SOLOPOS.COM - Sesaji yang disiapkan oleh warga diletakkan di Wangon Cenginging itu berisi hasil bumi dan bebek putih. (Solopos.com/Hawin Alaina)

Solopos.com, SEMARANG — Warga Desa Lerep, Kecamatan Ungaran Barat, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah melaksanakan tradisi ketika memasuki bulan safar, yaitu Iriban.

Salah satu tradisi di Desa Lerep Semarang itu dilakukan untuk merawat dan melestarikan sumber mata air di desa setempat. Tradisi tersebut dilaksanakan di salah satu pertemuan tiga aliran air di hutan. Warga setempat menyebutnya Wangon Cenginging.

Promosi BRI Kantor Cabang Sukoharjo Salurkan CSR Senilai Lebih dari Rp1 Miliar

Kepala Desa Lerep, Sumaryadi, menjelaskan tradisi Iriban merupakan bentuk melestarikan budaya leluhur di Desa Lerep secara turun-temurun. Kata Irab, lanjutnya, berasal dari irib-irib yang artinya ngurip-urip.

Tradisi Iriban dilaksanakan dengan tujuanya agar debit air di Desa Lerep bisa tetap besar. Konon, tutur Sumaryadi, sesepuh desa harus membelah bukit ketika mencari sumber air. Selain itu, sesepuh desa membelah bukit agar air bisa mengalir.

“Konon ceritanya dahulu sesepuh dibantu oleh bebek putih. Nah, sehingga di sini selalu mengikutkan bebek putih saat ritual,” jelas Sumaryadi, Rabu (21/9/2022).

Baca Juga : Awal Mula Tradisi Popokan Lempar Lumpur di Desa Sendang Kabupaten Semarang

Tidak hanya bebek putih yang harus ada setiap kali melaksanakan tradisi Iriban. Warga juga menyiapkan sari air yang ada di alam, seperti madu dan legen. Kedua sari dari alam itu memiliki makna tertentu.

Madu dari alam menjadi simbol bagaimana air bisa mengalir sedangkan legen melambangkan air akan terus mengalir. “Harapan-harapan itu dituangkan dalam berbagai macam suguhan,” terangnya.

tradisi iriban ungaran semarang
Sesaji yang disiapkan oleh warga diletakkan di Wangon Cenginging itu berisi hasil bumi dan bebek putih. (Solopos.com/Hawin Alaina)

Selain itu ada tape, kelapa cengkir, ayam, nasi, dan lauk. Sumaryadi menjelaskan tradisi Iriban selalu digelar setiap Rabu Kliwon di bulan safar. Kali ini jatuh pada Rabu (21/9/2022).

Tidak banyak warga yang hadir saat pelaksanaan tradisi Iriban ini karena bukan hari libur. Namun, setiap rukun tetangga (RT) mengirimkan perwakilan untuk mengikuti acara. “Ini ada perwakilan 21 RT,” ungkapnya.

Dia berharap tradisi Iriban Semarang ini bisa terus dilestarikan supaya generasi muda tahu sejarah leluhur. Selain itu, tradiri ini sebagai wujud rasa syukur. Air sebagai sumber kehidupan untuk minum, ternak, mengaliri sawah, dan lain-lain.

Baca Juga : Tak Boleh Ada Dendam di Tradisi Popokan Lempar Lumpur Desa Sendang Semarang

“Mereka tahu. Oh, sumber airnya dari sini sehingga mereka memiliki keinginan untuk melakukan upaya melestarikan,” jelasnya.

Dia menuturkan tradisi Iriban baru diselenggarakan dan dikemas dengan nuansa budaya selama tiga tahun terakhir. Ke dapan, katanya, pelaksanaan tradisi Iriban akan dilakukan melibatkan wisatawan.

Rencana itu dilaksanakan setelah akses jalan menuju lokasi pelaksanaan tradisi Iriban sudah bagus. “Mereka bisa tinggal di home stay atau tenda sekitar acara. Kemudian ada gamelan yang bisa masuk juga ke area ritual,” tutur dia.

Acara yang berlangsung Rabu pagi itu diawali dengan membersihkan aliran air. Kemudian kirab hasil bumi dan dilanjutkan dengan rangkaian upacara adat, seperti tarian guyub rukun yang dibawakan satu orang laki-laki dan satu orang perempuan.

Tarian guyub rukun itu sebagai simbol agar masyarakat Desa Lerep selalu guyub rukun. Acara ditutup dengan makan bersama.

Baca Juga : Sejarah Saparan Yaa Qawiyyu di Jatinom Klaten

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya