SOLOPOS.COM - Peserta berjalan dengan menngenakan pakaian adat pada peragaan busana Buruh Gendong di Pasar Beringharjo, Yogyakarta, Rabu (20/4/2022). Kegiatan yang digagas dan diikuti oleh komunitas Wanita Berkebaya Indonesia Yogyakarta dan buruh gendong Pasar Beringharjo itu dalam rangka memperingati Hari Kartini. ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko/tom.

Solopos.com, SOLO — Setiap tanggal 21 April diperingati sebagai Hari Kartini. Tahun ini Hari Kartini bertepatan dengan Kamis (21/4/2022).

Meskipun memperingati pahlawan nasional, Hari Kartini bukan hari libur nasional. Lembaga pendidikan tetap masuk yang biasanya diisi dengan berbagai acara khusus sebagai penghargaan untuk Raden Ajeng Kartini.

Promosi BRI Dipercaya Sediakan Banknotes untuk Living Cost Jemaah Haji 2024

Keputusan Hari Kartini bukan hari libur nasional ditegaskan dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga Menteri No. 963 Tahun 2021, No. 3 Tahun 2021, No. 4 Tahun 2021.

Peringatan Hari Kartini dimulai sejak era Presiden Sukarno. Pada 2 Mei 1964, Presiden Sukarno mengeluarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 108 Tahun 1964, yang menetapkan Kartini sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional.

Presiden pertama RI itu juga menetapkan setiap tanggal 21 April diperingati sebagai hari besar yang kemudian dikenal sebagai Hari Kartini.

Baca Juga: Jejak Kartini di Semarang, Ini Hotel Favoritnya yang Kini Mangkrak

Siapa sebenarnya Kartini? Dikutip Solopos.com dari berbagai sumber, Rabu (20/4/2022), R.A. Kartini adalah pelopor kebangkitan perempuan pribumi.

Ia dianggap sebagai perempuan pertama RI yang menyuarakan emansipasi wanita.

Kartini lahir pada 21 April 1879 di Jepara. Ia adalah putri dari Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat, seorang patih yang diangkat menjadi Bupati Jepara.

Ibunya adalah M.A. Ngasirah, putri dari seorang guru agama terkenal di Jepara saat itu, Kiai Haji Madirono.

Kartini mempunyai 10 saudara. Ia merupakan anak nomor lima.

Baca Juga: Berpikiran Moderat, Begini Pemikiran RA Kartini tentang Agama

Perjuangan Kartini dimulai sejak usia remaja. Budaya patriarki sangat kental di era kolonial Belanda di mana perempuan dianggap tidak layak mendapatkan pendidikan.

Hal itu juga dialami Kartini. Kendati sempat bersekolah di sekolah Belanda, Kartini akhirnya dipingit pada usia 12 tahun sesuai tradisi yang terjadi saat itu.

Pendidikan yang dialami Kartini sangat membantunya memahami berbagai literasi berbahasa Belanda. Ia mulai belajar sendiri dan menulis surat kepada teman-teman korespondensi yang berasal dari Belanda.

Salah satu komunikasi intensif itu adalah dengan Rosa Abendanon, yang tinggal di Belanda. ia kerap dikirimi berbagai majalah tentang perempuan yang terbit di Belanda. Saat itu di negeri Belanda, emansipasi wanita sedang bergelora.

Dari buku-buku, koran, dan majalah Eropa itulah jiwa Kartini berontak. Ia punya keinginan kuat untuk perempuan pribumi.

Kartini kemudian beberapa kali mengirimkan tulisannya dan dimuat di majalah De Hollandsche Lelie.

Baca Juga: Sambut Hari Kartini, Begini Kemeriahan di Alun-Alun Kabupaten Rembang

Dalam berbagai tulisannya, Kartini menyoroti kondisi perempuan di Indonesia yang masih terkekang dan tidak mendapat persamaan hukum.

Kartini menikah pada 12 November 1903 dengan Bupati Rembang K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat melalui perjodohan. Adipati Ario Singgih saat itu sudah pernah memiliki tiga orang istri.

Pernikahan itu ternyata membawa perubahan besar bagi perjuangan Kartini. Sang suami mendukung penuh perjuangan Kartini untuk memajukan perempuan pribumi dari segala keterbatasan, utamanya tentang pendidikan.

Berkat bantuan suaminya, Kartini mendirikan sekolah wanita di sebelah timur pintu gerbang kompleks kantor Kabupaten Rembang.

Baca Juga: Kata Mutiara dan Ucapan Selamat Hari Kartini 2022 yang Kekinian



Berkat kegigihannya terbentuklah Yayasan Kartini di Semarang pada tahun 1912. Berturut-turut setelah itu yayasan serupa berdiri di Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun, Cirebon dan beberapa daerah lainnya.

Sayangnya Kartini tidak diberi umur panjang oleh Tuhan. Ia meninggal pada 17 September 1904 di usia 25 tahun, setelah melahirkan anak satu-satunya, Soesalit Djojoadhiningrat pada 13 September 1904.

Kartini dimakamkan di Desa Bulu, Kecamatan Bulu, Rembang. Perjuangan singkat yang membawa perubahan sangat besar bagi perempuan nusantara.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya