SOLOPOS.COM - Unta yang makan sampah di gurun Dubai, Uni Emirat Arab. (Pen News)

Solopos.com, ABU DHABI — Polusi plastik dianggap sebagai sebab 300 kematian dari 30.000 unta di Uni Emirat Dubai. Ilmuwan dan dokter hewan menemukan gundukan besar plastik di dalam unta yang mati, termasuk satu tong sampah seberat 10 batu.

Usai Takziah, Pria di Madiun Ini Tertular Covid-19 Lalu Meninggal Dunia

Promosi Video Uang Hilang Rp400 Juta, BRI: Uang Diambil Sendiri oleh Nasabah pada 2018

Melansir Daily Mail, Rabu (23/12/2020) ilmuwan Marcus Eriksen yang memperlajari sampah plastik di Teluk Parsia, mengatakan unta-unta itu menelan hingga 10 batu sampah, yang kemudian mengepul di perut mereka. Sampah ini membuat unta-unta tersebut tersiksa selama berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun.

Markus mengaku melihat sisa-sisa lima unta di gurun dengan bola plastik yang terletak di dalam dada mereka. “Saya berada di Dubai untuk mensurvei plastik di Teluk Persia ketika Ullrich Werney seorang dokter hewan dari Central veterinary Research Laboratory, meminta saya untuk bergabung dengannya di gurun,” kata Markus.

Markus mengaku menemukan lima kerangka unta terkubur di pasir dengan banyak sampah plastik di dada mereka. Menurut Maskur unta hanya tahu apa yang bukan pasir adalah makanan. Selain itu plastik-platik itu meniru makanan alami yang mereka makan.

52 Faskes di Boyolali Disiapkan Untuk Pelayanan Vaksinasi

Polusi Sampah Plastik di Dubai

“Plastik yang berserakan mungkin memiliki sisa makanan di atasnya, seperti minyak dan garam yang menarik untuk dicicipi,” tambah Markus.

Dalam sebuah penelitian barunya, Markus menunjukkan bahwa tas, botol, tali dan plastik lainnya dapat menumpuk di perut unta selama bertahun-tahun. Perlahan-lahan mengapur menjadi massa padat.

Kantung di usus mereka juga menampung koloni bakteri yang besar, sehingga unta mudah sakit karena tingginya jumlah bakteri. Penumpukan tersebut bisa menyebabkan unta selalu merasa kenyang, dan akhirnya berhenti makan. Akibatnya unta-unta ini akan kekurangan gizi dan mati.

Markus yang bekerja di The 5 Gyres Intitute, nirlaba yang berfokus pada polusi plastik telah menemukan letak kesalahan polusi plastik tersebut. Menurutnya perusahaan yang membuat plastik sekali pakai secara konsisten menolak tanggung jawab atass siklus hidup plastik.

Pemkab Wonogiri Tak Wajibkan Pemudik Bawa Hasil Rapid Tes Antigen, Kenapa?

Mereka secara konsisten melawan kebijakan untuk mengekang plastik sekali pakai. Studi menunjukkan dampak luar biasa sampah plastik bukan berada di laut namun berasa di daratan.

Markus menambahkan seruan perjanjian PBB memiliki peran penting, untuk mengurangi masalah plastik sekali pakai. “Seruan untuk perjanjian PBB sangat penting selama ketentuan untuk menghilangkan plastik sekali pakai diberlakukan,” tambahnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya