SOLOPOS.COM - Anggrek Merapi di rumah salah satu warga Tegalmulyo, Kemalang, Klaten, Senin (8/11/2021). (Solopos.com/Taufiq Sidik Prakoso)

Solopos.com, KLATEN—Upaya untuk menjaga kelestarian alam di kawasan Gunung Merapi terus dilakukan warga di sabuk gunung tersebut. Salah satunya dengan merelokasi anggrek endemik Merapi ke habitat alaminya.

Seperti yang dilakukan warga di Desa Tegalmulyo, Kecamatan Kemalang. Pekan lalu, warga desa tersebut secara sukarela menyerahkan 55 anggrek Vanda tricolor yang menjadi salah satu spesies anggrek endemik Merapi.

Promosi Beli Emas Bonus Mobil, Pegadaian Serahkan Reward Mobil Brio untuk Nasabah Loyal

Pengembalian puluhan anggrek ke habitat alami itu bersamaan dengan kegiatan rembug desa yang dihadiri Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Wiratno, dan Bupati Klaten, Sri Mulyani.

Baca Juga: Fraksi PDIP Wonogiri Sebut Banyak Pemda Buat Regulasi Berlebihan

Jauh sebelum kegiatan itu, upaya warga untuk mengembalikan anggrek tersebut ke habitat alami sudah dilakukan secara swadaya. Hal itu tak lain lantaran keberadaan anggrek endemik Merapi semakin berkurang terutama di kawasan Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM) yang berdekatan dengan wilayah Tegalmulyo.

Salah satu warga, Srijono, menceritakan sebelumnya ada berbagai jenis anggrek yang hidup di kawasan Gunung Merapi terutama yang berdekatan dengan wilayah Tegalmulyo. Seperti anggrek lurik, anggrek merpati, serta anggrek Vanda tricolor. Namun, mayoritas anggrek yang sering ditemui yakni Vanda tricolor.

Hampir di berbagai lokasi kawasan di wilayah Gunung Merapi ditemui jenis anggrek Vanda tricolor mulai dari akses masuk kawasan di Tegalmulyo. Jenis anggrek itu kerap ditemui menempel pada dinding bebatuan.

Baca Juga: Wayang Sinema, Sensasi Wayangan dengan 25 Dalang Sekaligus

Namun, pengambilan secara besar-besaran dilakukan pada 1980-an lalu. Awalnya, ada orang dari luar daerah yang mendatangi kawasanyang kini masuk menjadi kawasan TNGM.

Vanda tricolor diambil warga jauh sebelum lereng Merapi menjadi TNGM sesuai SK mulai 2004. Mulai ada pengambilan itu pada 1980-an. Karena waktu itu ada orang luar yang ambil ke dalam kawasan,” kata Jono saat ditemui di Sapuangin Coffe and Farm, Dukuh Pajegan, Desa Tegalmulyo, Senin (8/11/2021).

Awalnya warga tak mengetahui maksud dari pengambilan tersebut. Seiring berjalannya waktu, warga sekitar paham anggrek yang banyak ditemukan di lereng Merapi tersebut memiliki nilai ekonomi alias laku dijual. Alhasil, warga pun ikut-ikutan mengambil anggrek endemik Merapi tersebut.

Baca Juga: BPCB Jateng Temukan 3 Candi Perwara di Situs Watu Genuk Boyolali

Lambat laun, keberadaan anggrek tersebut kian jarang ditemukan. Hingga warga mulai berinisiatif melakukan pengembalian anggrek tersebut ke habitat alaminya.

Mereka melakukan pengembangbiakan secara vegetatif anggrek terutama jenis anggrek Vanda tricolor. Tanaman anggrek yang berhasil dikembangbiakkan sebagian mereka bawa ke habitat alaminya di hutan dengan ditempel pada tanaman maupun dinding tebing. Hal itu dilakukan warga secara swadaya.

“Untuk pengembalian anggrek ke habitat alami dengan dikemas kegiatan itu sudah dilakukan sejak 2017. Tetapi, jauh sebelum itu masyarakat sudah bergerak secara mandiri untuk mengembalikan anggrek yang mereka kembangbiakkan ke habitat alami. Jumlahnya sudah tidak terhitung,” kata dia.

Baca Juga: Proyek Grha Megawati Klaten Diguyur APBD 2022 Senilai Rp19 Miliar

“Jadi mereka membawa anakan anggrek yang berhasil dikembangbiakkan kemudian dibawa ke hutan. Setelah nanti tumbuh besar, sebagian dibawa pulang untuk dikembangbiakkan dan sebagian dikembalikan lagi ke hutan,” kata Srijono yang juga menjadi salah satu penggerak Sapuangin Rescue tersebut.

 

Kewajiban

Salah satu warga Desa Tegalmulyo, Sri Sularsih, 29, mengatakan selama ini mengembangbiakkan anggrek endemik Merapi. Dia mengakui awalnya mengambil anggrek di kawasan hutan. Namun, anggrek itu kemudian dia kembangbiakkan.

Dari hasil pengembangbiakkan itu sebagian dia kembalikan ke hutan ditanam pada batang pohon maupun lereng bukit sesuai habitat aslinya. Sementara, sebagian lainnya dijual. “Satu atau dua anggrek setiap bulan dikembalikan ke hutan,” kata Sri.

Baca Juga: Jejak A.H. Nasution di Klaten, dari Desa Taskombang sampai Kepurun

Pengembalian itu dia lakukan secara mandiri bersamaan kegiatan mencari rumput pakan ternak. Sri berharap keberadaan anggrek di kawasan lereng Merapi tetap lestari.

Selain anggrek, upaya menjaga kawasan hutan di lereng Gunung Merapi tetap hijau juga sudah berulang kali dilakukan warga. Saban proses penanaman pohon secara mandiri itu, warga memberi tahu atau bermusyawarah dengan pengelola TNGM. “Jenis pohon yang bisa ditanam seperti pohon manten, iprik, dan puspa,” kata dia.

Srijono mengatakan warga merasa sudah menjadi kewajiban bagi mereka untuk tetap menjaga kelestarian hutan di lereng Gunung Merapi tetap hijau. Alasannya, aktivitas mereka selama ini juga tergantung dari keberadaan hutan tersebut.



Baca Juga: Desa Kepurun Didatangi Belanda, A.H. Nasution Pindah hingga Kulonprogo

Dia mencontohkan seperti pengambilan rumput untuk pakan ternak di kawasan TNGM. Jika diestimasi, nilai rumput yang diambil dari kawasan hutan bisa mencapai Rp2,7 miliar per tahun.

“Oleh karena itu sudah menjadi kewajiban kami untuk mengembalikan atau melestarikan hutan ini. Kami lakukan secara swadaya dan tidak harus menunggu turunnya bantuan. Harapan kami pesan kakek nenek agar gunung ijo royo-royo masyarakat ayem tentrem tetap terjaga,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya