SOLOPOS.COM - Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Polhukam) Mahfud Md menyampaikan keterangan kepada wartawan di lingkungan Istana Kepresidenan, Jakarta pada Selasa (3/1/2022). (Antara/Desca Lidya Natalia)

Solopos.com, JAKARTA–Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud Md menanggapi tudingan yang menyebut penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) No. 2/2022 tentang Cipta Kerja (Ciptaker) sebagai bentuk kudeta konstitusi.

Dia menyebut banyak orang tak paham putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai MK No. 91/PUU-XVIII/2020 mengenai judicial review UU No. 11/2020 tentang Cipta Kerja.

Promosi Strategi Telkom Jaga Jaringan Demi Layanan Telekomunikasi Prima

Pada Jumat (30/12/2022), Presiden Joko Widodo (Jokowi) menandatangani Perppu Cipta Kerja menggantikan UU No. 11/2020 tentang Cipta Kerja. Langkah itu ditempuh karena kebutuhan mendesak sesuai dengan putusan MK No. 138/PUU-VII/2009.

“Gini, banyak yang pertama tidak paham putusan MK itu seperti apa. Yang kedua belum baca isinya sudah berkomentar, sehingga saya persilakan saja kalau mau terus didiskusikan, diskusikan saja, tetapi pemerintah menyatakan putusan MK itu mengatakan Undang-undang Ciptaker itu dinyatakan inkonstitusional bersyarat,” kata Mahfud di lingkungan Istana Kepresidenan, Jakarta pada Selasa (3/1/2023).

Pada 25 Juni 2021, MK memutus pembentukan UU Cipta Kerja bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat (inkonstitusional) secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai “tidak dilakukan perbaikan dalam waktu dua tahun sejak putusan diucapkan”.

“Maksud bersyaratnya apa? Berlaku dulu, tetapi selama dua tahun diperbaiki. Diperbaiki berdasar apa? Berdasar hukum acara di mana di situ harus ada cantelan bahwa omnibus law itu masuk di dalam tata hukum kita,” ungkap Mahfud.

Pemerintah, menurut dia, telah menerbitkan UU No. 13/2022 perubahan kedua atas UU No. 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan pada 16 Juni 2022. Regulasi itu mengatur soal pembentukan peraturan perundang-undangan menggunakan metode omnibus.

“Maka kita perbaiki Undang-undang tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan di mana di situ disebut bahwa omnibus law itu bagian dari proses pembentukan undang-undang. Nah sesudah itu diselesaikan, Undang-undang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan itu sudah diubah dijadikan undang-undang dan diuji ke MK sudah sah. Lalu, Perppu dibuat berdasar itu, sedangkan materi nya [UU Ciptaker] tidak pernah dibatalkan oleh MK,” tutur Mahfud.

Dengan sudah terbitnya peraturan mengenai pembentukan undang-undang menggunakan metode omnibus maka pemerintah, kata Mahfud, tinggal menerbitkan perppu.

“Kita perbaiki dengan perppu, karena perbaikan dengan perppu sama derajatnya dengan perbaikan melalui undang-undang. Jadi begitu di dalam tata hukum kita,” ujar Mahfud.

Sebelumnya, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menyebut penerbitan Perppu sebagai bentuk pembangkangan dan kudeta terhadap konstitusi Indonesia serta gejala yang menunjukkan otoritarianisme pemerintahan Jokowi.

“Presiden justru menunjukkan kekuasaan ada di tangannya sendiri, tidak memerlukan pembahasan di DPR, tidak perlu mendengarkan dan memberikan kesempatan publik berpartisipasi. Hal ini jelas bagian dari pengkhianatan konstitusi dan melawan prinsip-prinsip negara hukum yang demokratis,” ucap Ketua Umum YLBHI Muhamad Isnur dikutip Minggu.

Daripada menerbitkan Perppu Cipta Kerja, Jokowi seharusnya menerbitkan Perppu Pembatalan UU Cipta Kerja sesaat setelah UU Cipta Kerja disahkan, karena penolakan yang massif dari seluruh elemen masyarakat.

Namun, lanjut dia, Jokowi justru meminta masyarakat yang menolak UU Cipta Kerja melakukan judicial review. Saat Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan UU Cipta Kerja inkonstitusional, Presiden justru mengakalinya dengan menerbitkan Perppu.

“Perintah MK jelas bahwa pemerintah harus memperbaiki UU Cipta Kerja, bukan menerbitkan Perppu,” ujarnya.

 

Ada pihak yang menyebut penerbitan Perppu Cipta Kerja sebagai bentuk kudeta konstitusi. Pihak lain mengkritik soal aturan tentang ketenagakerjaan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya