Solopos.com, SRAGEN – Ratusan sapi bali dijajakkan sebagai hewan kurban di kawasan Sine, Sragen dan Pengkok, Kedawung. Dinas Peternakan dan Perikanan (Disnakkan) Sragen mengingatkan kepada pedagang supaya sapi bali tidak dipelihara di Bumi Sukowati.
Sejumlah dokter hewan dari Disnakkan Sragen memeriksa sapi bali yang dijajakkan pedagang di Desa Pengkok, Kedawung, Kamis (16/7/2020). Pemeriksaan fisik dan kesehatan sapi bali itu dilaksanakan di empat lokasi berbeda.
Promosi Pegadaian Resmikan Masjid Al Hikmah Pekanbaru Wujud Kepedulian Tempat Ibadah
“Sapi bali itu dilarang dipelihara di Sragen. Sapi bali boleh dijual di Sragen untuk memenuhi kebutuhan akan hewan kurban jelang Iduladha. Selesai Iduladha, tidak boleh lagi ada sapi bali di Sragen. Kalau ada yang tersisa, sapi itu tidak boleh dijual, tapi wajib disembelih,” ujar drh. Suprapto kepada wartawan.
Rebutan Tanah 3 Meter, Pak RT dan Warga di Kedawung Sragen Saling Gempur
Selain dikhawatirkan membawa penyakit jembrana, pemeriksaan dilakukan guna memastikan sapi bali layak dijadikan hewan kurban. Pemeriksaan fisik dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kecatatan seperti pincang, patah kaki, patah tanduk, cacat pada telingan, belek, dan lain-lain. Pemeriksaan genetik salah satunya dilakukan dengan mengecek buah pelir dari sapi bali itu.
“Salah satu syarat sah hewan kurban itu sudah berusia minimal dua tahun yang ditandai dengan gigi susunya sudah tanggal minimal satu pasang,” papar drh. Suprapto.
Sementara itu, Muhtadi, 21, salah seorang penjual hewan kurban mengatakan terdapat 70 ekor sapi bali yang dijualnya di Dukuh/Desa Pengkok. Dari 70 ekor itu, hanya tinggal empat ekor yang belum laku terjual. Muhtadi menjelaskan, sebelum diangkut ke Sragen menggunakan truk tronton, sapi bali sudah menjalani pemeriksaan kesehatan di tempat asalnya, Pulau Dewata.
Belum Masuk Fase Kedua, Indonesia Masih Terjebak di Gelombang Pertama Covid-19
Harga Murah
Sesampainya di Sragen, sapi-sapi itu masih menjalani pemeriksaan kesehatan oleh petugas dari Disnakkan Sragen. Semua sapi yang dijualnya juga sudah dilengkapi surat keterangan sehat yang dikeluarkan oleh dokter hewan di daerah asal.
“Kami pilih sapi balik karena kualitas dagingnya baik. Lantaran digembalakan di padang rumput liar, dagingnya tidak berlemak. Soal potensi gangguan penyakit, insya Allah aman karena sudah dua kali diperiksa kesehatan yakni di Bali dan di sini,” terang Muhtadi.
Daleeem… Ini Arti Nama Unik Dita Leni Ravia Si Remaja Cantik Asli Gunungkidul
Muhtadi mengakui harga sapi bali jauh lebih murah daripada harga sapi lokal. Satu ekor sapi bali biasa dijual Rp12 juta hingga Rp22 juta tergantung ukurannya. Sementara harga sapi lokal jawa masih di atas Rp17 juta.
“Dibandingkan sapi jawa, sapi bali memang lebih kecil. Oleh sebab itu, harganya jauh lebih murah,” papar Muhtadi.