SOLOPOS.COM - Petani ikan nila, Suryanto, memberi pakan ke benih-benih ikan nila yang dibudidayakan di WGM Wonogiri, Senin (30/5/2022). Sejumlah petani ikan di WGM Wonogiri lebih memilih fokus ke pembenihan dibandingkan pembesaran menyusul tingginya harga pakan ikan. (Istimewa/Suryanto)

Solopos.com, WONOGIRI — Sejumlah petani ikan di Waduk Gajah Mungkur (WGM) Wonogiri yang semula menjalankan usaha budi daya pembesaran ikan kini beralih menjadi petani budi daya pembenihan ikan. Hal itu menyusul harga pakan ikan melambung tinggi sehingga keuntungan yang didapatkan menipis.

Petani ikan WGM, Suryanto, mengatakan, para petani ikan secara sedikit demi sedikit mulai beralih dari usaha pembesaran ke pembenihan sejak pandemi Covid-19. Harga pakan ikan telampau mahal.

Promosi Beli Emas Bonus Mobil, Pegadaian Serahkan Reward Mobil Brio untuk Nasabah Loyal

Meski seperti itu, Suryanto tidak serta-merta beralih secara menyeluruh dari usaha pembesaran ikan menjadi usaha pembenihan ikan. Dari total 30 kolam yang dimiliki, Suryanto hanya menggunakan separuh kolamnya sebagai usaha pembenihan ikan.

“Kalau dihitung, lebih menguntungkan usaha pembenihan ikan. Secara tenaga lebih ringan, secara ekonomi lebih banyak untungnya. Sekarang harga pakan Rp355.000 per sak atau 30 kg. Kalau usaha pembesaran ikan, saya bisa menghabiskan tiga sak per hari. Berarti saya harus mengeluarkan Rp1 juta lebih hanya untuk pakan. Sementara, usaha pembenihan ikan, satu sak bisa digunakan sampai lima hari,” kata Suryanto saat dihubungi Solopos.com, Senin (30/5/2022) sore.

Benih ikan lokal, menurut Suryanto, memiliki harapan hidup lebih tinggi karena sudah beradaptasi di perairan WGM. Hal itu berbeda dengan benih ikan yang didatangkan dari luar yang lebih rentan mati.

Baca Juga: Revitalisasi WGM Wonogiri Telan Rp28,9 Miliar, Kapan Mulai Digarap?

Petani ikan WGM biasanya membeli benih dari Yogyakarta. Benih dari Yogyakarta persentase harapan hidupnya sangat rendah jika dibandingkan dengan benih lokal.

Suryanto memaparkan, benih ikan dari Yogyakarta dihargai Rp65.000 per kantong plastik (berisi 1.000 benih ikan). Suryanto biasa membeli 20 kantong plastik.

Total benih ikan yang ia beli sebanyak 20.000 benih. Namun, Suryanto belum tentu akan panen dengan jumlah benih yang dibeli tersebut. Sebab, benih ikan dari Yogyakarta banyak yang mati ketika dipindahkan ke perairan WGM.

“Separuh lebih benih yang saya beli dari Yogyakarta pasti mati ketika berada di WGM. Kata orang, ada separuh benih saja yang tetap hidup sampai besar, itu sudah pencapaian yang luar biasa. Biasanya, benih yang hidup hanya tiga per empat dari total benih yang dibeli. Kalau benih lokal, yang mati paling cuma satu-dua saja. Bedanya sangat jauh [benih lokal dinilai justru lebih unggul dibandingkan benih dari luar daerah],” papar dia.

Baca Juga: Cuaca Tak Menentu, Fenomena Upwelling Ancam Petani Ikan di Wonogiri

Petani ikan lainnya, Budi Hardono, mengungkapkan hal serupa. Harga pakan ikan yang terus merangkak naik membuat ia beralih menjadi petani pembenihan ikan nila. Sebelumnya, dirinya fokus di pembesaran ikan nila.

Sama seperti Suryanto, Budi juga geram dengan kualitas benih dari Yogyakarta sering mati. Terlebih para penjual benih dari Yogyakarta sering memainkan harga. Petani ikan WGM seakan tidak punya pilihan.

Budi yang juga mantan Kepala Desa (Kades) Sendang, Wonogiri itu mengajak para petani ikan WGM membeli atau membudidayakan benih sendiri. Keuntungan yang didapat juga jauh lebih besar dibandingkan dengan pembesaran ikan.

“Saya semacam memiliki emosi kepada pemasok benih dari Yogyakarta. Mereka sering memainkan harga. Saya bertekad mempunyai usaha pembenihan sendiri. Sekarang, petani-petani ikan di WGM sudah banyak yang beralih ke benih lokal. Harga benih lokal yang saya jual pun lebih murah dibandingkan benih dari Yogyakarta. Pikir saya yang penting petani lain bisa senang,” tutur Budi.

Baca Juga: Fenomena Upwelling Bikin Petani Ikan WGM Wonogiri Cemas

Meski petani ikan WGM belum beralih seluruhnya ke benih lokal, saat ini benih ikan dari Yogyakarta sudah ditekan masuk ke WGM. Lebih dari 50 persen benih yang digunakan di WGM merupakan benih lokal. Para petani baru membeli benih dari luar daerah jika stok benih lokal telah habis.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya