SOLOPOS.COM - Ratusan warga melihat atraksi reog Ponorogo yang tampil dalam kegiatan budaya di Jl. Bathoro Kathong, Ponorogo. (Abdul Jalil/JIBI/Madiunpos.com)

Solopos.com, PONOROGO — Tari reog Ponorogo kembali menjadi perbincangan hangat. Lagi-lagi Malaysia akan mengklaim kesenian reog Ponorogo ke United Nations Educational Scientific and Cultural Organization (UNESCO). Bukan hanya itu yang bikin berang masyarakat, tetapi kabar terkait Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) yang lebih memilih jamu dibandingkan reog Ponorogo untuk didaftarkan ke UNESCO.

Tentu dua kondisi ini sangat membuat marah masyarakat Indonesia, terutama seniman reog. Bahkan Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko mengaku kecewa atas keputusan pemerintah pusat yang tidak mengusulkan reog ke UNESCO.

Promosi Pegadaian Buka Lowongan Pekerjaan Khusus IT, Cek Kualifikasinya

Sebelum menjadi kesenian yang populer seperti sekarang, sebenarnya bagaimana sejarah dari munculnya reog ini. Dikutip dari berbagai sumber, sebenarnya ada beberapa versi cerita yang berkembang di masyarakat tentang asal usul reog.

Baca Juga: Nadiem Tak Usulkan Reog ke UNESCO, Bupati dan Seniman Ponorogo Kecewa

Tetapi, salah satu cerita yang paling terkenal adalah cerita tentang pemberontakan Ki Ageng Kutu, seorang abdi kerajaan pada masa Bhre Kertabhumi, Raja Majapahit terkahir yang berkuasa pada abad ke-15. Ki Ageng Kutu murka terhadap pengaruh kuat dari pihak istri raja Majapahit yang berasal dari Tiongkok, selain itu juga murka kepada rajanya dalam pemerintahan yang korup.

Dia pun melihat bahwa kekuasaan Kerajaan Majapahit akan berakhir. Kemuidan ia meninggalkan sang raja dan mendirikan perguruan di mana ia mengajar seni bela diri kepada anak-anak muda, ilmu kekebalan diri, dan ilmu kesempurnaan dengan harapan bahwa anak-anak muda ini akan menjadi bibit dari kebangkitan Kerajaan Majapahit kembali.

Sadar bahwa pasukannya terlalu kecil untuk melawan pasukan kerajaan maka pesan politis Ki Ageng Kutu disampaikan melalui pertunjukan seni Reog, yang merupakan sindiran kepada raja Kertabhumi dan kerajaannya.

Baca Juga: Ratusan Seniman Desak Pemerintah Daftarkan Reog Ponorogo ke UNESCO

Pagelaran reog menjadi cara Ki Ageng Kutu membangun perlawanan masyarakat lokal menggunakan kepopuleran reog. Dalam pertunjukan reog ditampilkan topeng berbentuk kepala singa yang dikenal sebagai singa barong, raja hutan, yang menjadi simbol untuk Kertabhumi. Di atas kepala singa itu ada bulu-bulu merak hingga menyerupai kipas raksasa yang menyimbolkan pengaruh kuat para rekan Cinanya yang mengatur dari atas segala gerak-geriknya.

Jatilan, yang diperankan oleh kelompok penari gemblak yang menunggangi kuda-kudaan menjadi simbol kekuatan pasukan Kerajaan Majapahit yang menjadi perbincangan kontras antara kekuatan warok. Yang berada di balik topeng badut merah yang menjadi simbol untuk Ki ageng Kutu. Sendirian dan menopang berat topeng singa barong yang mencapai lebih dari 50 kg hanya menggunakan giginya.

Kepopuleran reog Ki Ageng Kutu akhirnya menyebabkan Bhre Kertabhumi mengambil tindakan dan menyerang perguruannya. Pemberontakan oleh warok dengan cepat diatasi dan perguruan dilarang untuk melanjutkan pengajaran akan warok.

Baca Juga: KSP Janji Kawal Pengakuan Reog Ponorogo ke UNESCO

Namun, murid Ki Ageng Kutu tetap melanjutkannya secara diam-diam. Meskipun begitu, kesenian reog sendiri masih diperbolehkan untuk dipentaskan karena sudah menjadi pertunjukkan populer di masyarakat.

Namun, jalan ceritanya memiliki alur baru di mana ditambahkan karakter-karakter dari cerita rakyat Ponorogo yaitu Kelono Sewandono, dewi Songgolangit, dan Sri Genthayu.

Untuk versi resmi alur cerita reog Ponorogo saat ini adalah cerita tentang raja Ponorogo yang berniat melamar putri Kediri, Dewi Ragil Kuning. Namun, di tengah perjalanan dicegat oleh raja Singa Barong dari Kediri.

Baca Juga: Pernikahan Sedarah Marak di Ponorogo, Waspada Dampaknya Bagi Keturunan

Pasukan Raja Singa barong terdiri dari merak dan singa, sedangkan dari pihak Kerajaan Ponorogo ada Raja Kelono dan wakilnya Bujang Anom serta dikawal oleh warok (pria berpakaian hitam-hitam dalam tariannya), dan warok ini memiliki ilmu hitam mematikan.

Seluruh tariannya merupakan tarian perang antara Kerajaan Kediri dan Kerajaan Ponorogo serta mengadu ilmu hitam antara keduanya. Para penari dalam keadaan kerasukan saat mementaskan tariannya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya