SOLOPOS.COM - Pengunjung saat melihat pameran kolaborasi seni bertema Kreativitas Tak Berbatas yang membahas soal pentingnya kesenian sebagai terapi kesehatan mental di Kopi Parang, Sondakan, Laweyan, Solo, Sabtu (21/12/2019) malam. (Solopos/Ika Yuniati)

Solopos.com, SOLO - Psikoterapi seni sebagai upaya perawatan mental, dan emosional mulai digandrungi. Kegiatan ini menekankan pada proses penciptaan, bukan hasil. Tujuannya membantu orang menyelesaikan konflik, mengembangkan keterampilan interpersonal, hingga meningkatkan kepercayaan diri.

Di beberapa kasus, terapi yang mengandalkan kreativitas ini bahkan langsung diaplikasikan sebagai media penyembuhan gangguan jiwa. Seperti yang dilakukan alumnus Institut Seni Indonesia (ISI) Solo, Khomsin. Sejak beberapa bulan lalu ia mengampanyekan peduli Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) di Desa Bacem, Ponggok, Blitar, Jawa Timur.

Promosi BRI Sambut Baik Keputusan OJK Hentikan Restrukturisasi Kredit Covid-19

Lewat gerakannya, sekitar 30 ODGJ Bacem yang sebelumnya banyak dipasung atau diasingkan punya kegiatan baru. Setiap sebulan sekali mereka menggambar di balai desa. Hasilnya, dicetak dalam bentuk kaos dan merchandise lain dengan bran Waluyo Jiwo.

Karya para ODGJ Desa Bacem tersebut dibawa ke Solo, Sabtu (21/12/2019) malam. Gambar lukis, merchandise, dokumentasi proses pembuatan karya dan kampanye peduli ODGJ dipamerkan dalam acara Kreativitas Tak Berbatas, Kopi Parang, Sondakan, Laweyan, Solo. Tujuannya menumbuhkan kepedulian masyarakat terhadap para penyintas gangguan mental.

Kepala Desa Bacem, Slamet Winarko, saat berbincang dengan Solopos.com, di sela-sela pembukaan pameran, Sabtu malam, mengatakan desanya memiliki empat posyandu khusus lansia, balita, jiwa, dan remaja. Posyandu Jiwa baru dibentuk 2017 lalu untuk menampung warganya yang mengalami gangguan mental.

Kegiatannya meliputi terapi penyembuhan dan pengobatan medis yang diadakan tiap sebulan sekali. Sementara, pendekatan kesenian baru dilakukan awal 2019 dengan menggandeng Khomsin. Slamet belum bisa menakar seberapa besar pengaruh kesenian pada penyembuhan ODGJ ini. Yang pasti, para pasien Posyandu Jiwa-nya memiliki kesibukan baru ketika di rumah, yaitu menggambar.

“Mereka diberi alat gambar untuk digambar di rumah masing-masing. Ada yang semangat banget setiap diminta menggambar. Sampai mau berangkat sendiri ke Posyandu [di Balai Desa]. Padahal kalau dulu harus diantar jemput,” kata dia.

Seniman yang juga penyintas mirror-touch synesthesi, Eko Prasetyo, menceritakan betapa kesenian banyak mengubah hidupnya ke arah positif. Pemuda kelahiran Sragen yang akrab disapa Momon ini mengalami gangguan sinestesia sejak masih kecil.

Gangguan sinestesia yaitu empati yang berlebihan hingga merasakan sensasi sama dengan kondisi orang lain. Misalnya ia ikut merasakan tubuh kesakitan ketika melihat korban kecelakaan di jalan raya.

Kondisi itu sangat mengganggu. Kadang ia mengalami cemas berlebihan jika penyakitnya mulai menyerang. Orang terdekat tak ada yang percaya hingga akhirnya melampiaskan dengan menggambar. Setiap hari Momon menghabiskan berlembar-lembar kertas sebagai terapi penenangan. Hal itu dilakoninya sampai hari ini.

“Kalau pas menggambar, rasa sakitnya agak hilang karena fokusnya terpecah,” kata dia.

Momon tak hanya berkesenian untuk diri sendiri. Tetapi juga dijadikan sebagai kampanye peduli kesehatan mental agar dibaca semua orang. Seperti yang dilakukan dalam acara Kreativitas Tak Terbatas di Kopi Parang, Sabtu lalu. Ia membuat mural tentang ajakan peduli kesehatan mental di gang perkampungan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya