SOLOPOS.COM - Tersangka Mario Dandy Satriyo (kiri), Shane (kanan), dan pemeran pengganti AGH memeragakan adegan saat rekonstruksi kasus penganiayaan Cristalino David Ozora di Perumahan Green Permata Residance, Pesanggrahan, Jakarta, Jumat (10/3/2023). Rekonstruksi tersebut memperagakan 40B adegan kasus penganiayaan terhadap Cristalino David Ozora. (ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/tom).

Solopos.com, JAKARTA–Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) melaksanakan proses diversi terhadap AGH, 15, dalam kasus penganiayaan David Ozora, 17, hari ini, Rabu (29/3/2023).

Namun, Ketua PN Jaksel Saut Maruli Tua Pasaribu yang sedianya menjadi hakim tunggal diganti.

Promosi Siap Layani Arus Balik, Posko Mudik BRImo Hadir di Rute Strategis Ini

Tahapan itu tetap dilaksanakan meski keluarga David tak memberi maaf dan menolak proses Diversi.

Sebagai informasi, AGH adalah pacar Mario Dandy Satriyo, 20, pelaku utama penganiayaan terhadap David. AGH berstatus anak berkonflik dengan hukum. Mario Dandy dan temannya, Shane Lukas, ditetapkan sebagai tersangka.

Pejabat Humas PN Jaksel Djuyamto mengatakan proses diversi tetap dilakukan meski keluarga David menolak. Penolakan itu harus disampaikan saat musyawarah.

“Pernyataan tersebut [penolakan diversi] nanti bisa disampaikan dalam musyawarah diversi tanggal 29 Maret [Rabu hari ini],” kata Djuyamto.

Lantas diversi itu apa? Berikut ulasan tentang terminologi hukum tersebut.

Mengutip penjelasan Ridwan Mansyur pada laman mahkamahagung.go.id pada Rabu (29/3/2023), prinsip-prinsip umum perlindungan anak yaitu nondiskriminasi, kepentingan terbaik bagi anak, kelangsungan hidup dan tumbuh kembang, serta menghargai partisipasi anak harus diterapkan terhadap anak yang berhadapan dengan hukum (ABH).

Hal itu sesuai dengan ketentuan Konvensi Hak Anak yang diratifikasi pemerintah Indonesia melalui Keputusan Presiden No. 36/1990 kemudian dituangkan dalam UU No. 4/1979 tentang Kesejahteraan Anak.

Selain itu diatur dalam UU No. 23/2002 tentang Perlindungan Anak dan UU No. 11/2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA).

Sistem Peradilan Pidana Anak diterapkan terhadap ABH, seperti yang posisi AGH saat ini mengingat usianya masih 15 tahun.

Ridwan menjelaskan perlindungan hukum bagi anak dapat dilakukan sebagai upaya perlindungan hukum terhadap berbagai kebebasan dan hak asasi anak.

Perlindungan terhadap anak ini juga mencakup kepentingan yang berhubungan dengan kesejahteraan anak.

Perlindungan ABH merupakan tanggung jawab bersama aparat penegak hukum. Tidak hanya anak sebagai pelaku, namun mencakup juga anak yang sebagai korban dan saksi.

Aparat penegak hukum yang terlibat dalam penanganan ABH tidak hanya mengacu pada UU SPPA atau peraturan perundang-undangan lainnya yang berkaitan dengan penanganan ABH.

Namun, harus lebih mengutamakan perdamaian daripada proses hukum formal yang mulai diberlakukan dua tahun setelah UU SPPA diundangkan atau 1 Agustus 2014 (Pasal 108 UU No. 11 Tahun 2012).

Menurut UU SPPA, diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana. Tujuannya:

1. Mencapai perdamaian antara korban dan anak.

2. Menyelesaikan perkara anak di luar proses peradilan.

3. Menghindarkan anak dari perampasan kemerdekaan.

4. Mendorong masyarakat untuk berpartisipasi.

5. Menanamkan rasa tanggung jawab kepada anak.

Menurut Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No. 4/2014, musyawarah diversi adalah musyawarah antara pihak yang melibatkan anak dan orang tua/wali, korban dan/atau orang tua/walinya, pembimbing kemasyarakatan, pekerja sosial profesional, perwakilan, dan pihak-pihak yang terlibat lainnya untuk mencapai kesepakatan diversi melalui pendekatan keadilan restoratif.

Sedangkan, fasilitator adalah hakim yang ditunjuk oleh ketua pengadilan untuk menangani perkara anak yang bersangkutan.

Diversi adalah pengalihan proses pada sistem penyelesaian perkara anak yang panjang dan sangat kaku. Mediasi atau dialog atau musyawarah sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalam diversi untuk mencapai keadilan restoratif.

Penghukuman bagi pelaku tindak pidana anak tidak kemudian mencapai keadilan bagi korban, mengingat dari sisi lain masih meninggalkan permasalahan tersendiri yang tidak terselesaikan meskipun pelaku telah dihukum.

“Melihat prinsip prinsip tentang perlindungan anak, terutama prinsip mengutamakan kepentingan terbaik bagi anak, maka diperlukan proses penyelesaian perkara anak di luar mekanisme pidana atau biasa disebut diversi,” jelas Ridwan.

Hukuman Bukan Selesaikan Masalah

Institusi penghukuman bukanlah jalan untuk menyelesaikan permasalahan anak karena justru di dalamnya rawan terjadi pelanggaran-pelanggaran terhadap hak anak.

Oleh karena itu, dibutuhkan suatu acara dan prosedur di dalam sistem yang dapat mengakomodasi penyelesaian perkara yang salah satunya adalah menggunakan pendekatan keadilan restoratif.

Itu  melalui suatu pembaharuan hukum yang tidak sekadar mengubah undang-undang semata, tetapi juga memodifikasi sistem peradilan pidana yang ada. Sehingga, semua tujuan yang dikehendaki oleh hukum tercapai.

Salah satu bentuk mekanisme restorative justice tersebut adalah dialog yang di kalangan masyarakat Indonesia, lebih dikenal dengan sebutan musyawarah untuk mufakat.

“Sehingga diversi, khususnya melalui konsep restorative justice menjadi suatu pertimbangan yang sangat penting dalam menyelesaikan perkara pidana yang dilakukan oleh anak,” ulas Ridwan.



Jika kesepakan diversi tidak dilaksanakan sepenuhnya oleh para pihak berdasarkan laporan dari Pembimbing Kemasyarakatan Balai Pemasyarakatan, maka hakim melanjutkan pemeriksaan perkara sesuai dengan sesuai dengan hukum acara peradilan pidana anak.

Hakim dalam menjatuhkan putusannya wajib mempertimbangkan pelaksanaan sebagian kesepakatan diversi.

Dalam Perma No. 4/2014 dijelaskan diversi diberlakukan terhadap anak yang telah berumur 12 tahun, tetapi belum berumur 18 tahun atau telah berumur 12 tahun meskipun pernah kawin tetapi belum berumur 18 tahun, yang diduga melakukan tindak pidana (Pasal 2).

Perma ini juga mengatur tahapan musyawarah diversi, fasilitor ditunjuk ketua pengadilan wajib memberikan kesempatan kepada:

1. Anak untuk didengar keterangan perihal dakwaan

2. Orang tua/wali untuk menyampaikan hal-hal yang berkaitan dengan perbuatan anak dan bentuk penyelesaian yang diharapkan.

3. Korban/anak korban/orang tua/wali untuk memberikan tanggapan dan bentuk penyelesaian yang diharapkan.

Bila dipandang perlu, fasilitator diversi dapat memanggil perwakilan masyarakat maupun pihak lain untuk memberikan informasi untuk mendukung penyelesaian dan/atau dapat melakukan pertemuan terpisah (kaukus).

Kaukus adalah pertemuan terpisah antara fasilitator diversi dengan salah satu pihak yang diketahui oleh pihak lainnya.



Artikel ini telah tayang di Bisnis.com dengan judul Ayah David Ozora Tolak Diversi AG, Apa Itu Diversi dan Prosesnya dalam Sistem Peradilan Anak?

 

 





Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya