SOLOPOS.COM - Ilustrasi sertifikat tanah. (Solopos/Whisnupaksa)

Solopos.com, JAKARTA -- Pemerintah memutuskan untuk menunda pemberlakuan sertifikat elektronik. Kebijakan ini berpotensi menimbulkan polemiki jika diterapkan saat ini lantaran adanya perbedaan persepsi di kalangan publik.

Keputusan ini diambil pemerintah setelah adanya kesepakatan antara Komisi II DPR dengan Menteri ATR/Kepala BPN, Sofyan Djalil. Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN No. 1/2021 tentang Sertipikat Eelktronik sejatinya sudah diundangkan 12 Januari 2021 lalu.

Promosi Kredit BRI Tembus Rp1.308,65 Triliun, Mayoritas untuk UMKM

Sofyan mengungkapkan biang kerok polemik mengenai kebijakan sertifikat tanah elektronik lantaran ada salah persepsi terhadap aturan yang berlaku. Khususnya pada Pasal 16.

"Kami rencanakan yang disebut sertifikat elektronik ini seperti digital lainnya, paling aman, waktunya lebih singkat, pelayanannya lebih transparan, lebih cepat, dan memberikan perlindungan," kata Sofyan dalam rapat kerja dengan Komisi II DPR RI, Senin (22/3/2021).

Baca juga: BPN Tegaskan Tak Ada Penarikan Sertifikat Manual di Sragen

Meski belum dilaksanakan, namun banyak yang mempersepsikan salah mengenai kehadiran Pasal 16. Di mana, banyak yang mengutip atau mengartikannya secara setengah-setengah. Padahal, pasal tersebut saling berkaitan dari ayat pertama hingga keempat.

Bunyi Pasal 16

Adapun bunyi ayat pertama, penggantian sertifikat fisik menjadi sertifikat tanah elektronik termasuk penggantian buku tanah, surat ukur dan atau gambar denah satuan rumah susun menjadi dokumen elektronik.

Ayat kedua, penggantian sertifikat tanah elektronik sebagaimana dimaksud ayat (1) dicatat pada buku tanah, surat ukur dan atau gambar denah satuan rumah susun.

Ayat ketiga, kepala kantor pertanahan menarik sertifikat untuk disatukan dengan buku tanah dan disimpan menjadi warkah pada kantor pertanahan.

Baca juga: Program PTSL, 1.689 Sertifikat Tanah di Karanganyar Diserahkan

Ayat keempat, seluruh warkah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan alih media (scan) dan disimpan pada pangkalan data.

"Di Pasal 16 ini sumber masalahnya. Ini gara-gara dikutip di luar konteks seolah pasal 16 ayat 3 padahal itu sebuah kesatuan," katanya.

"Jadi dikutip seolah-olah menarik, karena mengalihmediakan. Kalau saya punya sertifikat, dialihkan ke buku tanah, nanti kita stempel kalau sudah sertifikat online," ujarnya.

Anggota Kompak Minta Tunda

Penundaan itu diminta oleh Heru Sudjatmoko, anggota Komisi II DPR RI yang berasal dari Fraksi PDI-P. Penundaan diminta sampai pihak Kementerian ATR/BPN bisa menyelesaikan permasalahan yang ada di dalam Permen Nomor 1 Tahun 2021 tadi.

"Saya mohon dan menggarisbawahi, program sertifikat elektronik ditunda dulu sampai klir, jangan sampai timbul kegaduhan dan merugikan kita semua," kata Heru.

Baca juga: Waduh, 10% Lahan Terdampak Tol Solo-Jogja di Klaten Belum Bersertifikat

Anggota Komisi II DPR RI, Agung Widyantoro, juga meminta penundaan. Menurut dia, pihak Komisi II DPR RI juga sampai saat ini belum menerima laporan program sertifikat elektronik dari Kementerian ATR/BPN. Ditambah lagi ada satu pasal yang menimbulkan pro dan kontra.

"Kita punya pengalaman pahit lho pak menteri, soal KTP cetak dan KTP elektronik. Jangan sampai nanti sertifikat cetak dan sertifikat elektronik menjadi jilid kedua pengalaman yang tidak enak juga," kata Agung.

Dia pun meminta Kementerian ATR/BPN untuk memberikan hasil kinerja dari empat layanan digital sektor pertanahan yang sudah diimplementasikan. Menurut dia, kalau dalam layanan tersebut belum memberikan hasil yang baik, sebaiknya jangan terburu-buru untuk menerapkan sertifikat tanah elektronik.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya