SOLOPOS.COM - Foto udara warga bergotong royong menyortir daging kambing untuk dimasak dalam tradisi Nyadran di kompleks pemakaman Sentono, Kelurahan Ngijo, Gunungpati, Semarang, Jawa Tengah, Kamis (17/2/2021). (Antara/Aji Styawan)

Solopos.com, SOLO — Kira-kira apa sih perbedaan antara nyadran dan ruwahan, tradisi yang kerap dilakukan masyarakat Jawa menjelang bulan puasa Ramadan?

Nyadran dan ruwahan bagi masyarakat awam kerap dianggap sama. Padahal dua tradisi ini merupakan dua hal yang berbeda.

Promosi Siap Layani Arus Balik, Posko Mudik BRImo Hadir di Rute Strategis Ini

Pasalnya, dua hal ini sama-sama dilakukan ketika menjelang bulan puasa Ramadan.

Baca Juga:  Kenapa Sate Ayam Identik dengan Madura?

Menurut informasi yang diperoleh Solopos.com dari situs resmi Kecamatan Samigaluh, Kulon Progo, DIY, perbadaan ruwahan dan nyadran terletak pada ritualnya.

Ruwahan merupakan tradisi kebudayaan Jawa untuk mendoakan orang yang telah meninggal dunia. Sementara itu, nyadran adalah rangkaian budayannya, mulai dari pembersihan makam leluhur, tabur bunga, dan kenduri yang digelar di masjid, musala, maupun tempat yang ditunjuk.

Baca Juga:  Sampah Sirkuit Mandalika Berserakan, Curhatan Petugas Kebersihan Viral

Bagi umat muslim, tradisi nyadran ini juga diikuti pula dengan membaca Surat Yasin dan tahlil saat kenduri bersama.

Meski berbeda, nyadran dan ruwahan dinilai sebagai bentuk akulturasi budaya Jawa, Hindu, dan Islam. Sebagaimana diugkap pengamat kebudayaan Jawa dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Suyatno.

Baca Juga:  Doa Saat Ziarah Kubur Sesuai Ajaran Rasulullah SAW

“Sekarang orang Islam di Jawa kalau bulan Ruwah pada nyekar ke makam leluhur atau orang terdekat [kerabat], atau orang yang dicintai,” katanya kepada wartawan, Kamis (10/3/2022).

Dia mengatakan nyadran sudah ada pada masa Hindu-Buddha. Sebelum berkembangnya Islam di Nusantara (Jawa), upacara serupa nyadran dulunya dilakukan sebagai bentuk pemujaan roh leluhur.

Baca Juga: Sejarah dan Asal Usul Nama Karimunjawa, Pulau Cantik Berharta Karun

Sraddha, begitu istilah upacara tersebut. Kata tersebut yang pada akhirnya diucapkan oleh masyarakat menjadi nyadran.

Baca Juga: Potret Kuda Putih, Kereta Api Legend yang Pernah Layani Rute Solo-Jogja

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya