SOLOPOS.COM - Pedagang antre untuk membeli minyak goreng curah saat Operasi Pasar Minyak Goreng Curah Murah di Pasar Peterongan, Semarang, Jawa Tengah, Minggu (20/2/2022). (Antara/Aji Styawan)

Solopos.com, JOGJA — Kelangkaan minyak goreng dan harga minyak goreng di atas harga eceran tertinggi (HET) masih terjadi di sejumlah daerah di Jawa Tengah.

“Hal ini disebabkan oleh kurangnya suplai minyak goreng dan peningkatan permintaan yang tidak wajar sebagai akibat panic buying yang dilakukan sejumlah konsumen,” ujar Kepala Bagian Penegakan Hukum Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Kantor Wilayah VII saat Focus Group Discussion (FGD) di Jogja, Senin (21/2/2022) dalam keterangan tertulis yang diterima Solopos.com.

Promosi Sistem E-Katalog Terbaru LKPP Meluncur, Bisa Lacak Pengiriman dan Pembayaran

Dijelaskan, berkurangnya suplai dari produsen minyak goreng ke distributor yang kemudian berimbas pada pasokan distributor ke retailer yang bahkan tidak sampai 50% dari jumlah Purchase Order (PO) mengakibatkan stok minyak goreng belum dapat mencukupi kebutuhan masyarakat.

Suplai yang biasanya dapat mencukupi kebutuhan untuk satu dua pekan namun saat ini habis dalam hitungan jam sebagai akibat stok minyak goreng yang terbatas ditambah perilaku panic buying yang dilakukan sejumlah konsumen.

Baca Juga: Operasi Pasar Minyak Goreng di Mojosongo Solo, Warga: Semoga Ada Lagi

FGD yang digelar KPPU Kantor Wilayah VII itu diikuti oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Tengah, Dinas Perdagangan Kota Semarang, Dinas Perdagangan Kota Solo, Perum Bulog Provinsi Jawa Tengah, beberapa distributor, dan retailer di Provinsi Jawa Tengah.

Kegiatan ini bertujuan mengetahui perkembangan terkait ketersediaan stok dan harga minyak goreng di wilayah Jawa Tengah setelah diberlakukannya kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO) oleh Pemerintah serta pemberlakuan Harga Eceran Tertinggi (HET) minyak goreng berdasarkan Permendag No. 6 Tahun 2022.

Pemerintah berharap dengan ditetapkannya kebijakan DMO sebesar 20% dari volume ekspor CPO dapat mencukupi kebutuhan pasokan bahan baku sehingga tercipta keseimbangan supply & demand komoditas minyak goreng di pasar.

Seiring penerapan kebijakan DMO tersebut, Pemerintah juga menerbitkan kebijakan DPO sebesar Rp9.300/kg untuk CPO dan Rp10.300/kg untuk Olein agar dapat tercapai harga keekonomian minyak goreng sesuai dengan HET yakni Rp11.500/liter untuk minyak goreng curah; Rp13.500/liter untuk minyak goreng kemasan sederhana; dan Rp14.000/liter untuk minyak goreng kemasan premium.

Baca Juga: Begini Antrean Warga Serbu OP Minyak Goreng Kemasan di Mojosongo Solo

Apresiasi Operasi Pasar

Pada kesempatan itu KPPU mengapresiasi upaya Pemprov Jateng, Pemkot/Pemkab di Jateng, Bulog, dan dukungan distributor di Jateng yang telah bekerjasama melakukan operasi pasar terhadap komoditas minyak goreng.

Upaya operasi pasar melalui kerja sama dengan kelurahan patut dicontoh sehingga minyak goreng dengan harga HET dapat tepat sasaran kepada konsumen rumah tangga dan diharapkan dapat mengurangi perilaku panic buying.

Jika distributor dapat konsisten mendistribusikan minyak goreng kepada pedagang/retailer minimal dengan harga Rp10.500/liter untuk minyak goreng curah dan Rp13.000/liter untuk minyak goreng kemasan premium maka sampai konsumen dapat dijual sesuai dengan HET yakni Rp11.500/liter untuk minyak goreng curah dan Rp14.000/liter untuk minyak goreng kemasan premium.

Baca Juga: Pasar Murah, Tagana Wonogiri Jual Minyak Goreng Rp14.000/Liter

Namun, sebagaimana informasi dari Dinas Perdagangan Kota Solo masih terdapat distributor yang menjual minyak goreng curah dengan harga Rp11.500/liter dan Rp13.500/liter untuk minyak goreng kemasan premium membuat pedagang/retailer kesulitan menjual minyak goreng sesuai HET yang ditetapkan Pemerintah.

Berdasarkan survei lapangan masih terdapat pedagang di pasar tradisional yang menjual minyak goreng curah di atas HET dengan alasan stok lama yang dibeli dengan harga mahal bahkan di atas HET.

“Perlu kerja sama semua pihak untuk mengatasi masalah minyak goreng ini, langkah operasi pasar melalui kerja sama dengan kelurahan patut dipertimbangkan agar minyak goreng dengan harta HET dapat tepat sasaran kepada konsumen rumah tangga untuk mengurangi gejolak di masyarakat dan mengurangi perilaku panic buying. Namun, pasokan kepada pedagang/retailer juga harus diperhatikan agar perputaran ekonomi juga bergerak,” ujar Kamal.

Dalam FGD juga diperoleh informasi dari Dinas Perdagangan Kota Solo terkait adanya retail yang melakukan praktik tying agreement yaitu minyak goreng yang digabung dengan produk lain yang wajib dibeli konsumen.

Baca Juga: Derita Bakul Gorengan di Solo, Susah Dapat Minyak dan Berhenti Jualan

Perilaku ini merupakan imbas dari perilaku tying agreement yang dilakukan distributor kepada retailer yakni menjual minyak goreng dengan kewajiban membeli produk lain dari distributor.

KPPU mengapresiasi langkah jajaran Dinas Perdagangan Kota Solo menegur retailer dan distributor agar menghentikan praktik tying tersebut.

“Sangat disayangkan adanya distributor yang memanfaatkan kondisi kelangkaan minyak goreng untuk mencari keuntungan atau mengalihkan risiko bisnis kepada retailer/pelaku usaha mitranya yang ujungnya konsumen akhir dirugikan atas perilaku tying tersebut,” ujar Kamal.

Untuk itu, lanjut Kamal, Kanwil VII KPPU mengimbau agar distributor segera menghentikan praktik tying agreement karena hal ini melanggar ketentuan Pasal 15 ayat (2) UU No. 5/1999.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya