Entertainment
Rabu, 12 Februari 2014 - 21:12 WIB

MATA NAJWA METRO TV : Risma Akui Pernah Ingin Mundur

Redaksi Solopos.com  /  Rahmat Wibisono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Wali Kota Surabaya Rismaharani (JIBI/istimewa)

Solopos.com, JAKARTA – Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini yang akrab disapa Risma mencurahkan isi hatinya terkait halangan politis dalam memimpin kota kedua terbesar Indonesia, Surabaya. Di hadapan Najwa Shihab dalam program Mata Najwa yang disiarkan di Metro TV, Rabu (12/2/2014), Risma mengonfirmasi desas-desus yang sempat beredar ramai di antara warga Surabaya.

Gara-gara beredarnya desas-desus itu, warga Surabaya sempat menggulirkan hastag #saverisma demi mempertahankan wali kota tercinta mereka yang dipinggirkan oleh partai politik yang memanfaatkan dirinya untuk meraih kemenangan pilkada di Surabaya. Ia blak-blakan mengaku pernah berpikiran untuk mundur dari kursi nomor 1 di Kota Pahlawan itu.

Advertisement

“Terbesit keinginan mundur memang ada. Jabatan kan titipan, jadi saya tak akan pernah mau memaksakan. Kalau tidak bisa melaksanakan ya saya mendingan mundur saja, tidak usah diteruskan,’ ungkap Risma.

Ketika ditanya apakah benar dirinya tak pernah diajak bicara oleh partai pengusung ketika menentukan calon wakil wali kota, Risma menolak bicara blak-blakan. Ia hanya tersenyum. Sang pembawa acara pun menyatakan bahwa senyum itu mengisyaratakan bahwa Risma memang tak pernah tahu soal wakil wali kotanya.

Risma sendiri menyatakan bahwa itu mungkin sesuai mekanisme partai politik. Ia sendiri mengaku tak tahu banyak soal politik praktis.

Advertisement

Sebagai jalan tengah, Risma mengaku telah menegaskan kepada wakilnya agar selalu memberitahukan apa pun yang kebijakan yang diambil ”orang politik” itu kepadanya. Ditegaskan Risma, jika ia tak tahu maka kebijakan itu bukan tanggung jawabnya.

“Saya tak pernah belajar politik kerena itu saya merasa tak tahu banyak masalah politik. Saya hanya berprinsip ingin menyejahterakan masyarakat Surabaya dengan adil. Adil dan tidak membeda-bedakan orang, berkulit putih, hitam, kaya atau miskin, itulah yang paling berat untuk saya,” tutur insiyur lulusan Institut Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya itu.

 

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif