SOLOPOS.COM - Ilustrasi. Seorang petani di Desa Bedoro, Kecamatan Sambungmacan, Sragen, mengambil rumpun tanaman padi yang sudah berbuah tetapi tidak produktif, Rabu (21/9/2022). (Solopos.com/Tri Rahayu)

Solopos.com, SRAGEN — Petani di Desa Tunggul, Kecamatan Gondang, Kabupaten Sragen, mengeluhkan hasil panen padi mereka pada musim panen (MP) ketiga tahun ini anjlok. Penurunannya bisa sampai 54%. Mereka bingung kenapa bisa begitu.

Selain itu ada sebagian tanaman padi mereka yang kerdil. Hasil panen dari tanaman padi yang seperti ini anjloknya lebih parah.

Promosi Selamat! Direktur Utama Pegadaian Raih Penghargaan Best 50 CEO 2024

Penurunan hasil panen ini dirasakan salah salah satunya oleh Teguh, petani asal Dukuh Winong, Desa Tunggul. Ditemui pada Rabu (21/9/2022), ia mengaku telah memanen sawahnya tiga hari lalu. Hasilnya jauh lebih sedikit daripada MP pertama maupun kedua. Padahal, menurutnya, hasil panen pada MP ketiga biasanya lebih tinggi.

“Di sawah saya yang baru panen tiga hari yang lalu, biasanya minimal dapat 75 sak gabah kering panen (GKP) ternyata hanya menghasilkan 46 sak, turun 38,67%. Di sawah yang lain, biasanya minimal dapat 45 sak hanya dapat 21 sak atau turun 53,3%. Ini untuk tanaman padinya normal, tidak kerdil. Tanaman padi yang kerdil itu kemungkinan tambah parah lagi karena hasilnya kemungkinan tinggal 40%,” jelasnya.

Baca Juga: Sukorejo Sragen Kembangkan Pertanian Terintegrasi dengan Prinsip Zero Waste

Selama menjadi petani, Teguh mengaku baru kali ini hasil panen padinya anjlok signifikan. Dia menyebut tren penurunan hasil panen sudah terlihat sejak musim panen pertama. “Turunnya hasil di masa panen kedua itu karena serangan hama wereng mungkin. Tetapi di musim panen ketiga ini tidak ada wereng, tapi produksinya anjlok,” paparnya.

Teguh meminta Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (Distan KP) Sragen turun tangan untuk mengetahui penyebabnya anjloknya produksi padi ini. Dia meminta supaya dicarikan solusi bagaimana mencegahnya supaya kejadian serupa tak terulang.

“PPL [penyuluh pertanian lapangan] dan POPT [pengendali organisme pengganggu tumbuhan] itu dibutuhkan betul saat ini untuk antisipasi di musim tanam berikutnya. Penyebabnya apa? Antisipasinya bagaimana?” katanya.

Petani Minta Solusi

Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Sragen, Suratno, mengatakan masalah ini perlu mendapat perhatian dari Distan KP dan segera disosialisasikan cara mencegahnya. Dia juga menyinggung kinerja POPT yang hanya satu orang namun mengampu dua kecamatan tidak efektif.

Baca Juga: 36 Petani Sukorejo Sragen Babat Habis Jati dan Sengon Ganti dengan Durian

“Kemungkinan pascaserangan wereng pada musim tanam kedua itu yang kemungkinan ada semacam virus yang dibawa wereng. Sehingga berdampak pada hasil panen dari musim tanam ketiga. Bantuan obat wereng itu ternyata tidak manjur karena hanya membasmi werengnya, tetapi tidak sampai pada virus yang menempel pada wereng itu,” ujarnya.

Suratno berharap harga gabah tidak merosot di saat hasil panen padi merosot agar petani tak rugi dua kali.

Terpisah, Kabid Tanaman Pangan dan Hortikultura Distan KP Sragen, Sakri, mengatakan anjloknya produksi padi di sejumlah wilayah Sragen itu disebabkan penggunaan varietas yang sama terus-menerus. Ia Merekomendasikan petani menanam padi dengan varietas berbeda setiap musim tanam.

Dia juga tidak menyarankan penggunaan obat rumput (herbisida) di sawah. Obat rumput itu, menurutnya, untuk tanaman perkebunan. Tetapi petani nekat menggunakannya  karena praktis. Untuk mengantisipasi tanah sawah yang asam bisa dilakukan dengan penambahan kapur.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya