SOLOPOS.COM - Ilustrasi anak sekolah. (Reuters)

Solopos.com, SOLO — Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia atau IDAI Cabang Solo, Hari Wahyu Nugroho, menilai keputusan sejumlah daerah untuk melaksanakan sekolah tatap muka terlalu tergesa-gesa dan berisiko.

Seperti diketahui, sejumlah daerah di Soloraya mulai mewacanakan kegiatan belajar mengajar (KBM) tatap muka di sekolah akhir Agustus atau awal September mendatang.

Promosi Pegadaian Buka Lowongan Pekerjaan Khusus IT, Cek Kualifikasinya

Latar belakang pembukaan sekolah tersebut adalah perubahan Surat Keputusan Bersama (SKB) Empat Menteri. Izin pembelajaran tatap muka diperluas ke zona kuning dari sebelumnya hanya di zona hijau.

Ada 6 Klaster Aktif Penularan Covid-19 Di Sukoharjo, 3 Masih Baru

Ketua IDAI Cabang Solo, Hari Wahyu Nugroho, menilai keputusan sejumlah daerah untuk memulai sekolah tatap muka terlalu tergesa-gesa mengingat 15 kriteria yang disetujui epidemiolog, pengamat, dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk menentukan zona hijau belum tercapai.

“Apabila 15 kriteria itu belum bisa dipenuhi sebenarnya KBM tatap muka belum bisa dilaksanakan. Terlalu berisiko mengingat tingkat kematian anak akibat Covid-19 di Indonesia lebih tinggi dari rata-rata dunia,” kata dia saat dihubungi Solopos.com, Jumat (21/8/2020).

Peserta Didik dan Pengajar Harus Sehat

Apabila daerah di zona kuning tetap berencana membuka sekolah, ada sejumlah aturan yang wajib dipenuhi. Pertama, menyediakan fasilitas seperti tempat cuci tangan, ada akses menuju fasilitas pelayanan kesehatan di sekitar wilayah sekolah, mewajibkan pakai masker dan pengecekan suhu badan.

Sekeluarga Tewas Diduga Korban Pembunuhan di Baki Sukoharjo Ternyata Pengusaha Rental Mobil

Kemudian, IDAI juga menekankan peserta didik dan pengajar harus dalam kondisi sehat untuk memulai sekolah tatap muka. Syarat terakhir, peserta didik yang ingin belajar di sekolah memerlukan izin dari orang tua.

“Kalau dibuka sekarang, akan sia-sia saja upaya kita mencegah persebaran virus SARS CoV-2 dari awal pandemi sampai saat ini. Pertaruhannya sangat tidak berimbang antara kerepotan mengajar anak di rumah dengan risiko tertular Covid-19 di sekolah,” jelas Hari.

Berdasarkan data per 16 Agustus, Sragen termasuk zona risiko sedang/oranye, Karanganyar risiko rendah/kuning, Boyolali risiko rendah/kuning, Solo risiko sedang/oranye, Klaten risiko rendah/kuning, Sukoharjo risiko sedang/oranye, dan Wonogiri risiko rendah/kuning.

Dituding Meng-covid-kan Pasien, RSUD dr Moewardi Solo: Semua Ada Parameternya

Kesiapan dan Simulasi

“Aturan dari Satgas Penanganan Covid-19 sebenarnya sudah jelas. Bagaimana pemerintah daerah menjabarkan aturan itu, baru kemudian mengambil keputusan. Lantas, keputusan itu disampaikan sejelasnya kepada orang tua siswa,” kata dia.

Ketua IDAI Solo itu lantas mengingatkan sejumlah aspek yang harus diperhatikan sebelum membuka sekolah tatap muka. Hal itu seperti aspek keselamatan, kesiapan, persetujuan, dan simulasi.

Selain itu, sekolah harus membatasi kapasitas siswa yang belajar dalam satu kelas. Beberapa penjabaran dari aspek itu, antara lain maksimal satu ruang kelas diisi 15 anak dengan jarak tempat duduk 1,5 x 1,5 meter, lalu ruang ventilasi berada di dua sisi berbeda.

35.206 Warga Wonogiri Terima BLT DD Tahap Keempat, Metode Penyalurannya Baru

“Apakah sudah menyiapkan sarana-prasarananya? Apakah sudah siap sumber daya manusianya? Jadi enggak bisa mengambil keputusan itu tanpa melihat aspek kesiapan. Covid-19 menghantam semua lini kehidupan, iya, tapi keselamatan jiwa itu yang paling utama. Masyarakat sebaiknya melihat fakta dan kondisi yang ada sehingga tidak terburu-buru mendesak sekolah dibuka,” ucapnya.

Dihubungi terpisah, Ketua Pelaksana Satgas Penanganan Covid-19 Solo, Ahyani, mengatakan rencana pembukaan sekolah tatap muka masih dalam tahap perumusan. Satgas merencanakan simulasi pada September-Oktober dan KBM tatap muka mulai November.

Diduga Korban Perampokan, 4 Orang Satu Keluarga Di Baki Sukoharjo Tewas Mengenaskan

Menyesuaikan Kondisi Lapangan

Namun, rencana tersebut bisa dievaluasi menyesuaikan kondisi di lapangan. “Simulasinya tidak hanya di sekolah, tapi mulai perjalanan dari rumah, sekolah, lalu sampai kembali ke rumah lagi. Protokol kesehatan wajib dilakukan,” kata dia, Jumat.

Seperti saran IDAI, protokol tersebut harus dikuatkan terlebih dahulu baru kemudian baru menyasar pembelajaran tatap muka di sekolah. Misalnya, jumlah rombongan belajar (rombel) per kelas, pembagian antara peserta KBM tatap muka, dan pembelajaran jarak jauh (PJJ), serta kesiapan pengajarnya.

Sekeluarga Tewas Diduga Korban Pembunuhan di Baki Sukoharjo Ternyata Pengusaha Rental Mobil

“Jadi enggak semua langsung tatap muka. Secara formal kami tetap pada wacana awal yakni Januari. Tapi, bulan-bulan ini sampai dua bulan ke depan kami menggelar simulasi. Kemudian kalau November mulai KBM tatap muka itu tidak penuh 100 persen begitu, separuh-separuh, seperempat-seperempat, atau bagaimana nanti tergantung hasil simulasi,” jelas Ahyani.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya