SOLOPOS.COM - Ilustrasi Keranda (Instagram/@jualkerandajenazah)

Solopos.com, TEMANGGUNG — Mitos yang paling dikenal di Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, adalah lampor, sebuah keranda terbang yang datang memburu orang yang telah melakukan perbuatan penistaan atau kekejian. Keranda terbang itu konon datang dengan sosok iblis pencabut nyawa saat hari menjelang gelap.

Dilansir dari situs temanggungkab.go.id, Kamis (16/12/2021), menurut mitos warga setempat, apabila ada warga yang keluar rumah pada malam hari, maka bisa hilang dibawa oleh lampor dan tidak bisa kembali lagi. Sekalipun ada yang kembali, mereka akan kembali dalam keadaan linglung atau gila.

Promosi BRI Kantor Cabang Sukoharjo Salurkan CSR Senilai Lebih dari Rp1 Miliar

Ada juga masyarakat yang percaya bahwa lampor merupakan anggota pasukan Nyi Blorong yang kedatangannya disertai dengan angin kencang dari Laut Selatan dan melewati sejumlah daerah. Ketika angin datang, masyarakat akan membuat suara gaduh dengan memukul kentungan. Hal itu supaya lampor tidak menyerang kawasan tersebut.

Baca Juga: Satpol PP Banjarnegara Amankan 62 Pasangan Tak Resmi, Selama 2021

Dilansir dari Liputan6.com, seorang sineas bernama Guntur Soeharjanto yang pernah tinggal di sekitar Kabupaten Temanggung dan Wonosobo menceritakan bahwa mitos teror lampor ini dipercaya oleh masyarakat pedesaan di daerah tersebut. Mereka percaya bahwa sosok iblis pencabut nyawa yang datang bersama keranda terbang itu membawa pagebluk atau wabah hingga banyak kematian terjadi. Bahkan ada yang percaya bahwa pagebluk yang ditimpakan melalui lampor tersebut adalah bentuk kemarahan Nyi Blorong yang kehilangan selendang.

Tak jarang banyak masyarakat setempat, khususnya orang tua menggunakan mitos ini untuk menegur anaknya, seperti larangan berbicara dengan suara membentak karena suara membentak itu ciri khas lampor. Selain itu, mitos ini juga digunakan orang tua kepada anak-anaknya yang suka bermain hingga malam hari karena bisa diambil oleh lampor.

Karena begitu kuatnya mitos ini sehingga menarik industri perfilman untuk mengangkat kisah mitos lampor ini ke layar lebar pada Oktober 2019 silam. Film itu berjudul Lampor; Keranda Terbang dan disutradarai oleh sineas Guntur Soeharjanto yang pernah tinggal di Kabupaten Temanggung dan Wonosobo.

Baca Juga: Vaksinasi Anak di Banyumas Dimulai Kamis Ini, Targetkan 60.000 Siswa SD

Diangkat Dalam Layar Lebar

Pemeran dalam film Lampor; Keranda Terbang (Sumber: Suara.com)

Film yang diproduksi oleh Starvision ini dibintangi oleh sejumlah artis papan atas Indonesia, seperti Adinia Wirasti, Dion Wiyoko, Nova Eliza, Mathias Muchus dan masih banyak artis-artis lainnya. Film ini mengambil lokasi sebagian besar di Kabupaten Temanggung dan beberapa adegan dilakukan di Yogyakarta dan Kabupaten Kendal. Dalam film itu diceritakan Netta (Adinia Wirasti) yang kembali pulang ke kampung halamannya untuk menemui ayahnya, Jamal (Mathias Muchus) setelah 25 tahun berpisah.

Netta yang saat itu sudah bersuamikan Edwin (Dion Wiyoko), pengusaha keturunan Tionghoa dari Medan mengalami kesulitan ekonomi saat usaha Edwin mengalami kebangkrutan dan terlilit banyak hutang. Oleh karena itu, Netta dan Edwin memutuskan untuk mengunjungi keluarganya di Temanggung untuk bersilahturahmi setelah sekian lama tidak bertemu sekaligus meminta bantuan finansial dalam menyelesaikan permasalahan ekonomi yang mereka hadapi.

Namun sayangnya, Jamal mendadak meninggal dunia karena serangan jantung saat mereka tiba di Temanggung. Di saat yang bersamaan pula, kampung halaman Netta kembali diteror oleh sosok lampor dan kedatangan Netta dan keluarganya dianggap sebagai penyebab dari teror lampor tersebut. Hal ini membuat Netta dan Edwin mencari tahu penyebab teror lampor di kampung halamannya hingga akhirnya sebuah skandal terkuak di kampung tersebut yang menyebabkan teror lampor terus menghantui desa.

Baca Juga: Catat Lur! Tempat Nongkrong di Kudus Ditutup saat Libur Nataru

Dalam film tersebut juga ditunjukan beberapa adegan yang menunjukan potensi Kabupaten Temanggung, seperti usaha tembakau yang digeluti Jamal, kesenian kuda lumping, daerah perkebunan, lokasi syuting yang ada di daerah lereng Gunung Sumbing hingga air terjun yang ada di sekitar Gunung Sumbing pula.

Kejadian mistis juga banyak terjadi selama proses syuting berlangsung, seperti kru yang mengalami kesurupan hingga kejadian orang meninggal saat pindah lokasi syuting. Pada akhir film atau saat credit scene, disertakan pula para saksi mata yang pernah melihat lampor tersebut.

Mereka rata-rata sudah berusia lanjut dan mereka menceritakan sosok iblis pencabut nyawa yang mengerikan, di mana berdasarkan cerita para saksi mata tersebut dikatakan bahwa iblis yang datang bersama keranda terbang atau lampor ini memiliki wujud bermata merah menyala dan wajah yang mengerikan. Kedatangannya selalu diikuti dengan suara yang berbunyi “welwo” singkatan dari dijawil lan digowo (disentuh dan dibawa pergi).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya