SOLOPOS.COM - Abu Nadzib (Istimewa/Solopos)

Solopos.com, SOLO — Saya sedang menyiapkan tulisan tentang perdamaian suporter di Indonesia ketika terjadi tragedi di stadion Kanjuruhan pada 1 Oktober 2022. Separuh tulisan saya siapkan. Isinya apresiasi atas pemandangan langka di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur.

Itu saat Arema FC menjamu Persib Bandung dan 3.000 Bobotoh (suporter Persib Bandung) nyaman mendukung tim mereka di tengah puluhan ribu Aremania. Bobotoh bersorak nyaris selama 90 menit. Mereka beradu riuh dengan 35.000 Aremania.

Promosi Ongen Saknosiwi dan Tibo Monabesa, Dua Emas yang Telat Berkilau

Pemandangan langka itu disiarkan secara live oleh Indosiar. Jutaan pasang mata di berbagai tempat menjadi saksi awal perdamaian suporter dua tim. Setiap kali Persib menekan sang tuan rumah, Arema FC, kamera menyorot Bobotoh yang tak berhenti bersorak.

Sekejap mata kemudian kamera beralih ke Aremania yang mengapit Bobotoh di sisi kiri dan kanan tribune. Siaran langsung televisi menunjukkan kepada publik tak ada kericuhan. Sungguh pemandangan yang langka. Selama ini rivalitas Persib dan Arema FC selalu membikin khawatir.

Entah berapa tahun tak pernah ada Bobotoh di Stadion Kanjuruhan. Demikian pula tak pernah ada Aremania di Stadion Gelora Bandung Lautan Api (GBLA). Pertandingan pekan ke-9 Liga 1 antara Arema FC versus Persib pada 11 September 2022 itu bak oase di padang pasir.

Seusai pertandingan yang dimenangi tim tamu itu, para pemain bersalaman dan berpelukan. Pentolan suporter dua tim berkeliling stadion menyapa para penggila bola yang hadir di Stadion Kanjuruhan. Semuanya damai. Euforia kemenangan Bobotoh tanpa menyakiti Aremania. Aremania menerima kekalahan dengan legawa.

Tulisan sebagai apresiasi itu saya ubah setelah tragedi di Stadion Kanjuruhan. Kebahagiaan di depan mata berubah menjadi banjir air mata. Sebanyak 131 penonton—versi pemerintah—meninggal dunia. Aremania punya versi jumlah korban meninggal dunia lebih banyak, namun hingga saat ini belum bisa terverifikasi.

Tragedi sepak bola di negeri seberang sering kita dengar, namun tak pernah terpikir bakal terjadi di negeri sendiri. Jika satu atau dua nyawa terenggut karena ketidakdewasaan suporter yang ribut memang beberapa kali terjadi, namun tidak dalam skala besar seperti sekarang ini.

Nasi telah menjadi bubur, yang meninggal tak akan kembali lagi. Para orang tua yang kehilangan anak tak bisa lagi ketemu buah hati mereka. Anak yang kehilangan orang tua akan memendam rindu sepanjang hayat. Tak lagi bisa bersua saudara atau teman dekat menjadi cerita yang tak akan terlupakan sepanjang hidup.

Tragedi Stadion Kanjuruhan memang menjadi misteri. Kerusuhan itu bukan keributan suporter dua tim karena pendukung Persebaya tak ada yang ke Malang. Kekacauan terjadi justru antara Aremania dengan aparat. Pemicu banyaknya korban jiwa karena sesak napas dan suporter terinjak-injak setelah gas air mata menerjang tribune penonton.

Ranah hukum biarlah diselesaikan aparat kepolisian. Kepala Polri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo harus tegas dan jujur mengusut kasus ini. Penetapan tersangka tiga perwira Polri dan tiga orang sipil yang bertanggung jawab dalam insiden itu harus ditindaklanjuti dengan transparansi hasil penyelidikan.

Hal ini penting sebagai pelajaran agar tragedi memilukan dalam sepak bola tidak terjadi lagi. Cukuplah tragedi di Stadion Kanjuruhan menjadi yang pertama dan terakhir. Sepak bola adalah hiburan. Selayaknya orang yang mencari hiburan pulang dengan gembira, bukan berlinang air mata.

Jika benar tiga polisi itu bertanggung jawab terhadap pelepasan gas air mata berujung tewasnya 131 orang, hukuman berat harus diberikan sesuai kesalahan yang diperbuat. Polri harus memastikan regulasi FIFA ihwal pelarangan gas air mata dalam pengamanan penonton sepak bola harus dipatuhi.

Meratapi tragedi bukan solusi. Mengambil pelajaran dari peristiwa mengerikan ini lebih penting agar sepak bola bukan saja sebagai hiburan, melainkan menjadi industri yang dapat diandalkan bagi peningkatan ekonomi masyarakat berbagai lapisan.

Bobrok

Penetapan Direktur PT Liga Indonesia Baru, Akhmad Hadian Lukita, sebagai tersangka membuka tabir betapa bobroknya pengelolaan sepak bola kita. Sebagai pengelola liga di Indonesia, PT LIB terbukti ceroboh.

Dalam tragedi Stadion Kanjuruhan, PT LIB terbukti tidak memverikasi kelayakan stadion sebelum liga bergulir. Verifikasi terakhir dilakukan pada 2020. Saat itu ada sejumlah rekomendasi perbaikan di sejumlah tempat di Stadion Kanjuruhan sebagai jaminan keamanan bagi penonton yang datang.

Artinya, stadion yang belum layak itu dianggap layak untuk menampung puluhan ribu penonton. Terjadilah tragedi mengerikan itu. Bukan tidak mungkin, PT LIB juga tidak memverifikasi stadion-stadion lainnya padahal Liga 1 dan Liga 2 sudah bergulir beberapa pekan.

PSSI harus bertanggung jawab. PT LIB hanyalah kepanjangan tangan PSSI untuk menyelenggarakan liga. Baik buruknya menjadi tanggung jawab PSSI. Beruntung FIFA tidak memberikan sanksi untuk sepak bola Indonesia dan menyerahkan penanganan kasus ini kepada PSSI.

Indonesia beruntung karena banyak agenda tim nasional, antara lain Piala Dunia U-20 (2023), Piala Asia (2023), dan Piala AFF (2022). Pendukung tim nasional bernapas lega karena di bawah pelatih Sin Tae Yong sepak bola Indonesia sedang di jalan yang benar menuju kejayaan.

Tim nasional senior dan U-19 melaju ke Piala Asia setelah belasan tahun tidak berkiprah di event sepak bola terbesar di Benua Asia itu. Tragedi Stadion Kanjuruhan harus menjadi momentum persatuan suporter seluruh klub di Indonesia.

Tragedi ini harus mendewasakan seluruh suporter, bahwa tidak ada sepak bola yang seharga nyawa. Satu nyawa terlalu berharga daripada pertandingan sepenting apapun itu. Kembalikan sepak bola ke khitahnya sebagai hiburan yang menggembirakan.

Tidak masuk akal ketika hiburan justru menjadi bencana yang mengerikan. Rivalitas cukup 90 menit di lapangan. Setelah itu semua adalah saudara sebangsa setanah air.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 11 Oktober 2022. Penulis adalah jurnalis Solopos Media Group)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya