SOLOPOS.COM - Kartu BPJS Kesehatan/JKN-KIS. (Solopos-Rohmah Ermawati)

Solopos.com, JAKARTA — Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan masih memiliki utang klaim yang jatuh tempo ke rumah sakit senilai Rp4,4 triliun.

Untuk menutup utang klaim tersebut, BPJS Kesehatan perlu mendapatkan aliran dana, yang salah satunya didapat dari kenaikan iuran atau premi peserta.

Promosi Telkom dan Scala Jepang Dorong Inovasi Pertanian demi Keberlanjutan Pangan

Staf Ahli Menkeu Bidang Pengeluaran Negara Kemenkeu, Kunta Dasa, mengatakan utang klaim tersebut merupakan nilai sampai Rabu (13/5/2020).

SBBI 2020 Beri Penghargaan Merek Bergengsi untuk 5 Kategori, Mal Sampai Rumah Sakit

Menurut dia, tingginya utang BPJS Kesehatan, salah satunya dipengaruhi dampak pembatalan kenaikan iuran bagi peserta mandiri oleh Mahkamah Agung (MA).

Seperti diketahui, Putusan Mahkamah Agung (MA) No. 7/P/HUM/2020 membatalkan kenaikan iuran jaminan kesehatan bagi Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Peserta Bukan Pekerja (BP).

Lewat Lagu Pahlawan Kasih, Anggota DPRD Boyolali Semangati Tenaga Medis

Sebelum dibatalkan, kenaikan iuran BPJS Kesehatan hingga 100% terebut sudah berlaku Januari-Maret 2020. Pembatalan kenaikan iuran mulai berdampak pada iuran BPJS Kesehatan bulan April dan Mei 2020.

Total Klaim BPJS Kesehatan

“Dengan putusan MA, maka kami lihat kondisi BPJS Kesehatan sampai 13 Mei 2020, kami masih ada utang klaim jatuh tempo Rp4,4 triliun,” ujarnya dalam konferensi pers secara live streaming, Kamis (14/5/2020), seperti dikutip Bisnis.com.

Butuh Konsultasi Dokter tapi Takut Keluar? Rumah Sakit di Solo Ini Layani Konsultasi Online

Nilai total klaim BPJS Kesehatan hingga saat ini senilai Rp6,21 triliun dengan utang klaim belum jatuh tempo senilai Rp1,03 triliun. Adapun, klaim yang sudah dibayar senilai Rp192,54 triliun.

Selain itu, putusan MA juga berdampak pada kondisi keuangan BPJS Kesehatan pada 2020 yang diperkirakan mengalami defisit senilai Rp6,9 triliun. Nilai defisit itu termasuk merampungkan sisa defisit yang belum dibayar pada 2019 yang totalnya sekitar Rp15,5 triliun.

Mulai 2021, BPJS Kesehatan akan mengalami defisit yang semakin lebar. “Kondisi BPJS Kesehatan ini perlu ada perbaikan dan perlu ada langkah mengatasi defisit, perlu ada upaya mengatasi,” kata dia.

Update Covid-19 Dunia: Pasien Sembuh 37,4% & Meninggal 6,7%

Deputi Bidang Penanggulangan Kemiskinan dan Perlindungan Sosial Kemenko PMK selaku Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), Tubagus Achmad Choesni, menegaskan penyesuaian iuran BPJS Kesehatan sudah melalui pertimbangan dari ahli yang independen dan kompeten.

“Penyesuaian iuran kalau pun diperlukan harus didasarkan berbagai pertimbangan dari ahli yang independen dan kompeten. Dalam menetapkan iuran peserta kami juga pasti melihat kemampuan peserta dalam membayar iuran,” papar dia, Kamis.

Achmad menuturkan penetapan iuran juga melihat kemampuan masing-masing perserta. Karena sifatnya asuransi, BPJS Kesehatan juga mengakomodasi sistem gotong-royong antarsegmen kepesertaan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya