SOLOPOS.COM - Logo baru Solo The Spirit of Java karya Andrea Isa yang memenangi lomba redesain logo Solo The Spirit of Java. (Instagram @gibran_rakabuming)

Solopos.com, SOLO — Logo baru Solo The Spirit Of Java hasil karya Andrea Isa asal Bandung, Jawa Barat, yang memenangi lomba redesain logo di Pemkot Solo mendapat kritikan dari tokoh masyarakat Solo, Bambang Ary Wibowo.

Laki-laki yang juga pemerhati budaya Solo itu lebih memilih mempertahankan logo lama yang dinilainya lebih menunjukkan ketegasan dan ciri-ciri watak Hanacaraka Datasawala Padajayanya.

Promosi Jaga Jaringan, Telkom Punya Squad Khusus dan Tools Jenius

“Saya cenderung mempertahankan logo lama, karena menunjukkan ketegasan dan ciri-ciri berwatak Hanacaraka Datasawala Padajayanya. Berbeda dengan logo baru yang font-nya miring, kesannya jadi funky,” ujarnya saat diwawancarai Solopos.com, Rabu (14/12/2022).

Bambang Ary berpendapat tidak semua kreativitas modern dibalut dengan model atau gaya seperti itu. Sebab tagline atau slogan Solo The Spirit Of Java sudah mempunyai arti dan pesan mendalam. Tidak bisa gegabah membuat logo baru.

“Tidak bisa begitu saja gegabah. Ada goresan gunungannya. Gunungan ora tau [tidak pernah] dipasang miring, mesti jejeg [tegak]. Justru kalau kita bicara Solo Spirit Of Java, maka yang harus dibenahi adalah filosofinya, makna dalam penjabarannya,” kata dia.

Baca Juga: Kata Pegiat Budaya soal Logo Baru Solo The Spirit Of Java: Anti Mainstream!

Bambang bercerita dirinya sempat terlibat saat pembahasan slogan Solo The Spirit Of Java belasan tahun lalu. Saat itu pihak-pihak yang terlibat menerjemahkan ungkapan Solo Masa Lalu adalah Solo Masa Depan.

Tapi penerapannya saat ini menurut dia aneh. Dia mencontohkan pemasangan ikon baru “Gapura Gladak” di Perempatan Pasar Pon Jl Slamet Riyadi.

Menurut Bambang, penempatan gapura itu di Perempatan Pasar Pon memunculkan kesan batas wilayah Kasunanan serta Mangkunegaran.

Baca Juga: Logo Diubah setelah 17 Tahun, Begini Sejarah Slogan Solo The Spirit Of Java

Pemasangan Gapura di Pasar Pon

“Dari dulu batas Keraton Kasunanan dan Mangkunegaran tidak ada. Raja-raja dulu itu tidak pernah membuat batas seperti itu. Muncul batas imajinernya kalau sekarang rel. Lor rel itu Mangkunegaran dan kidul rel kasunanan,” terang dia.

Bambang menjelaskan Mangkunegaran bukan bagian terpisah atau kerajaan, dari Keraton Kasunanan Solo, walau ada Perjanjian Salatiga. “Karena Mangkunegaran itu levelnya Adipati, satu tingkat di bawah raja,” urainya.

Bambang berpendapat pemasangan dua gapura dengan gaya Kasunanan Surakarta dan Mangkunegaran di Perempatan Pasar Pon merusak tatanan Solo The Spirit Of Java. “Justru merusak Spirit Of Java kecuali sekadar buat selfi,” sindirnya.

Baca Juga: Dipakai sejak Era Jokowi, Logo Solo The Spirit Of Java Diubah di Era Gibran

Sebelumnya, salah satu anggota tim teknis lomba redesain logo Solo The Spirit of Java yang digelar Pemkot Solo, Irfan Sutikno, mengatakan redesain logo untuk diadakan dengan harapan ada menggugah kembali gairah masyarakat terhadap Kota Solo.

Logo lama sudah digunakan selama 17 tahun dan membutuhkan penyegaran karena seiring waktu semangat orang bisa melemah. “Ini upaya untuk bersama-sama menggelorakan kota ini,” kata Irfan saat diwawancarai Solopos.com, Selasa (13/12/2022).

Ketua Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPPD) Kota Solo, Retno Wulandari, mengatakan logo baru itu adalah momentum untuk penyegaran dan pengembangan branding Kota Solo. Logo baru selanjutnya mesti diikuti dengan implementasi agar makna dan tujuannya benar-benar tersampaikan kepada semua pihak.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya