SOLOPOS.COM - Ilustrasi, rukyah hilal (JIBI/SOLOPOS/detikcom)

Solopos.com, SOLO–Tak lama lagi Ramadan tahun ini menyapa. Masyarakat muslim di Tanah Air menyambutnya dengan suka cita.

Umat Islam di Indonesia mulai melaksanakan Puasa Ramadan dengan memedomani hasil penentuan awal Ramadan yang dilakukan Kementerian Agama (Kemenag) atau organisasi masyarakat (ormas) seperti Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU).

Promosi BRI Peduli Ini Sekolahku, Wujud Nyata Komitmen BRI Bagi Kemajuan Pendidikan

Tahun ini, Kemenag berencana menggelar sidang isbat penentuan 1 Ramadan pada 22 Maret mendatang.

Sementara, Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah sudah menetapkan 1 Ramadan 2023 pada 23 Maret. Dengan demikian, umat Islam bisa mulai berpuasa pada tanggal tersebut.

Apa saja metode yang digunakan untuk menentukan awal Ramadan? Berikut ulasannya.

Dikutip dari laman NU, jatim.nu.or.id, Selasa (7/3/2023), ada tiga alternatif metode untuk menetapkan awal bulan qamariyah meliputi hisab, ru’yah, dan istikmal.

Hisab adalah menghitung berdasarkan teori dan rumus-rumus tertentu yang sudah dibakukan sedemikian rupa. Sehingga, diyakini awal bulan atas dasar perhitungan teoritik itu sama dengan kenyataan alam.

Metode lainnya adalah ru’yah yakni melihat hilal (bulan tanggal pertama). Artinya penetapan awal bulan didasarkan pada ada atau tidaknya hilal yang bisa dilihat (baik langsung maupun dengan alat bantu).

Sedangkan, istikmal adalah menggenapkan jumlah hari suatu bulan sampai tiga puluh hari sebelum memulai bulan baru.

Perbedaan tentang awal Ramadhan dan Syawal berpangkal pada ketidaksamaan hasil yang diperoleh melalui metode-metode tersebut, khususnya ru’yah dan hisab.

Lalu bagaimana kedudukan metode-metode tersebut dalam penetapan hari yang sangat penting ini?

K.H. Sahal Mahfudh dalam bukunya Dialog Problematika Umat menulis pandangannya terkait problematika di atas.

Menurut kiai yang pernah menjabat sebagai Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) tersebut jumhur ulama salaf berpendapat penetapan (itsbat) awal Ramadan dan Syawal hanya boleh dengan cara ru’yah.

Seperti dijelaskan dalam hadist muttafaq alaihi (diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dan Imam Muslim) yang artinya, berpuasalah kalian pada saat kalian telah melihatnya (bulan) dan berbukalah kalian juga di saat telah melihatnya (hilal bulan Syawal). Dan apabila tertutup mendung bagi kalian maka genapkanlah bulan Sya’ban menjadi 30 hari.

Jika ru’yah tidak bisa dilaksanakan karena terhalang mendung misalnya. Maka digunakanlah istikmal. Jadi, dalam konteks ini istikmal bukanlah metode tersendiri, tetapi metode lanjutan ketika ru’yah tidak efektif.

Pada sisi lain, PP Muhammadiyah menentukan 1 Ramadan dengan menggunakan metode hisab hakiki wujudul hilal yang dipedomani oleh Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya