SOLOPOS.COM - Wali Kota Surabaya Rismaharani (JIBI/istimewa)

Solopos.com, SOLO—Tayangan Mata Najwa Metro TV, Senin (13/2/2014) malam masih jadi pembicaraan seru dengan menghadirkan Wali Kota Surabaya.

Menghadirkan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini, masyarakat yang menyaksikan Mata Najwa Metro TV  cukup dibuat terkejut dengan praktik prostitusi di Surabaya.

Promosi Cuan saat Ramadan, BRI Bagikan Dividen Tunai Rp35,43 Triliun

Salah satunya yang membuat miris yakni keberadaan pekerja seks komersial (PSK) di lokalisasi Kota Surabaya. Di salah satu lokasilisasi tersebut pelanggan PSK berusia 60 tahun yakni siswa sekolah dasar (SD) dan siswa SMP!

Secara blak-blakan di Mata Najwa Metro TV, Risma membeberkan alasannya mengubah pendirian dengan menutup lokalisasi di Kota Surabaya. Saat kali pertama menjabat sebagai Wali Kota, Risma mengaku menolak menurup lokalisasi di kota itu.

“Saya masih menyimpan kliping beritanya, waktu itu ada berita di koran Gubernur minta lokalisasi, walikota menolak. Saat itu, ada beberapa kiai menemui saya meminta saya menutup lokalisasi, waktu itu saya menjawab, saya belum bisa memberi pekerjaan dan makan mereka,” ujar Risma mengisahkan keputusannya saat itu.

Namun, pendiriannya itu berubah ketika dia menemui beberapa momen-momen khusus. “Ada beberapa peristiwa yang akhirnya mengubah pendirian saya dari semula menolak menjadi menutup lokalisasi,” katanya.

Momen pertama saat dia mengunjungi beberapa sekolah yang berlokasi tak jauh dari kawasan lokalisasi.

“Saya telusuri benar sekolahnya, keluarganya, lingkungannya dan sekolahnya. Saya bertemu dengan orang tuanya, dan saya juga mendatangi anak-anak ini di sekolahnya. Saya menghadirkan lima psikolog yang khusus mendengarkan keluh kesah mereka. Mereka bahkan mengantre untuk bisa curhat dengan saya.”

PSK Belia dan Tua

Dari kisah yang disampaikan anak-anak tersebut, Risma terkejut mendengarnya. “Saya tidak tega untuk menceritakan kisah-kisah mereka. Sungguh tidak tega!” katanya terisak.

Najwa Shihab sang presenter meminta Risma mengisahkan apa yang terjadi dengan anak-anak tersebut. “Apa mereka diminta menjadi PSK?” tanya Najwa.

Risma hanya menganggukkan kepala sambil terisak. Anak-anak yang sebagian besar di bawah umur, usia SMA dan SMP itu telah dipaksa orang tuanya bekerja menjadi PSK.

Ia merasa tak tega dengan nasib anak-anak usia seloalah SMP dan SMA yang mencari nafkah dengan menjual diri mereka justru berasal dari dorongan keluarga dan lingkungan yang mereka tempati.

“Jadi itu alasan ibu menutup lokalisasi?” tanya Najwa.

“Tidak hanya itu, masih ada lagi yang membuat keinginan saya semakin kuat,” katanya.

Tak berapa lama setelah peristiwa itu, Risma mengumpulkan mucikari di Kota Surabaya. Waktu bulan Ramadan, dia mengadakan acara buka bersama. Di situlah dia bertemu dengan salah satu PSK yang berusia 60 tahun. Dia masih bekerja sebagai PSK.

Risma pun mendatangi rumah PSK 60 tahun tersebut. Rumahnya sempit hanya terdapat dua ruang yang dibatasi tirai. Ruang pertama tak lebih berukuran 2×2 meter merupakan warung kelontong, sementara ruang lain untuk tidur yang luasnya tak jauh beda.

“Saya berbicara dengan dia di kamarnya itu. Saya bilang, maaf bu maaf saya menanyakan ini. Saya bertanya ibu sejak usia berapa menjadi PSK. Dia menjawab sejak usia 19 tahun. Sekali lagi maaf ibu saya menanyakan ini lalu apa itu tidak menabung kenapa ibu di usia segini masih tetap bekerja. Dia menjawab uangnya habis untuk membeli baju dan lainnya,” katanya.

Risma melanjutkan kisahnya, PSK 60 tahun itu sebenarnya ingin berubah, tetapi pemerintah yang pernah menjanjikan pekerjaan dan uang itu tak menepati janji.

Yang lebih membuat Risma terkejut dan miris yakni pengakuan PSK tersebut mengenai pelanggannya. “Saya menanyakan itu siapa pelanggannya? Dan jawabannya sangat mengejutkan,“ ucap lirih Risma sambil menahan isak dan geleng-geleng kepala.

Najwa pun menanyakan, “Siapa ibu, pelanggan PSK 60 tahun?” tanya Najwa lirih membujuk Risma untuk menyebutkan.

“Anak-anak siswa SD dan SMP,” kata Risma lirih.

Najwa kembali menegaskan jawaban Risma. “Siswa SD dan SMP jadi pelanggan PSK berusia 60 tahun.”

“Iya karena [siswa SD dan SMP] kuatnya uang Rp1.000 dan uang Rp2.000. Dan uang segitu pun diterimanya karena dia butuh.”



Risma mengaku telah memberikan apapun yang dibutuhkan oleh PSK tersebut. Ia juga mengaku sudah membayarkan utang mereka. Sebagai bukti bahwa dirinya tak akan melanggar janji yang telah ia katakan sekaligus sebagai keinginanya untuk memberantas praktek prostitusi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya