SOLOPOS.COM - Wiyanto, 45, warga Bulusari, Desa Bulusulur, Kecamatan Wonogiri, Wonogiri, salah satu orang yang bertugas memakamkan jenazah pasien Covid-19 di Wonogiri. (Solopos/M. Aris Munandar)

Solopos.com, WONOGIRI -- Wiyanto, 45, warga Bulusari, Desa Bulusulur, Kecamatan Wonogiri, Wonogiri merupakan salah satu petugas pemakaman jenazah pasien Covid-19 di Wonogiri. Dia pun bercerita pengalamannya terkait hal itu.

Wiyanto merupakan Anggota Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD). Dia pernah mengikuti pelatihan pemulasaraan dan pemakaman jenazah pasien Covid-19 di ruang jenazah rumah sakit. Pelatihan itu difasilitasi oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Wonogiri dan RSUD dr Soediran Mangun Sumarso Wonogiri.

Promosi Pegadaian Resmikan Masjid Al Hikmah Pekanbaru Wujud Kepedulian Tempat Ibadah

Menurut dia, jenazah yang dimakamkan dengan prosedur jenazah Covid-19 belum tentu pasien terkonfirmasi positif. Namun juga pasien suspek dan kontak erat.

Pasien Baru Covid-19 di Klaten Tambah Lagi, Semua dari Delanggu

"Setelah mendapat pelatihan, saat itu belum ada pasien yang meninggal akibat Covid-19. Jadi belum langsung terjun mempraktikkan. Namun pada akhir-akhir ini banyak pasien Covid-19 yang meninggal," kata dia kepada wartawan di Kantor BPBD Wonogiri, Rabu (7/10/2020).

Hingga saat ini, menurut dia, dirinya sudah memakamkan jenazah sebanyak 20 kali. Rasa takut hingga sesak napas menjadi pengalaman yang tak bisa dilupakan Wiyanto. Termasuk dalam sehari pernah memakamkan empat jenazah.

Kali pertama, ia memakamkan jenazah di Kecamatan Baturetno, Wonogiri. Pada saat itu, ia merasa ketakutan saat memakamkan, meskipun sudah dilengkapi alat perlindungan diri. Namun, karena sudah terbiasa, saat ini ia bersama teman-temannya mengaku sudah tidak takut.

Salah satu pengalaman yang membuat terkesan yakni saat memakamkan jenazah di Kecamatan Girimarto. Saat itu, liang lahat yang dibuat tidak muat diisi peti. Akhirnya ia bersama teman-temannya melebarkan liang lahat dengan mencangkul nya. Padahal saat itu pemakaman dilakukan pada malam hari.

"Saat bertugas, masker yang digunakan rangkap beberapa lapis. Untuk napas bisa membuat ngos-ngosan. Namun kami tidak berani melepas. Saat itu Subuh baru sampai markas BPBD lagi," ungkap dia.

Masker Berlapis

Menurut dia, hal paling berat menjadi petugas pemakaman jenazah pasien Covid-19 adalah bernapas saat proses memakamkan. Hal itu karena masker yang dipakai harus melekat ketat. Ia pernah memakamkan saat kondisi hujan. Jika masker terkena air hujan, lebih sulit untuk bernapas.

Dalam satu tim sudah berkoordinasi. Jika ada yang sudah merasa lelah tidak diperkenankan memaksakan diri. Dikhawatirkan bisa pingsan. Maka harus diganti anggota lain.

Ketahuan Intip Tetangga Mandi, Rahyono Babak Belur Dihajar Warga

"Tim pemakaman ada delapan orang. Enam orang menggotong peti hinga menguburkan. Satu orang menyemprotkan desinfektan. Satu orang lainnya mendokumentasikan pemakaman. Jadi saling berbagi tugas," kata dia.

Ia mengatakan, saat memakamkan, terpasangnya APD secara lengkap merupakan hal terpenting. APD itu yang digunakan yakni hazmat, kacamata google, sarung tangan, sepatu boots dan masker N95 yang dilapisi dengan masker medis.

Setelah selesai memakamkan, ia harus segera mensterilkan diri dengan menyemprot desinfektan. Kemudian APD baru dilepas. Untuk kacamata google dan sepatu boots masih bisa digunakan kembali. Selebihnya APD dibakar di sekitar pemakaman.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya