SOLOPOS.COM - Umat Konghuchu membakar kapal kertas saat sembahyang King Hoo Ping di Lithang Makin, Jagalan, Jebres, Solo, Minggu (21/8/2022). (Solopos/Nicolous Irawan)

Solopos.com, SOLO — Hampir 800 nama tertulis dalam huruf Mandarin di papan khusus sekitar altar saat ritual sembahyang King Hoo Ping di depan Lithang Gerbang Kebajikan di Jl Drs Yap Tjwan Bing No 15, Jagalan, Jebres, Solo, Minggu (21/8/2022).

Berdasarkan informasi yang diperoleh Solopos.com, di antara nama-nama itu ada nama orang tua pemilik jaringan toserba Luwes Group. Tulisan nama itu dititipkan untuk ikut dibakar sebagai bentuk doa dan penghormatan kepada leluhur saat ritual King Hoo Ping.

Promosi Pegadaian Resmikan Masjid Al Hikmah Pekanbaru Wujud Kepedulian Tempat Ibadah

Ada tiga altar yang disiapkan panitia, masing-masing altar Tuhan Yang maha Esa, altar umum berisi sejumlah sajian termasuk daging, dan altar vegetarian yang berisi sajian tanpa daging.

Altar vegetarian disiapkan untuk menghormati para arwah yang semasa hidupnya tidak memakan daging. Upacara King Hoo Ping dipimpin Pengasuh Lithang Gerbang Kebajikan Solo, WS Adjie Chandra.

Ada puluhan umat yang mengikuti sembahyang King Hoo Ping. Upacara diakhiri dengan pembakaran miniatur kapal dari kertas dengan panjang sekitar tiga meter di depan rumah ibadah itu.

Baca Juga: Sembahyang King Hoo Ping, Menghormati Leluhur dengan Sederhana

Nama-nama para leluhur yang dititipkan untuk didoakan pada ritual itu tidak hanya nama leluhur warga Solo namun juga Soloraya dan daerah lain. Beberapa warga non-Konghucu juga itu menitipkan nama leluhur mereka.

Membakar miniatur kapal merupakan puncak dari King Hoo Ping. Selanjutnya panitia membagikan beras kepada peserta upacara yang merupakan sumbangan dari para donatur.

Bakti kepada Leluhur

Ketua Panitia King Hoo Ping Novita Luisiana Dewi menjelaskan Majelis Agama Konghucu Indonesia Solo selalu menjalankan sembahyang King Hoo Ping  setiap tahun. King Hoo Ping merupakan sembahyang dan doa untuk arwah umum.

king hoo ping solo
Nama-nama leluhur yang dititipkan untuk didoakan pada prosesi sembahyang King Hoo Ping di Lithang Makin, Jagalan, Jebres, Solo, Minggu (21/8/2022). (Solopos/Nicolous Irawan)

Artinya  kepada semua arwah termasuk arwah bukan leluhur umat Konghucu yang mengikuti sembahyang Minggu pagi itu dan kepada arwah yang tidak lagi mendapatkan perhatian dari sanak keluarganya yang masih hidup.

Baca Juga: Pesona Gedung Parkir Ketandan Solo yang Bergaya Tionghoa, Ada 4 Lantai

“Sembahyang selalu dilakukan umat Konghucu dan Tionghoa sebagai wujud bakti kepada para leluhur. Tanpa leluhur, kami tak mungkin sampai di dunia ini,” katanya di sela-sela rangkaian sembahyang.

Dia menjelaskan sembahyang itu sesuai ajaran Nabi Khongcu untuk membahagiakan orang tua ketika masih hidup dan mengenang para orang tua dengan sembahyang ketika sudah meninggal dunia.

Sembahyang biasanya dilakukan setiap tanggal 15 bulan ketujuh penanggalan Imlek. Sementara sembahyang King Hoo Ping di Lithang Gerbang Kebajikan Solo biasanya dilakukan pada Minggu terakhir bulan ketujuh penanggalan Imlek.

Menurut Novita, alasan dipilih Minggu supaya umat melakukan sembahyang dulu di rumah masing-masing baru melakukan di rumah ibadat. King Hoo Ping tahun ini lebih meriah sebab ada lebih dari 700 nama yang dititipkan kepada panitia.

Baca Juga: Jadi Asal Usul Tugu Cembengan Jebres Solo, Ini Arti Kata Ching Bing

Adapun kisah legenda/dongeng menjelaskan pintu akhirat terbuka ketika Jit Gwe (bulan tujuh Imlek), para arwah diberikan kesempatan untuk turun ke dunia menengok sanak keluarganya.

Umat Tionghoa khususnya yang penganut Konghucu menyambutnya dengan wajib melakukan sembahyang pengenangan/penghormatan kepada mereka. Sembahyang dilaksanakan pada tanggal 15 bulan 7 Imlek  di rumah masing-masing.

Antar Arwah Kembali ke Alamnya

Selanjutnya mereka melakukan King Hoo Ping untuk menghormati leluhur. Sembahyang itu seakan mengantarkan para arwah untuk segera kembali ke alamnya yang dilakukan Minggu pagi ini.

Masyarakat Tionghoa yang masih memegang adat tradisional ketika Jit Gwe pantang mengadakan kegiatan tertentu, di antaranya mantu. Mereka menganggap bulan tujuh Imlek adalah bulan khusus untuk persembahyangan.

Baca Juga: Sembahyang Ching Bing, Potret Tradisi Sadranan Warga Tionghoa di Solo

Sembahyang King Hoo Ping ini juga merupakan sebuah rekomendasi bagi para arwah atau setidaknya rasa simpati manusia yang masih hidup kepada mereka yang telah meninggal. Nabi Khongcu mengajarkan agar manusia memperlakukan mereka yang telah tiada seperti orang yang hidup.

Seperti orang yang hidup yang dimaksud merupakan upaya yang tidak melupakan pengalaman, jasa, dan segala kebaikan sebagai manusia selama masih hidup. Upacara sembahyang King Hoo Ping merupakan bentuk pendidikan etika moral dan budi pekerti kepada umat Konghucu khususnya para generasi muda agar selalu bersedia membantu orang lain.

Sementara itu, Adjie Chandra menjelaskan pemilik Luwes Group Solo selalu menitipkan nama orang tua atau leluhur saat sembahyang King Hoo Ping sebagai bentuk rasa menghormati. Pemilik Toko Luwes merupakan penganut Kristen namun orang tuanya merupakan beragama Konghucu.



Baca Juga: Pekan Budaya Tionghoa untuk Mengingat Identitas Berbasis Keberagaman

Nama leluhur pemilik Luwes Group yang didoakan yakni suami-istri, Tan Tjien Tjwan-Djie Ping Nio. Nama mereka dititipkan oleh Tan Tung Ming dan Tan Tung An.

Sedangkan kenapa dipilih medium kapal pada prosesi pembakaran, Adjir menjelaskan karena kapal merupakan simbol alat transportasi massal. “Disiapkan kapal supaya cepat kembali ke sana sebelum pintu akhiratnya ditutup. Tradisinya begitu,” jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya