapatkan excelsa di coffee shop-coffee shop Soloraya masih sulit ditemui. Kopi ini bisa dinikmati di Banyuanyar.

Baca Juga: Kalangan Pendidik di Wonogiri Yakin Pelajar SD akan Ikut PTM

“Liberika ini dulu anak tiri. Dominasinya masih robusta dan arabika. Excelsa di Soloraya pun belum ada. Nguliknya susah,” terang Tejo.

Kusworo menjadi salah satu pelanggan tetap Omah Kopi Ngemplak. Ia bercerita ngopi di Banyuanyar sama artinya dengan berziarah sejarah kopi ratusan tahun silam. Kopi excelsa dibawa ke Boyolali oleh seorang Bangsawan Eropa, Johannes Agustinus Dezentje. Makamnya ada di Kerkhof Ampel.

Dezentje menjadi menjadi pelopor kopi di Jawa Tengah khususnya Semarang hingga Boyolali dan Klaten. Excelsa didatangkan lantaran memiliki pohon yang kuat. Biasanya disambung dengan arabika dan robusta.

Baca Juga: Lantik 122 Kepsek, Jekek Ultimatum Kasus Asusila Jangan Terulang

Di Banyuanyar, pohon kopi excelsa warisan Belanda ini masih banyak ditemui. Warga setempatnya menyebutnya sebagai kopi barendo atau lebare londo. Ada pula yang menamainya dengan legandar karena pohonnya tinggi-tinggi dan besar. Hingga kini, pohon-pohon ini masih produktif. Setahun, Banyuanyar bisa menghasilkan 10 ton green bean.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya