SOLOPOS.COM - Menhir di areal persawahan Matesih, Karanganyar. (Detik.com)

Solopos.com, KARANGANYAR – Ratusan menhir tersebar di areal persawahan Dusuh Ngasinan, Desa Karangbangun, Kecamatan Matesih, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. Bebatuan yang berdiri tegak di lahan seluas dua hektare itu mirip lokasi stonehenge di Inggris.

Warga setempat sengaja tidak menyingkirkan bebatuan itu karena menyadari bahwa menhir tersebut merupakan situs prasejarah. Menurut penelitian, bebatuan di persawahan Matesih, Karanganyar itu merupakan menhir.

Promosi Beli Emas Bonus Mobil, Pegadaian Serahkan Reward Mobil Brio untuk Nasabah Loyal

Menhir adalah batu besar seperti tiang atau tugu yang disusun rapi di tanah. Situs ini merupakan peninggalan zaman megalitikum, prasejarah akhir. Bebatuan dipertahankan dan berkembang menjadi tempat suci hingga abad ke-15.

Baca juga: Ayam Panggang Mbok Cimplek Jatipuro Karanganyar Viral, Sehari Habis Ratusan Ekor

Keberadaan menhir di Matesih, Karanganyar itu dipelihata dengan baik. Juru kunci situs tersebut, Giyatno mengatakan warga menyebut lokasi itu sebagai Situs Watukandang.

"Warga setempat melihat situs ini seperti kandang. Susunannya melingkar, ada yang persegi," kata Giyatno seperti dikutip dari Detik.com, Senin (22/3/2021).

Dia menyebut ada sekitar 599 menhir dengan ketinggian sampai tiga meter di wilayah tersebut. Dalam satu formasi utuh biasanya ada sekitar 10 batu.

"Ada yang sudah roboh, ada yang dirobohkan agar bisa ditanami. Karena waktu dulu kan warga tidak tahu," katanya.

Baca juga: Murah! Harga Tanah di Wonogiri Selatan Mulai Rp50.000/Meter, Pantas Dilirik Jadi Sentra Industri

Situs Watukandang itu resmi ditetapkan sebagai cagar budaya yang harus dilindungi. Situs tersebut telah diteliti pada 1967 oleh arkeolog Indonesia maupun luar negeri.

Sebagian lokas itu merupakan lahan milik pemerintah. Namun kebanyakan masih hak milik warga.

Warga setempat telah diedukasi untuk tidak merusak menhir di Matesih, Karanganyar. Hasil panen dari lahan yang berbatu itu pun tetap melimpah.

"Warga sudah diedukasi oleh pemerintah, sehingga tidak merusak situs. Petani kan juga kalau mengolah tanah paling dalam 40 cm, tidak merusak batu. Dan hasil panen tetap melimpah meskipun berbatu. Nah, saat panen itu nanti kelihatan batu-batunya," ujar dia.

Baca juga: Sambal Tumpang Mbok Jami, Kuliner Legend Sragen Langganan Jokowi

Sampai saat ini tempat tersebut sering dijadikan objek penelitian para mahasiswa. Bahkan ada juga warga yang berwisata ke Situs Watukandang untuk sekadar berfoto.

"Biasanya yang ke sini mahasiswa, untuk bahan tugas atau penelitian. Kalau warga biasa ke sini itu hanya wisata, foto-foto saja. Tapi selama pandemi ini kita tutup," pungkasnya.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya