SOLOPOS.COM - Petugas operator pelayanan booth pendaftaran, Bandi, menunjukkan aplikasi pendaftaran saat membantu warga dalam mendaftar MyPertamina di stan layanan pendaftaran di SPBU 43.571.01, Jl. Adisucipto, Kerten, Laweyan, Solo, Rabu (13/7/2022). (Solopos/Nicolous Irawan)

Solopos.com, SOLO — Pengamat ekonomi Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Anton Agus Setyawan mengatakan pembatasan pembelian Pertalite merupakan lamgkah yang tak efektif. Pembatasan pembelian Pertalite rawan penyelewengan.

Diketahui Pemerintah tengah mengkaji ulang rencana pembatasan pembelian Pertalite dan Solar ialah karena harga BBM sudah naik pada awal bulan ini.

Promosi Layanan Internet Starlink Elon Musk Kantongi Izin Beroperasi, Ini Kata Telkom

Peninjauan kembali tersebut turut menjadi topik bahasan pematangan revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran BBM yang ditarget rampung pada bulan ini.

Seperti diketahui, Pemerintah sejak Sabtu (3/9/2022) telah menetapkan harga BBM jenis Pertalite terbaru yakni dari Rp7.650/liter naik menjadi Rp10.000/liter. Kemudian harga Solar subsidi dari Rp5.150/liter menjadi Rp6.800/liter. Sedangkan Pertamax dari Rp12.500/liter menjadi Rp14.500/liter.

Anton menilai, pembatasan pembelian dan kuota BBM jenis Pertalite tidak efektif. Selain itu, pembatasan juga akan menimbulkan diskriminasi harga. Yang mana dapat memicu diskriminasi hargam sistem di mana ada pengenaan harga berbeda untuk produk atau jasa yang sama, kepada kelompok pelanggan yang berbeda.

Baca Juga: Pendaftaran Subsidi Tepat Melalui MyPertamina Masih Berjalan

“Kalau menurut saya pembatasan justru tidak efektif karena dalam teori ekonomi ada diskriminasi harga [price discrimination] barang yang sama dijual dengan harga berbeda,” kata Anton kepada Solopos, Selasa (13/9/2022).

Dalam diskriminasi harga juga potensi terjadi kesenjangan berupa harga terlalu tinggi untuk kelompok pembeli tertentu, surplus konsumen menurun, serta meningkatnya biaya teknis dan administratif.

“Saya termasuk tidak sepakat dengan pembatasan [Pertalite], mahal di mekanisme tapi hasil tidak efektif. Dugaan saya nomor mobil tertentu dia dijatah sekian. Itu kan bisa berpotensi penyelewengan. Orang yang bisa mendaftar beberapa kendaraan yang dimiliki tapi tidak untuk dipakai sendiri. Untuk kulakan misal,” imbuh dia.

Selain itu, Anton mengatakan pembatasan dan diskriminasi harga riskan terhadap penyelewengan dan muncul pasar gelap. Hal itu juga membutuhkan kontrol yang ketat dari Pemerintah.

“Jadi ketika sebuah komoditas sama dengan harga berbeda itu pasti akan muncul pasar gelap, rawan tindakan kecurangan. Itu kontrolnya susah,” kata dia.

Baca Juga: 67,9% Masyarakat Tak Tahu Subsidi Energi Membengkak Rp502,4 Triliun

Sebelumnya, Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM, Tutuka Ariadji, mengatakan masih mengkaji terkait rencana pembatasan pembelian Pertalite dan Solar. Terlebih menyangkut harga BBM yang sudah naik pada awal bulan ini.

Sebelumnya, Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Tutuka Ariadji mengatakan pertimbangan pemerintah mengkaji ulang rencana pembatasan pembelian Pertalite dan Solar ialah karena harga BBM sudah naik pada awal bulan ini.

“Kalau ini kan skenarionya sudah naik dulu harga, jadi kalau revisi itu nanti perlu dikaji dulu, setelah naik harga masak mau dibatasi lagi?” kata Tutuka selepas Rapat Panja Pembahasan RUU APBN 2023 di Banggar DPR, Jakarta, Senin (12/9/2022) seperti dilansir Bisnis.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya