SOLOPOS.COM - Deretan rumah unggul sistem panel instan (Ruspin) yang bakal ditempati 13 eksodan asal Aceh di Dusun Selomoyo, Desa Selomarto, Kecamatan Giriwoyo, Kabupaten Wonogiri. Lokasi Ruspin tersebut berada di Dusun Mengger, Desa Bumiharjo, Kecamatan Giriwoyo, Kabupaten Wonogiri. Foto diambil, Minggu (11/9/2022). (Solopos.com/Luthfi Shobri M.)

Solopos.com, WONOGIRI — Warno, 35, sudah hampir sepekan menempati rumah unggul sistem panel instan (Ruspin) yang diperuntukkan bagi komunitas eksodan asal Aceh yang selama ini tinggal di Dusun Selomoyo, Desa Selomarto, Kecamatan Giriwoyo, Kabupaten Wonogiri. Meski rumah barunya di Dusun Mengger, Desa Bumiharjo, Kecamatan Giriwoyo, belum 100 persen jadi, ia beserta istri dan anaknya bersikukuh tidur di dalam rumah yang sebagian alasnya masih berupa tanah.

Saat istri dan anaknya memilih tidur di waktu malam, Warno bergadang sembari memandangi kawasan sekitar rumah.

Promosi Pegadaian Buka Lowongan Pekerjaan Khusus IT, Cek Kualifikasinya

“Ibaratnya, saking enggak sabarnya menempati rumah yang baru, saya lek-lekan hingga pagi. Memastikan tidak ada yang merusak,” ungkap dia kepada Solopos.com, Minggu (11/9/2022).

Rumah seluas 8 meter x 12 meter yang ditempati Warno sejak, Kamis (1/9/2022), sejatinya merupakan milik ayah dari Warno, Wakijan. Sebagai anak, ia diminta menempati dan mengawasi rumah itu untuk sementara waktu. Selain karena bagian dalam rumahnya belum jadi, fasilitas listrik dan air bersih belum didapat.

Sejak bermalam Kamis (1/9/2022), Warno mengambil air bersih dari sumur warga dan menggantol listrik milik tetangganya. Air bersih tersebut cukup digunakan memasak, minum, dan mencuci. Sementara, daya listriknya hanya digunakan memasang sebuah lampu dan mengisi baterai handphone (HP).

Baca Juga: Tiarap dari Tembakan, Kisah Eksodan Aceh dari Giriwoyo Wonogiri

Fasilitas listrik dan air bersih yang belum kunjung didistribusikan menjadi alasan utama mengapa sampai saat ini belum ada warga eksodan asal Aceh yang belum kunjung berpindah ke Ruspin di Dusun Mengger, Desa Bumiharjo. Mereka masih bertahan di hunian sementara (Huntara) di Dusun Selomoyo, Desa Selomarto, meski kondisinya makin ke sini makin lapuk.

Dari total 13 keluarga eksodan asal Aceh yang harusnya menempati Ruspin di Dusun Mengger, Desa Bumiharjo, hanya Warno yang menempati rumah tersebut. Namun ia yakin, tak lama lagi seluruh keluarga eksodan Aceh yang tinggal di Huntara Dusun Selomoyo, Desa Selomarto segera menyusulnya.

“Asalkan sudah ada listrik dan air bersih, saya yakin semuanya pasti langsung berpindah ke sini. Dari dulu, ini yang kami [eksodan asal Aceh] inginkan,” kata dia.

Hal serupa juga terjadi saat Solopos.com menyambangi Huntara dan Ruspin eksodan asal Aceh di Dusun Pakem, Desa Watuagung, Kecamatan Baturetno, Kabupaten Wonogiri. Dari total 14 keluarga yang seharusnya mendapat Ruspin, sebanyak 10 keluarga lainnya masih bertahan di Huntara masing-masing.

Baca Juga: Tumpang Tindih Klaim Perparah Sengketa Perbatasan Indonesia-Timor Leste

Wiyono Slamet, 85, salah seorang warga eksodan asal Aceh penghuni Huntara di Dusun Pakem, Desa Watuagung, mengaku masih enggan menempati Ruspin yang lokasinya masih satu dusun. Alasannya, listrik dan air belum tersedia.

Ia juga ogah apabila harus menggantol listrik milik tetangga. Sebaliknya, ia memilih menunggu, memastikan pemerintah datang mengulurkan bantuan air bersih dan listrik. Ia juga memastikan bakal langsung menempati Ruspin di Dusun Pakem apabila bantuan tersebut sudah tiba.

Berdasar informasi yang dihimpun, terdapat 14 keluarga eksodan asal Aceh yang menempati Huntara dan Ruspin di Dusun Pakem, Desa Watuagung. Jika ditambah dengan keluarga eksodan asal Aceh di Dusun Selomoyo, Desa Selomarto, jumlah totalnya sebanyak 27 keluarga.

Ruspin di Dusun Pakem berada di dekat jalan raya, sedangkan Ruspin di Dusun Selomoyo letaknya di tengah perbukitan yang aksesnya cukup sulit. Masing-masing Ruspin eksodan asal Aceh di dua tempat itu luasnya 80-90 meter persegi.

Baca Juga: Keistimewaan Mete Wonogiri, Tetap Diburu meski Harga Beli Lebihi Daging Sapi

Ruspin yang dibangun khusus untuk warga eksodan asal Aceh itu nantinya menjadi rumah permanen bagi mereka. Sertifikat hak milik (SHM) tanah tersebut sudah menjadi milik mereka. Berbeda halnya dengan Huntara yang tanahnya menjadi milik Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Wonogiri.

“Meskipun sudah lapuk papan kayunya, saya enggak berani memperbaiki atau menjadikan rumah ini permanen. Soalnya sewaktu-waktu bisa dibongkar dan tanah ini digunakan Pemkab,” imbuh Wiyono, Minggu.

Untuk diketahui, pembangunan Ruspin bagi eksodan asal Aceh di Dusun Mengger dan Pakem itu menggunakan anggaran Dinas Perumahan dan Permukiman (Disperakim) Jawa Tengah. Masing-masing Ruspin memakan anggaran senilai Rp35 juta. Di sisi lain, masing-masing keluarga mendapat bantuan tambahan senilai Rp1,8 juta yang digunakan padat karya.

Kendati demikian, dana itu dinilai belum cukup menyelesaikan pembangunan Ruspin secara utuh. Eksodan asal Aceh yang menempati Ruspin di Dusun Mengger, Wakijan, memperkirakan telah mengeluarkan dana tambahan sekitar Rp6 juta guna menyempurnakan bangunan rumahnya. Jika tak merogoh kocek tersebut, bagian dalam Ruspin miliknya hanya beralas tanah.

Baca Juga: Pendiri Kabupaten Wonogiri Ternyata Seorang Pangeran Kelahiran Kartasura

“Jadi saya akali dengan menabung. Setiap ada uang hasil kerjaan, sebagian saya sisihkan membeli semen. Dicicil sedikit demi sedikit. Saya kira semua warga juga begitu [menambah biaya sendiri],” ulas Wakijan.

Kepala Disperakim Jateng, Arief Jatmiko, mengatakan pembangunan Ruspin bagi 27 keluarga eksodan asal Aceh di Kabupaten Wonogiri sudah selesai. Kini, pihaknya masih menunggu pemasangan listrik dan air.

Arief menjelaskan sejatinya program bantuan bagi keluarga eksodan asal Aceh merupakan program integrasi antara Pemkab Wonogiri dan Pemprov Jateng. Mulanya, Penjabat [Pj] Bupati Wonogiri 2015-2016, Sarwa Pramana, mengajukan permohonan bantuan rumah untuk eksodan ke Pemprov Jateng. Proposal permohonan itu dilanjutkan pada masa kepemimpinan Bupati Wonogiri, Joko Sutopo.



“Setelah informasi mengenai eksodan asal Aceh itu didapat, kami mencermati dulu. Pada 2021, kami mulai persiapan anggaran. Di waktu bersamaan, komunitas eksodan asal Aceh juga menyiapkan kelengkapan administrasi berupa tanah dan sertifikat,” kata Arief kepada Solopos.com, Selasa (6/9/2022).

Baca Juga: Ajarkan Budaya Luhur, Generasi Muda Wajib Tahu Upacara Susuk Wangan di Wonogiri

Syarat bagi eksodan asal Aceh mendapat rumah ialah mesti memiliki tanah. Maka, satu komunitas eksodan membeli tanah secara swadaya. Setiap keluarga beriuran senilai Rp2 juta dan dibantu warga sekitar beserta Pemkab Wonogiri.

Di sisi lain, anggaran membangun 27 Ruspin bagi keluarga eksodan asal Aceh baru disetujui 2022. Masing-masing keluarga dijatah anggaran senilai Rp35 juta, digunakan membeli material.

“Setiap keluarga juga mendapat bantuan tambahan senilai Rp1,8 juta untuk padat karya,” katanya.

Selain membantu membangun Ruspin, Pemprov Jateng juga menganggarkan bantuan daya listrik bagi tiap keluarga. Terkait penyediaan air bersih dan pembangunan jalan lingkungan sekitar, anggaran bantuannya diserahkan kepada Pemkab Wonogiri.

Baca Juga: Sejarah Gua Potro Bunder Wonogiri

Kendati demikian, hingga pertengahan September 2022, bantuan listrik, air bersih, dan pembangunan jalan di lingkungan sekitar perumahan eksodan asal Aceh tersebut belum kunjung terealisasi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya