SOLOPOS.COM - Ketua Tim Independen Pencari Fakta kasus kekerasan seksual dan pemerkosaan pegawai Kementerian Koperasi dan UKM, Ratna Batara Munti memberikan keterangan melalui via zoom di Jakarta, Selasa, (22/11/2022). (ANTARA/Muhammad Zulfikar)

Solopos.com, SEMARANG — Dua pegawai negeri sipil (PNS) direkomendasikan dipecat akibat dugaan kekerasan seksual dan pemerkosaan terhadap pegawai Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop UKM).

Kasus dugaan perkosaan pegawai Kemenkop UKM oleh dua PNS itu mendapat perhatian banyak orang, termasuk Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan, Mahfud Md.

Promosi Waspada Penipuan Online, Simak Tips Aman Bertransaksi Perbankan saat Lebaran

“Dua PNS yang awalnya hanya menerima sanksi penurunan masa jabatan satu tahun direkomendasikan untuk diberhentikan sebagai PNS,” kata Ketua Tim Independen Pencari Fakta Kasus Kekerasan Seksual dan Pemerkosaan Pegawai Kemenkop UKM, Ratna Batara Munti di Jakarta, Selasa (22/11/2022).

Hasil penelusuran tim independen diketahui kedua PNS tersebut tidak hanya melakukan pemerkosaan tetapi juga melakukan pelecehan seksual kepada korban di sebuah tempat hiburan malam dan di dalam mobil.

Baca Juga: Terdakwa Pemerkosa Anak dan Cucu Dituntut Hukuman Penjara Seumur Hidup

“Tindakan pelaku tersebut setelah korban dibujuk dan dicekoki minuman keras,” ujarnya seperti dikutip Solopos.com dari Antara.

Sementara, untuk dua pelaku lainnya yang turut serta dalam kejahatan tersebut direkomendasikan agar kontraknya sebagai tenaga honorer diputus, dan satu pelaku lainnya direkomendasikan agar masa jabatannya diturunkan.

Secara umum, tim independen mengeluarkan beberapa poin rekomendasi penting atas kasus yang terjadi di akhir tahun 2019 tersebut.

Baca Juga: Setelah Aipda AL, Ada Lagi Polisi Purworejo Selingkuh, Kali Ini dengan Bidan

Pertama, merekomendasikan soal sanksi kepada empat pelaku yang juga menjadi desakan publik atas kasus itu.

Rekomendasi itu didasari surat perintah penghentian penyidikan (SP3) meskipun keempat pelaku sudah menjadi tersangka.

“Jadi ada empat pegawai yang masih bekerja di sini dan sanksinya kita evaluasi berdasarkan temuan tim independen,” kata Ratna.

Ia mengatakan sanksi yang direkomendasikan tersebut merujuk kepada berat atau ringannya perbuatan pelaku kepada korban.

Baca Juga: Setelah Guru Tampar Murid, SMPN 1 Sawit Boyolali Deklarasi Sekolah Ramah Anak

Kedua, Tim Independen juga menyoroti respons internal Kemenkop UKM atas kasus yang dilaporkan korban dan keluarganya ke Kepala Biro pada tahun 2019.

Temuan Tim Independen, ada semacam upaya melindungi pelaku dan malaadministrasi yakni pemalsuan tanda tangan surat pengunduran diri korban.

Padahal, pengakuan korban yang diperoleh Tim Independen, surat pengunduran beserta tanda tangan tersebut bukan dibuat dan ditandatangani oleh korban.

Kasus Dilanjutkan

Sementara itu, Menkopolhukam Mahfud Md menegaskan penanganan kasus pemerkosaan pegawai Kemenkop UKM oleh empat rekan kerjanya terus dilanjutkan.

Hal itu lantaran surat perintah penghentian penyidikan (SP3) kasus tersebut dibatalkan setelah Mahfud melakukan rapat bersama LPSK, Kabreskrim Komjen Pol. Agus Andrianto, Kompolnas, kejaksaan, Kemenkop UKM di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Senin (21/11/2022).

“Oleh sebab itu kepada empat tersangka dan tiga saksi, yaitu N, MF, WH, ZPA (tersangka), kemudian saksinya yang juga dianggap terlibat itu, A, T, dan H itu supaya diproses ke pengadilan,” kata Mahfud dalam keterangan video dari Humas Kemenko Polhukam, Jakarta, Selasa.

Baca Juga: Begal Payudara, Bukan Soal Pakaian Seksi tapi Akibat Patriarki

Kasus itu sempat berhenti karena mendapat SP3 dengan alasan laporan telah dicabut.

Mahfud menjelaskan di dalam hukum, laporan tidak bisa dicabut sementara pengaduan dapat dicabut.

“Kalau laporan, polisi harus menilai. Kalau tidak cukup bukti, tanpa dicabut pun dihentikan perkaranya. Akan tetapi, kalau cukup bukti meskipun yang melapor menyatakan mencabut, perkara harus diteruskan. Beda dengan pengaduan yang itu berdasarkan delik aduan. Kalau pengaduan, begitu yang mengadu mencabut maka perkara menjadi ditutup,” papar mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu.



Baca Juga: Pelaku Rudapaksa Anak Difabel Berkeliaran, Polresta Jogja Disebut Tidak Serius

Mahfud menegaskan tidak ada konsep restorative justice pada kejahatan yang serius. Oleh karena itu, perkara tersebut harus terus dibawa ke pengadilan.

“Kalau kejahatan yang serius, yang ancamannya misalnya lebih dari 4 tahun atau lebih dari 5 tahun litu tidak ada restorative justice,” ujarnya.

Ia menyebutkan korupsi, pencurian, pembunuhan, dan perampokan tidak ada restorative justice. Hal itu harus terus dibawa ke pengadilan.

Baca Juga: Bohongi Penyidik Polres Jaksel, Bharada Eliezer dan Ricky Rizal Minta Maaf

“Karena ini banyak yang salah kaprah. Ada orang tertangkap korupsi, lalu minta restorative justice. Tidak ada restorative justice di dalam kejahatan,” kata Mahfud.

Sebelumnya diberitakan, seorang pegawai perempuan di Kemenkop UKM berinisial ND diperkosa empat rekan kerjanya saat perjalanan dinas ke luar kota.

Pemerkosaan ini terjadi di salah satu hotel, kawasan Bogor, Jawa Barat, 6 Desember 2019.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya