SOLOPOS.COM - Pengacara penggugat pasal penghinaan presiden, Zico Leonard Simanjuntak. (ANTARA/Dyah Dwi Astuti)

Solopos.com, JAKARTA — Empat penggugat pasal tentang penghinaan presiden menyatakan langkah hukum yang mereka tempuh bukan untuk menyerang Jokowi.

Empat orang masing-masing Fernando Manullang, Dina Listiorin, Eriko Fahri Ginting dan Sultan Fadillah Effendi itu ingin agar tidak ada perlakuan istimewa kepada presiden dibandingkan dengan masyarakatnya sendiri.

Promosi UMKM Binaan BRI Ini Jadi Kuliner Rekomendasi bagi Pemudik di Pekalongan

Gugatan mereka terdaftar di Mahkamah Konstitusi dengan nomor perkara 7/PUU-XXI/2023.

“Apakah perlu pengaturan khusus bagi penghinaan Presiden atau lembaga negara? Pemohon berpandangan frasa setiap orang yang termaktub dalam Pasal 3 Ayat (2) UU HAM bermakna perlakuan hukum yang adil dan perlakuan hukum yang sama berlaku bagi siapa saja,” kata kuasa hukum pemohon, Zico Leonard Djagardo di Jakarta, Selasa (24/1/2023).

Pasal tersebut, termasuk juga tidak memberikan perlakuan istimewa maupun pengecualian bagi pemerintah dalam hal ini Presiden beserta lembaga negara.

Di hadapan majelis hakim yang dipimpin Suhartoyo, Zico menegaskan tujuan gugatan pasal tentang penghinaan Presiden bukan untuk mendukung masyarakat agar menghina pemerintah atau kepala negara.

Akan tetapi, permohonan pengujian Pasal 218 (Ayat) (1), Pasal 219, Pasal 240 Ayat (1), dan Pasal 241 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) ditujukan supaya siapa saja yang melakukan penghinaan tidak ada pengkhususan.

“Sebab dalam KUHP itu sendiri sudah ada yakni pasal tentang penghinaan dan pencemaran nama baik,” jelas dia.

Oleh karena itu, para pemohon berpandangan seharusnya KUHP yang baru tidak ada mengatur soal pengkhususan baik bagi lembaga negara maupun kepada kepala negara.

Dalam sidang itu, ia menjelaskan Presiden merupakan sebuah nama jabatan yang digunakan dalam memimpin sebuah organisasi, perusahaan hingga negara.

Dalam konteks pasal a quo, frasa Presiden dimaksudkan nama jabatan yang diberikan kepada seseorang yang memimpin Indonesia.

“Perlu ditegaskan Presiden merupakan suatu nama jabatan, dan tidak termasuk sebagai orang,” tegas dia.

Terakhir, kata dia, apabila seseorang memiliki suatu jabatan jangan ditempatkan setara dengan orang dengan meminta tidak boleh dihina.

Sebab jabatan tidak memiliki perasaan sehingga tidak etis jika meminta untuk dipersamakan dengan orang.

“Jabatan dibuat karena adanya kontrak sosial yang dibuat antarindividu dengan seseorang yang memiliki jabatan,” ucap dia seperti dikutip Solopos.com dari Antara.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya